Sunday, November 22, 2020

PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS PENDIDIKANKARAKTER

 

PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS PENDIDIKANKARAKTER


PENDAHULUAN

A. LLATAR BELAKANG

Kehidupan dan peradaban manusia mengalami banyak perubahan. Dalam merespon fenomena tersebut, manusia berpacu mengembangkan pendidikan di segala bidang ilmu termasuk penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Namun bersamaan dengan itu muncul sejumlah krisis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Akibatnya, peranan serta efektivitas pendidikan agama di sekolah sebagai pemberi nilai spiritual terhadap kesejahteraan masyarakat dipertanyakan. Dengan asumsi jika pendidikan agama dilakukan dengan baik, maka kehidupan masyarakat pun akan lebih baik. Kenyataannya, seolah-olah pendidikan agama dianggap kurang memberikan kontribusi ke-arah itu. Setelah ditelusuri, pendidikan agama menghadapi beberapa kendala, antara lain: waktu yang disediakan hanya sedikit, sementara muatan materi yang begitu padat dan memang penting, yakni menuntut pemantapan pengetahuan hingga terbentuk watak dan kepribadian yang berbeda jauh dengan tuntutan terhadap mata pelajaran lainnya.

Memang tidak adil menimpakan tanggung jawab atas munculnya kesenjangan antara harapan dan kenyataan itu kepada pendidikan agama di sekolah, sebab pendidikan agama di sekolah buka satu-satunya faktor yang menentukan pembentukan watak dan kepribadian siswa. Apalagi dalam pelaksanaan pendidikan agama tersebut masih terdapat kelemahan-kelemahan yang mendorong dilakukannya penyempurnaan terus menerus. Kelamahan lain, materi  Pendidikan Agama Islam, termasuk bahan ajar Akhlaq. Lebih terfokus pada pengayaan pengetahuan (Kognitif) dan minim dalam pembentukan sikap (Afektif) serta pembiasaan (Psikomotorik). Kendala lain adalah kurangnya keikutsertaan guru mata pelajaran lain dalam  memberi motivasi kepada peserta didik untuk mempraktekkan nilai-nilai pendidikan agama dalam kehidupan sehari-hari. Lalu lemahnya sumber daya guru dalam pengembangan pendekatan dan metode yang lebih variatif, minimnya berbagai sarana pelatihan dan pengembangan, serta rendahnya peran serta orang tua.

Yang paling menunjukkan realitasnya adalah pelaksanaan Pendidikan Agama Islam disekolah masih terpaku pada penguasaan materi saja sementara kegiatan pembelajarannya belum menyentuh kepada aspek pembentukan karakter peserta didik, sehingga permasalahan sering muncul diluar dugaan yang belum pernah difikirkan bagaimana cara mengatasinya. Akibatnya pembentukkan karakter peseta didik tidak dapat berjalan sesuai apa yang diinginkan. Ini juga membuktikan bahwa Pendidikan Agama Islam belum sepenuhnya memberikan kontribusi yang signifikan dalam mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang disebutkan didalam UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 pasal 3 bahwa: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

 Amanah yang dikemukakan UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 Pasal 3 tersebut mengisyaratkan sebuah pesan bahwa, sesungguhnya fungsi dan tujuan pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, tetapi juga membentuk berkepribadian dan berkarakter mulia, sehingga nantinya akan muncul generasi bangsa yang tumbuh dan berkembang dengan karakter yang bernafakan nilai-nilai luhur bangsa serta agama. Dan untuk mencapai itu semua diperlukan seorang guru yang profesional dalam mendidik karakter siswa, dan didalam proses belajar mengajar terdapat berbagai macam indikator dan Kompetisi Dasar yang seharusnya menjadi acuan oleh guru. Pada dasarnya guru perlu mempersiapkan segala sesuatu yang dapat membantunya menyampaikan materi kepada siswa-siswanya. Sehingga siswa akan dengan cepat memahami dan lebih mudah berinteraksi kepada orang-orang disekitar mereka.

