Wednesday, November 4, 2020

DEMOKRASI DAN RULE OF LAW


 DEMOKRASI DAN RULE OF LAW 


BAB I

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

Negara-negara modern dewasa ini menggolongkan dari mereka ke dalam demokrasi, yaitu Negara yang pemerintahannya dijalankan oleh Rakyat dan untuk Rakyat", sekalipun da-lam mekanisme pemerintahannyya (actual goverment mechanism) baik yang menyangkut infrastruktur politik maupun supra struktur politik, berbeda satu dengan yang lain, Inggris misalnya, suatu Kerajaan, dengan sistem pemerintahan Parlementer dan pengorganisasian kekuatan sosial politiknya yang sederhana tetapi mantap, yaitu terdiri dari dua partai besar yang secara Nasional menentukan jalannya pemerintahan, adalah negara demo krasi,}Amerika Serikat, suatu Republik, dengan sistem pemerintahan Presidensial, dimana kekuasaan pemerintahan dibagi tiga dan diserahkan masing-masing kepada tiga lembaga tinggi Konstitusional, legislatif kepada Congress, eksekutif kepada Presiden, judikatif kepada Supreme Court, dan pengorganisasian kekuatan sosial politik yang longgar ke dalamn dua partai besar, adalah negara demokrasi.

Demikian pula Perancis, pada zaman (era) Republik ke V ini, menganut sistem pemerintahan "Presidensial"", dengan pengorganisasian kekuatan sosial politiknya yang kurang efisien ke dalam banyak partai, adalah negara demokrasi,Negara-negara tersebut dan negara-negara Eropa Barat lainnya tergolong ke dalam negara yang sudah 'establishedyang dalam perkembangannya dipengaruhi dan dijiwai oleh

Republik Indonesia, jelas merupakan suatu Negara demokrasi, Seperti nampak pada alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang antara lain berbunyi . dalam susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan Rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab. persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat ndonesia", Bahwa Republik Indonesia negara demokrasi juga nampak dari pasal I ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi "Kedaulatan adalah ditangan Rakyat, dan dilakukan sepenuh- nya oleh Majelis Perimusyawaratan Rakyat" tetapi bukan demokrasi liberal dan juga bukan demokrasi Rakyat, melainkan demokrasi Pancasila Pelaksanaan demokrasi Pancasila yang menyangkut kehidupan politik Pemerintah dan kehidupan politik Rakyat, dapat menjadi sarana untuk menggalang kekuatan Nasional yang pada akhirnya dapat menjelma menjadi Ketahanan Nasional, khususnya dibidang politik.

B.    Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka penulis merumuskan  permasalahan yang akan dicari jawabanya melalui penelitian DEMOKRASI DAN RULE OF LAWyaitu:

1.     Apakah pengertian tentang Rule of Law  itu sendiri?

2.     Bagaimanakah  Pemilihan Umum di negara kita?

3.     Apakah Demokrasi itu?

 

C.   Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih lanjut tentang Demokrasi dan Rule of Law dan mempelajari serta mengetahui apakah pengertian dari demokrasi itu sendiri

D.   Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini yaitu:

1.     Menambah wawasan pengetahuan penulis terkait tentang “Demokrasi dan Rule of Law

2.     Penelitian dapat dijadikan sebuah masukan kepada peneliti lainnya

3.     Dengan mempelajari Hak asasi  manusia dan Hak & kewajiban warganegara kita jadi mengetahui apa sajakah Demokrasi dan Rule of Law

4.     Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat menjadi bekal untuk peneliti lainnya

5.     Bagi peneliti lain, hasil penelituan ini dapat dijadikan referensi sebagai acuan penelitian berikutnya.

BAB II

PEMBAHASAN

A.   Demokrasi Pancasila

Pada masa orde baru ada harapan besar bahwa akan dimulai suatu proses demokratisasi. Banyak kaum cendikiawan menggelar berbagai seminar untuk mendiskusikan masa depan Indonesia dan hak asasi. Akan tetapi euphoria demokrasi tidak berlangsung lama, karena sesudah beberapa tahun golongan militer tidak berangsur-angsur mengambil alih pimpinan.

Pada awalnya diupayakan untuk menambah jumlah hak asasi yang termuat dalam UUD melalui suatu panitia Majlis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS)    yang kemudian menyusun “Rancangan Piagam Hak-Hak Asasi Manusia dan Hak-Hak serta Kewajiban Warga Negara” untuk diperbincangkan dalam sidang MPRS V tahun 1968. Panitia diketuai oleh jendral Nasution dan sebagai bahan acuan ditentukan antara lain Konstituante yang telah selesai merumuskan hak asasi secara terperinci, tetapi dibubarkan pada tahun 1959.