B.      TUJUAN PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI

 

Pengembangan Kurikulum berbasis Pendidikan Karakter ini bertujuan untuk:

1. Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

2. Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang berakhlak mulia, sehat jasmani dan rohani, berilmu, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

3. Mendidik siswa dengan pembelajaran PAI dan mempraktekkannya di masyarakat

 

C.      DASAR, PRINSIP, DAN LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER

Dalam perkembangannya, kurikulum PAI yang bersifat desentralisasi ini mempunyai peranan yang sangat penting di suatu sekolah, yakni sebagai penyeimbang kurikulum pendidikan nasional dari mata pelajaran umum dengan pendidikan agama yang penekanannya pada akhlaq. Hal ini diharapkan agar peserta didik tidak hanya pandai dalam ilmu-ilmu umum dan skill modern, tetapi dapat diimbangi dan dijaga  dengan imtaq (iman dan taqwa), agar nantinya peserta didik bisa hidup mandiri dan bisa menjaga diri dari hal-hal yang dilarang oleh negara dan agama. Disini akan dipaparkan secara detail mengenai Dasar-dasar, Prinsip dan Landasan Pengembangan Kurikulum.

Dasar-Dasar Perkembangan Kurikulum Berbasis Pendidikan Karakter

Dasar-dasar Perkembangan Kurikulum berbasis Pendidikan Karakter, diantaranya:

a. Kurikulum disusun untuk mewujudkan system pendidikan nasional yang berbasis karakter

b. Kurikulum pada semua jenjang pendidikan dikembangakan dengan pendekatan kemampuan karakteristik peserta didik

c. Kurikulum harus sesuai dengan ciri khas satuan pendidikan pada masing-masing jenjang pendidikan. Pada pendidikan karakter salah satu cirinya adalah menumbuhkan karakteristik dan budi pekerti yang baik

d.Kurikulum pendidikan dasar, menengah dan tinggi dikembangkan atas dasar standar nasional pendidikan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan.

e.    Kurikulum pada semua jenjang pendidikan dikembangkan secara berdiversifikasi sesuai dengan kebutuhan potensi, dan minat peserta didik dan tuntutan pihak – pihak yang memerlukan dan berkepentingan.

f.     Kurikulum pada semua jenjang pendidikan mencakup aspek spiritual keagamaan, intelektualitas, watak konsep diri, ketrampilan belajar, kewirausahaan, keterampilan hidup yang berharkat dan bermartabat, pola hidup sehat, estetik dan rasa kebangsaan.

Prinsip-Prinsip Perkembangan Kurikulum Berbasis Pendidikan Karakter

Berikut beberapa prinsip Pengembangan Kurikulum Berbasis Pendidikan Karakter, yakni:

a. Prinsip Berorientasi Pada Tujuan

Pengembangan kurikulum pendidikan diarahkan untuk mencapai tujuan yang bertitik tolak dari tujuan pendidikan Nasional. Tujuan kurikulum merupakan penjabaran dan upaya untuk mencapai tujuan satuan dan jenjang pendidikan tertentu. Tujuan kurikulum mengandung aspek-aspek pengetahuan (knowledge). Keterampilan (skill), sikap (attitude) dan nilai (value), yang selanjutnya menumbuhkan perubahan tingkah laku peserta didik yang mencakup tiga aspek tersebut dan bertalian dengan aspek-aspek yang terkandung dalam tujuan pendidikan nasional. Terutama pada pendidikan karakter agar ditekankan kepada tingkah laku peserta didik terhadap lingkungan sekolah maupun masyarakat.

b. Prinsip Fleksibilitas

Prinsip fleksibilitas menunjukkan bahwa kurikulum adalah tidak laku. Dalam arti tidak laku bahwa ada semacam ruang gerak yang memberikan sedikit kebebasan dalam bertindak. Hal ini berarti bahwa di dalam penyelenggaraan proses dan program pendidikan harus diperhatikan kondisi perbedaan yang ada dalam diri peserta didik. Oleh karena itu peserta didik harus diberi kebebasan dalam memilih program pendidikan yang sesuai dengan bakat, minat, kebutuhan dan lingkungannya. Agar peserta didik dapat berinteraksi dilingkungan masyarakat dengan berbudi pekerti yang baik kepada masyarakat.

     c. Prinsip Pendidikan Seumur Hidup

Lembaga pendidikan merupakan salah satu alternatif dalam penyediaan waktu dan kegiatan dalam membentuk seseorang menjadi manusia yang berkembang lebih baik. Waktu belajar disediakan dan tersedia sepanjang hidup manusia. Oleh karena itu, kita harus dapat memanfaatkannya dengan baik. Prinsip pendidikan seumur hidup mengandung implikasi lain yaitu agar lembaga pendidikan tidak saja memberi pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan pada saat peserta didik tamat dari sekolah namun juga memberikan bekal kemampuan untuk dapat menumbuhkembangkan dirinya sendiri.

Landasan Pendidikan Karakter

a.       Agama

Agama merupakan sumber kebaikan. Oleh karenanya pendidikan karakter harus dilandaskan berdasarkan nilai-nilai ajaran agama, dan tidak boleh bertentangan dengan agama. Indonesia merupakan negara yang mayoritas masyarakat beragama, yang mengakui bahwa kebajikan dan kebaikan bersumber dari agama. Dengan demikian, agama merupakan landasan yang pertama dan paling utama dalam mengembangkan pendidikan karakter di Indonesia, khususnya pada lembaga pendidikan anak usia dini.

 

b.      Pancasila

 Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang menjadi acuan dalam melaksanakan setiap roda pemerintahan. Kressantono sebagaimana dikutip Koesoema mengatakan bahwa Pancasila adalah kepribadian, pandangan hidup seluruh bangsa Indonesia; pandangan hidup seluruh bangsa Indonesia; pandangan hidup yang disetujui oleh wakil-wakil rakyat menjelang dan sesudah proklamasi kemerdekaan. Oleh karenanya, Pancasila ialah satu-satunya pandangan hidup yang dapat mempersatukan bangsa.

      Pancasila harus menjadi ruh setiap pelaksanaanya. Artinya, Pancasila yang susunanya tercantum dalam pembukaan UUD 1945, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya menjadi nilai-nilai pula dalam mengatuh kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Sehingga warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-niai pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

c.       Budaya

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki keanekaragaman budaya. Telah menjadi keharusan bila pendidikan karakter juga harus berlandaskan pada budaya. Artinya, nilai budaya dijadikan sebagai dasar dalm pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antar anggota masyarakat. Oleh karena itu, budaya yang ada di Indonesia harus menjadi sumber nilai dalam pendidikan arakter tersebut. Supaya pendidikan yang ada tidak tercabut dari akar budaya bangsa Indonesia.

d.      Tujuan Pendidikan Nasional

Rumusan pendidikan nasional secara keseluruhan telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Undang-Undang tersebut, disebutkan bahwa fungsi dan tujuan pendidikan nasional ialah mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pendidikan karakter harus sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Oleh karena itu, nilai-nilai pendidikan karakter yang dikembangkan harus terintegrasikan dengan tujuan pendidikan nasional.

D.    DESAIN KURIKULUM DAN MODEL P  ERKEMBANGAN KURIKULUM PAI BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER

Desain Kurikulum PAI berbasis Pendidikan Karakter

Desain Kurikulum ini berkaitan dengan orientasi anak yaitu untuk membantu memperbaiki karakter anak didik di sekolah maupun di masyarakat. Dalam proses belajar mengajar, peserta didik dapat menentukan keberhasilan belajar melalui penggunaan intelegensia, daya motorik, pengelaman, kemauan dan komitmennya yang timbul dalam diri mereka tanpa paksaan. Jadi kurikulum harus dapat menyesuaikan dengan irama perkembangan anak didik. Dalam mendesain kurikulum yang berorientasi pada siswa perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Kurikulum haru sdisesuaikan dengan perkembangan anak.