Rancangan piagam MPRS, disamping mencakup hak politik dan ekonomi, juga memperinci kewajiban warga negara terhadap negara. Akan tetapi karena masa tegang ditetapkan sebelumnya sudah berakhir, maka Rancangan Piagam tidak jadi dibicarakan dalam sidang Pleno. Dengan demikan, perumusan dan penghaturan hak asasi seperti yang ditentukan pada 1945 tidak mengalami perubahan.

Ada usaha untuk menyusun suatu eksekutif yang kuat dan menyelenggarakan stabilitas di seluruh masyarakat. Untuk menunjang usaha itu pemerintah Orde Baru mencoba menggali kembali kembali beberapa unsur khazanah kebudayaan nenek moyang yang cenderung membentuk kepemimpinan yang kuat dan sistematik, pemikiran-pemikiran yang pernah timbul dimasa penyusunan UUD 1945 dan dibuat dalam tulisan-tulisan Prof. Supomo yang tercantum dalam buku Moh, Yamin, Naskah Persiapan UUD 1945 berkembang kembali dan konsep-konsep seperti negara integralis , negara kekeluargaan, gotong royong, musyawarah mufakat, anti-individualisme, kewajiban yang tidak dapat terlepas dari hak, kepentingan masyarakat lebih penting dari kepentingan individu, mulai masuk agenda politik.

1.      ARTI DEMOKRASI PANCASILA

Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang diwarnai atau-dijiwai oleh Pancasila, bahkan salah satu sila dari Pancasila,yaitu sila "Kerakyatan yang dipimpin oleh hiknah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan", merupakan perumusan yang singkat dari demokrasi Pancasila dimaksud) Dalam pada itu perlu diingat bahwa sila-sila dari Pancasila merupakan rangkaian kesatuan, yang tak terpisahkan, tapi tiap-tiap sila mengandung empat sila lainnya, dikualifikasikan oleh empat sila lainnya.

Jadi dengan demikian demokrasi Pancasila dapat dirumus-kan secara agak lengkap dan menyeluruh sebagai berikut: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang ber Ketuhanan Yang Maha Esa,yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.[1]

Rumusan ini sejalan dengan pandangan Presiden Soeharto yang dalam pidato kenegaraan tgl. 16-8-1967, antara lain menyatakan: “... Demokrasi Pancasila berarti Demokrasi, kedaulatan Rakyat yang dijiwai dan diintergrasikan dengan sila-sila lainnya. Hal ini berarti bahwa dalam menggunakan hak-hak demokrasi haruslah selalu disertai dengan rasa tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa menurut keyakinan agama masing-masing, haruslah menjunjung tinggi nilai nilai kemanusiaan sesuai dengan martabat dan harkat manusia, haruslah menjamin dan mempersatukan bangsa. Dan harus diwujudkan untuk mewujudkan keadilan sosial. Demokrasi Pancasila berpangkal tolak dari paham kekeluargaan dan gotong royong.[2]

Berdasarkan rumusan di atas, demokrasi Pancasila adalahjuga kerakyatan yang berdasarkan dan dibimbing oleh pengakuan akan ke Tuhanan Yang Maha Esa, yang terwujud dalam kesadaran keagamaan yang tingei.yang mempunyai beberapa konsekuensi. Konsekuensi pertama ialah bahwa dalam kehidupan bernegara ditolak pengingkaran terhadap ke Tuhanan Yang Maha Esa, paham a-Theisme dan sekualarisma. Konsekuensi ke-dua jalah bahwa ditolak pula adanya propaganda-aTheisma dan anti agama secara umumn dalam masyarakat. Selanjutnya pengakuan akan ke Tuhanan Yang Maha Esa ini mempunyai kaitan dengan dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, hal mana bahwa dalam kehidupan bernegara harus diwjudkan dan dipelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan cita-cita moral rakyat yang luhur. Budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan cita-cita moral rakyat yang luhur mengandung implikasi toleransi, juga di dalam kesadaran keagamaan. Hal ini berarti bahwa dalam kehidupan bernegara diusahakan kesempatan yang sama pengembangan kesadaran beragama bagi masing-masing golongan (agama) dengan semangat saling menghormati satusama lain.

Undang-Undang Dasar Negara, Undang-undang dan per-aturan-peraturan Negara telah memungkinkan terciptanya situasi dan kondisi seperti diuraikl.an di atas.

Dikaitkan dengan sila Kemanusiaan yang adil dan beradab maka kerakyatan dalam demokrasi Pancasila harus memandang manusia sebagai makhluk Tuhan yang memiliki kesadaran keagamaan dan kesadaran akan norma-norma, khususnya norma keadilan, Jadi kerakyatan yang diintegrasikan dengan kemanusiaan yang adil berarti menghendaki terwujudnya norma keadilan dalam perikehidupan bernegara. Keadilan di sini ialah ke-sadaran untuk memberikan kepada masing-masing, apa yang telah menjadi haknya atau bagiannya, Prof. O. Notohamidjojo mengemukakan adanya enam jenis keadilan atau justitia yangpada pokoknya dapat disarikan sebagai berikut:[3]

a). justitia commutativa atau keadilan tukar-menukar (penulis), yaitu memberikan kepada masing-masing haknya atau bagiannya atas dasar kesamaan, dimana prestasi se-harga dengan kontra prestasi, jasa senilai dengan balasjasa

b). justitia distributiva atau keadilan membagi (penulis), yaitu memberikan kepada masing-masing haknya atau bagiannya atas dasar perbedaan, dimana diperhitungkan mutu (kua-litas).

c). justitia vindicativa atau keadilan proposional (penulis) atau bagiannya (atas dasar proporsi masing-masing, termasuk penyesuaiah berat ringannya hukuman dengan berat ringan-yaitu memberikan kepada masing-masing haknyanya pelanggaran

d).justitia cryativa atau keadilan mencipta (penulis), yaitumemberikan kepada masing-masing hak kebebasannyauntuk menciptakan sesuai dengan daya ciptanya (kreatif-nya) dalam bidang kebudayaan.

.e). justitia protectiva atau keadilan perlindungan (penulis),an. Kekuaßaan yang ada ditangan manusia dan dikenakan terhadap sesama manusia harus dibatasi dan diawasi. Inilah hakikat daripada justitia protective

f).justitia legalis atau keadilan hukum (penulis) yaitu memberikan kepada masing-masing haknya atau bagiannya yang telah ditentukan oleh undang-undang dan peraturan-peraturan negara. Memenuhi tuntutan undang-undang dan peraturan-peraturan negara ini dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum.merupakan kebajikan sosial.

Adapun kerakyatan yang diintegrasikan dengan kemanusia.an yang beradab ialah kerakyatan yang ""memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-citamoral rakyat yang luhur" dimana di dalamnya mengandung semangat toleransi yang tinggi. Kemanusiaan yang beradab berarti pula memiliki keluwesan dalam pergaulan hidup.

Kemanusiaan yang adil dan beradab ini juga memilikiaspek internasionalnya, yang dapat dipahami melalui rumusan ”ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.” Dengan demikian kebangsaan Indonesia bukan kebangsaan yang sempit dan tertutup, melainkan kebangsaan yang' luas dan terbuka,dalam arena pergaulan hidup bangsa-bangsa yang-lain.

Dikaitkan dengan Persatuan Indonesia, maka demokrasiPancasila menghendaki integrasi daripada bangsa dan Tumpah Darah Indonesia dalam- semua selisih paham dan konflik, disamping menuntut juga identitas nasional sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat, kepribadian nasionat dalam pergaulan antar bangsa menurut hukum internasional dan stabilitas nasional yang merupakan syarat mutlak bagi pembangunan bangsadan negara menuju ke terciptanya Ketahanan Nasional. Hal ini berarti bahwa betapapun kita berbeda pendapat dalam soal-soal politik, ekonomi, sosial, budaya dan agama sekalipun, kita dituntut untuk memiliki semangat toleransi yang tinggi demimemelihara integritas, identitas, kepribadian dan stabilitas Nasional.

2.     ASPEK-ASPEK DEMOKRASI PANCASILA

Pembahasan arti demokrasi pancasila seperti diuraikan pada angka 1 dapat diperlengkapi dengan pembahasan melalui aspekaspeknya, Mengikuti pembahasan dari beberapa pihak[4] dapatlah dikemukakan di sini adanya enam aspek, yaitu: aspek formal, aspek material, aspek normatif, aspek optatif, aspek organisasi dan aspek kejiwaan.

a.      Aspek formal.

Seperti telah dikemu kakan berkali-kali bahwa demokrasiana)hingPancasila adalah Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah ke-arti bahwa demo krasi Pancasila adalah demokrasi dengan perwakilan, dimana rakyat atau masyarakat berpartisipasi dalam pemerintahan/penyelenggaraan negara melalui wakil-wakilnya. Berhubung dengan itu aspek formal demokrasi Pancasila mempersoalkan: proses dan caranya rakyat menunjuk wakil-wakilnya dalam Badan-badan perwakilan rakyat dan dalam pemerintahan dan bagaimana mengatur permusya waratan wakil-wakil rakyat secara bebus, terbuka dan jujur ('fair') untuk menca-bijak bijak sanaan dalam permusyawaratan/perwakilan'", yang ber-pai konsensus bersama.