b. Isi kurikulum harus mencakup keterampilan, pengetahuan dan sikap yang dianggap berguna untuk masa sekarang dan masa yang akan datang.

c. Anak hendaknya ditempatkan sebagai subjek belajar yang berusaha untuk belajar sendiri. Artinya siswa harus didorong untuk melakukan berbagai aktivitas belajar, bukan hanya sekedar menerima informasi dari guru.

d. Diusahakan apa yang dipelajari siswa sesuai dengan minat, bakat dan tingkat perkembangan mereka. Artinya, apa yang seharusnya dupelajari bukan ditentukan dan dipandang baik dari sudut guru atau dari sudut lain akan tetapi ditentukan dari sudut anak didik itu sendiri.

Desain kurikulum yang berorientasi pada siswa, dapat dilihat dalam dua perspektif, yaitu:

a. Perspektif kehidupan anak dimasyarakat.

Siswa sebagi sumber kurikulum percaya bahwa hakikat belajar bagi siswa adalah apabila siswa belajar secara riil dari kehidupan mereka di masyarakat. Kurikulum yang berorientasi pada anak didik dalam perspektif kehidupan di masyarakat, mengharapkan materi kurikulum yang dipelajari disekolah serta pengalaman belajar, disesain sesuai dengan kebutuhan anak anak sebagai persiapan agar mereka dapat hidup ditengah masyarakat.

b. Perspektif Psikologis.

Perspektif ini adalah desain kurikulum yang didasarkan atas pertimbangan terhadap jiwa peserta didik. Desain kurikulum ini ditujukan untuk kepentingan peserta didik, karena itu pertimbangan-pertimbangan terhadap kejiwaan peserta didik diabadikan sebagai salah satu yang penting untuk dipahami dalam proses pelaksanaan kurikulum. Dalam persepktif psikologis, desain kurikulum yang berorientasi pada siswa, sering juga diartikan sebagai kurikulum yang bersifat humanistic, yang muncul sebagai reaksi terhadap proses pendidikan yang hanya mengutamakan segi intelektual. Kurikulum humanistic sanagt menekankan kepada adanya hubungan emosional yang baik antara guru dan siswa. Guru harus mampu membangun suasana yang hangat dan akrab yang memungkinkan siswa dapat mencurahkan segala perasannya dengan penuh kepercayaan. Sedangkan dalam sudut pandang Pendidikan Agama Islam pendekatan humanistic dalam pengembangan kurikulum bertolak dari ide “memanusiakan manusia”. Penciptaan konteks yang akan member peluang manusia untuk menjadi lebih human, untuk mempertinggi harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan dasar pengembangan program pendidikan.

Model Pengembangan Kurikulum Berbasis Pendidikan Karakter

Model yang berkaitan dengan  Kurikulum Berbasis Pendidikan Karakter yaitu Kurikulum konfluen. Kurikulum konfluen dikembangkan oleh para pendidikan konfluen, yang ingin menyatukan segi-segi afektif (sikap, perasaan, nilai) dengan segi-segi kognitif (kemampuan intelektual). Pendidikan konfluen kurang menekankan pengetahuan yang mengandung segi afektif). Menurut mereka kurikulum tidak menyiapkan pendidikan tentang sikap, perasaan, dan nilai yang harus dimiliki murid-murid. Kurikulum hendaknya mempersiapkan berbagai alternatif yang dapat dipilih murid-murid dalam proses bersikap, berperasaan dan member pertimbangan nilai. Murid-murid hendaknya diajak untuk menyatakan pilihan dan mempertanggungjawabkan sikap-sikap, perasaan-perasaan, dan pertimbangan-pertimbangan nilai yang telah dipilihnya. Beberapa ciri kurikulum konfluen

Kurikulum konfluen mempunyai beberapa ciri utama yaitu :

1)            Partisipasi

2)            Integrasi

3)            Relevansi,

4)            Pribadi anak

5)            Tujuan

Dasar dari kurikulum konfluen adalah Psikologi Gestalt yang menekankan keutuhan, kesatuan, keseluruhan. Teori yang mendukung pandangan ini adalah Eksistensialisme yang memusatkan perhatiannya pada apa yang terjadi sekarang di tempat ini. Apa yang menjadi isi kurikulum diukur oleh apakah hal itu bermanfaat bagi kita sekarang? Apakah hal itu akan memperbaiki kehidupan kita sekarang.