Aspek formal ini, terutama yang menyangkut proses penunjukan wakil-wakil rakyat melalui Pemililhan Umum, diatur berdasarkan Undang-undang Nomor 15 tahun 1969 tentang Pemilihan Umum, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 tahun 1975 dan dengan Undang-undang Nomor 2 tahun 1980. Terakhir Undang-undang itu diubah lagi dengan Undang-undang Nomor I tahun 1985.

b.     Aspek materil

Walaupun aspek formal demokrasi Pancasila telah dipenuhi belum berarti bahwa demokrasi Pancasila telah terwujud, karena aspek formnal ini baru memperlihatkan bentuknya saja, sedangkan yang lebih penting adalah isinya atau aspek materiilnya. Oleh karena itu perlu dibahas pula aspek materiil demokrasi Pancasila ini. Aspek material demokrasi Pancasila mengemukakan gambaran manusta, dan mengakui har kat dan martabat manusia dan menjannin tenvujudnya masyarakat manusia (Indonesia) sesuai dengan gambaran, harkat dan martabat manusia tersebut. Menurut pandangan ini manusia adalah makhluk Tuhan yang diperlengkapi dengan kesadaran keagamaan dan kesadaran akan norma norma ; ia bukanlah individu in abstracto melainkan ia hidup in relatio, yaitu hidup dalam hubungan dengan sesame manusia, dengan keluarga, dengan masyarakat dengan alam sekitarnya dan juga dengan Tuhan. Jadi manusia itu juga sebagai makhluk sosial. Demokrasi Pancasila mengemukakan gambaran manusia (Menschenbild) sebagai subyek dan bukannya obyeksemata-mata.

Sebagai subyek dan juga sebagai makhluk Tuhan, manusiaitu sama derajat, artinya dalam kehidupan bernegara dan di-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, manusia itu mempunyai nilai yang sama dengan sesamanya. Keadaan sama derajat dari manusia ini lazimnya dipernyatakan dengan kesamaan kedudukan dalam hukum ("equality before the law') dan kesamaan ter-hadap kesempatan (equality for the opportunity).

Dalam praktek kehidupan sehari-hari kesamaan kedudukandalam hukum masih merupakan suatu cita-cita yang harus diperjuangkan untuk diwujudkan. Demikian pula kesamaan terhadap kesempatan masih harus diwujudkan, sehingga setiap orang warga negara dapat mengembangkan akal, kecakapan dan ketrampilan masing-masing untuk meningkatkan partisipasinya dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara. Salah satu kesa-maan terhadap kesempatan ini misalnya kesamaan pendidikan.Sebagai konsekuensi lebih lanjut daripada pengakuan har-kat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan ialah pengakuan terhadap hakhak asasi, kewajiban-kewajiban asasi serta kebebasan-kebebasan fundamental manusia. Dalam kenyataanhidup bernegarapengakuan terhadap hak-hak, kewajiban kewajiban dan kebebasan-kebebasan tersebut berbeda-beda sejalan dengan situasi dan kondisi politik, sosial dan budaya yang ada pada sesuatu saat.

Terlepas daripada kenyataan-kenyataan praktek kehidupanbernegara dalam hukum, kesamaan terhadap kesempatan danjaminan akan hak-hak dan kewajiban asasi serta kebebasan fundamental manusia merupakan prinsip-prinsip materil demokrasi Pancasila.

c.      Aspek normatif.

Aspek normatif demokrasi Pancasila mengungkapkan seperangkat norma-norma yang menjadi pembimbing dan kreteriadalam mencapai tujuan kenegaraan. Seperangkat norma-norma tersebut harus dipatuhi dan dijunjung tinggi oleh manusia yang menjadi anggota pergaulan hidup bernegara, baik ia sebagai penguasa negara maupun ia sebagai warga negara biasa Dengan demikian seperangkat norma-norma itu merupakan aturan per-mainan dalam penyelenggaraan negara.

Dalam demokrasi Pancasila beberapa norma yang pentingdan harus ditonjolkan di sini ialah:

1). Persatuan dan solidarita, yang berarti adanya saling keter-bukaan antara penguasa negara dan warga negara, antara golongan dan golongan dan antara warga negara dan warga negara Saling keterbukaan ini memungkinkan adanya dialog yang mengarah pada pengintegrasian berbagai macam gagasan, pendapat dan buah pikiran. Integrasi tersebut dapat memperkokoh persatuan dan solidarita, dimana de-mokrasi Pancasila harus berpijak.