Prinsip pengajarannya menerapkan prinsip terapi Gestalt, yang menekankan keterbukaan, kesadaran, keunikan, dan tanggung jawab pribadi. Hal-hal di atas sangat esensial dalam perkembangan individu yang sehat, yang matang. Pengajaran lebih menekankan kepada tanggung jawab pribadi daripadi kompetisi. Tidak ada jawaban yang salah atau benar dalam pengajaran konfluen. Melalui latihan kesadaran/kepekaan perkembangan yang sehat akan tercapai, karena dengan cara itu ia lebih sadar akan eksistensinya dan kemungkinannya untuk berkembang.

Kurikulum konfluen menyatukan pengetahuan objektif dan subjektif, berhubungan dengan kehidupan siswa dan bermanfaat baik bagi individu maupun masyarakat. Hal itu sesuai dengan konsep Gestalt bahwa sesuatu itu dikatakan berarti (penting-red) apabila bermanfaat bagi keseluruhan. Pendidikan konfluen sangat mengutamakan kesatuan dari keseluruhan. Dan Pendidikan Karakter memiliki kesesuaian dengan Kurikulum Konfluen karena memang pada dasarnya Pendidikan Karakter mengajarkan supaya siswa lebih peka dan bertanggung jawab serta membuat siswa lebih berbaur dan berpartisipasi di masyarakat.

E. PENDEKATAN PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI DAN PROSES  PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER

Pendekatan Pengembangan Kurikulum PAI Berbasis Pendidikan Karakter

Pengembangan kurikulum adalah proses yang mengaitkan satu komponen kurikulum lainnya untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik. Pendekatan adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis agar memperoleh kurikulum yang lebih baik.

Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Dengan demikian, pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum. Pada Pendidikan Karakter siswa di sekolah ditinjau untuk memperbaiki akhlak dan perilakunya yang pada awalnya membiasakan diri di sekolah hingga akhirnya siswa tersebut dapat mempraktekkannya di lingkungan masyarakat. Untuk itulah digunakan pendekatan humanistis untuk mencari tahu dan memperbaiki perilaku di sekolah ataupun masyarakat.

Pendekatan Humanistis

Pendekatan Humanistis dalam pengembangan kurikulum bertolak dari ide "memanusiakan manusia". Penciptaan konteks yang akan memberi peluang manusia untuk menjadi lebih human, untuk memprtinggi harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan dasar pengembangan program pendidikan.

Kurikulum Humanistis dikembangkan oleh para ahli pendidikan Humanistis. Kurikulum ini berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi yaitu John Dewey. Aliran ini lebih memberikan tempat utama kepada siswa. Kurikulum Humanistis ini, guru diharapkan dapat membangun hubungan emosional yang baik dengan peserta didiknya. Oleh karena itu, peran guru yang diharapkan adalah sebagai berikut:

1.            Mendengar pandangan realitas peserta didik secara komprehensif.

2.            Menghormati individu peserta didik.

3.            Tampil alamiah, otentik, tidak dibuat-buat

Dalam pendekatan Humanistis ini, peserta didik diajar untuk membedakan hasil berdasarkan maknanya. Kurikulum ini melihat kegiatan sebagai sebuah manfaat untuk peserta dimasa depan. Sesuai dengan prinsip yang dianut, kurikulum ini menekankan integritas, yaitu kesatuan perilaku bukan saja yang bersifat intelektual tetapi juga emosional dan tindakan.Beberapa acuan dalam kurikulum ini antara lain:

1.            Integrasi semua domain afeksi peserta didik, yaitu emosi, sikap, nilai-nilai, dan domain kognisi, yaitu kemampuan dan pengetahuan.

2.            Kesadaran dan kepentingan.

3.            Respon terhadap ukuran tertentu, seperti kedalaman suatu keterampilan.

Kurikulum Humanistis memiliki kelemahan, antara lain:

1.            Keterlibatan emosional tidak selamanya berdampak positif bagi perkembangan individual peserta didik.

2.            2.  Meskipun kurikulum ini sangat menekankan individu tapi kenyataannya terdapat keseragaman peserta    didik.

3.            Kurikulum ini kurang memperhatikan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan.

4.            Dalam kurikulum ini prisip-prinsip psikologis yang ada kurang terhubungkan.

Pendekatan Humanistis sangat sesuai dengan pendidikan karakter, sebab pendekatan humanisitis dapat merubah perilaku seseorang menjadi lebih baik dan karena pendekatan humanistis siswa dapat berinteraksi dengan lingkungan masyarakat. Karena sering berinteraksi dengan masyarakat maka siswa pun akan dikenal oleh masyarakat dan akan menjadi tumpuan di kalangan masyarakat.

Proses Pengembangan Kurikulum PAI Berbasis Pendidikan Karakter

1. Perencanaan

Pengembangan Kurikulum berbasis pendidikan karakter ini bertujuan untuk  memperbaiki akhlak, moral dan karakter siswa, dan siswa pun akan dilatih untuk berinteraksi di sekolah sebelum akhirnya terjun dan berinteraksi di lingkungan masyarakat. Dengan disetarakan oleh pelajaran PAI sehingga siswa dengan mudah mengerti bagaimana memperbaiki sikap dan menjadi manusia berakhlak mulia di sekolah maupun di lingkungan masyarkat. Meskipun masih ada hambatan berupa minat siswa dalam memperlajari PAI, karena PAI tidak termasuk pelajaras yang di khususkan disekolah.

Tetapi guru akan berusaha mengarahkan siswanya untuk mengikuti pelajaran PAI karena terkait moral dan akhlak siswa yang kurang baik di sekolah. Melatih karakter siswa dengan dilandasi agama merupakan hal yang mulia, karena siswa dapat termotivasi akan ajaran-ajaran yang timbul dari agama yang diajarannya. Misalkan di dalam agama diceritakan kisah Nabi dan Rasul mengenai akhlaknya yang mulia, maka dari situlah siswa dapat termotivasi untuk merubah sikap dan perilakunya agar menjadi lebih baik lagi.

Disitulah amat penting peran seorang guru untuk menarik perhatian para siswa supaya mencontoh sikap Nabi dan Rasul serta mempraktekkannya di kehidupan sehari-hari. Dan guru pun harus sabar dalam menyampaikan pengajarannya, supaya siswa tidak merasa terbebani dengan ajaran-ajaran yang disampaikannya. Maka diusahakan guru mendidik siswanya dengan sabar, disiplin dan teliti agar menjadi contoh yang baik untuk siswa-siswanya.

2. Pelaksanaan

            Melakukan sosialisasi dan pengembangan kurikulum berupa pengembangan kurikulum berbasis pendidikan karakter berupa RPP atau SAP (Satuan Acara Pembelajaran) proses pembelajaran di dalam dan di luar kelas, serta berperilaku sopan kepada guru. Sebab, sudah tidak bisa dipungkiri bahwa dari situlah siswa akan terbiasa berperilaku sopan. Berawal dari kebiasaan di sekolah dan nantinya akan berpengaruh di lingkungan masyarakat. Sehingga terciptanya akhlak yang mulia dari dalam diri siswa.

 

3. Evaluas

            Evaluasi ini dilakukan sebagai feedback yang akan digunakan dalam penyempurnaan kurikulum berikutnya, agar menjadi pembelajaran di masa yang akan datang

No comments:

Post a Comment