2) Keadilan,yang sebagaimana telah dikemukakan pada uraian terdahulu mempunyai arti" memberikan kepada ma-sing-masing apa yang telah menjadi haknya atau bagiannya. Dalam menyelenggarakan keadilan ini perlu diperhitungkan adanya kesamaan dan perbedaan antar manusia.Oleh karena itu perlu diperhatikan macam-macam keadilan pada uraian terdahulu, yaituseperti telah dikemukakan pada uraian terdahulu, yaitu: keadilan commutativa, distributiva, creativa, vindicativa, legalis dan protectiva. Seluruh keadilan ini dimaksudkanuntuk membatasi kekuasaan manusia terhadap manusia, mencegah tindakan sewenang-wenang dan menciptakan ketertiban dan perdamaian.

3). Kebenaran. Kebenaran adalah kesamaan antara gagasandan pernyataan dalam kata dan perbuatan, atau antara kepribadian dan pengakuannya Kebenaran dapat bertahan terhadap serangan -serangan atau tuduhan-tuduhan. Norma keadilan akan lebih berarti bagi manusia apabila dibarengi dengan norma kebenaran. Ketiga norma tersebut di atas ditambah dengan norma cinta, yaitu cinta kepada Bangsa, Tanah Air, Negara dan sesama warga negara dapat dituangkan ke dalam peraturan hukum positif dan menjadi 'aturan permainan" dalam melaksanakan demokrasi Pancasila,yang harus ditaati oleh siapapun.

d.     Aspek optatif

.Aspek optatif demokrasi Pancasila, mengetengahkan tujuan atau keinginan yang hendak dicapai, Adapun tujuan tersebut ada tiga, yaitu:

1)    Terciptanya Negara Hukum/Sebagaimana Dikehendaki Oleh UUD Negara.

Negara Hukum memiliki ciri-ciri:

(a)supremasi hukum, yaitu ketaatan kepada hukum atau 'Rule of law'" baik pemerintah maupun warga Negara biasa.

(b) kesamaan kedudukan warga negara dalam hukumatau ''equality before the law.

(c) asas legalitas, yaitu asas yang mengajarkan bahwa tiada seorangpun dapat dihukum kecuali atas dasar peraturan perundang-undangan yang telah ada.

(d) pembagian kekuasaan-kekuasaan politik secara faktual(d) pembagian kekuasaan-kekuasaan politik secara factual dan operasional dan menyerahkan masing-masing kekuasaan kepada badan-badan tertentu.

(e)prinsip bahwa hak-hak dan kewajiban-kewajiban asasi serta kebebasan fundamental merupakan kuasa daripada konstitusi atau UUD.

2) terciptanya Negara Kesejahteraan atau “welfare state” yaitu Negara yang berkewajiban menyelenggarakan kesejahteraan dan kemakmuran semua warganegaranya. Menurut paham ini negara wajib me mperhatikan sebesar-besarnya nasib warganegara masing-masing, memberikan kepastian hidup, ketenangan dan taraf hidup yang layak bagi kemanusiaan yang adil dan beradab.

3) terciptanya Negara Kesejahteraan atau welfare ur.negara yang berkewajiban membimbing, bukan menguasai, kebudayaan Nasional/Bimbingan kebudayaan ini berasas3). Terciptanya Megara Kebudayaan atau "culture state" yaituilabudayaan nasional sangat erat pertaliannya dengan sifat negara maka peningkatan kebudayaan, misalnya melalui pendidikan dalam arti luas, dengan sendirinya membawapada kemanusiaan yang adil dan beradab. Karena sifat ke-peningkatan daripada negara.

e.      Aspek organisasi.

Aspek organisasi sebagai wadah pelaksanaan demo krasi Pancasila dimaksud, dimana wadah tersebut harus cocok dengan tujuanAspek Organisasi demokrasi Pancasila mempersoalkanyang hendak dicapai Dalam hubungan ini dapat dibedakan antara:

1) organisasi sistem pemerintah atau lembaga-lembaga Negara

2) organisasi lembaga lembaga dan kekuatan-kekuatan social politik dalam masyarakat

Organisasi sistem pemerintahan atau lembaga-lembaga Negara dan organisasi lembaga lembaga dan kekuatan Sosial politik ini hanya dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan oleh karena keduanya merupakan dua sisi atau dua muka dari benda (hal) yang satu (yaitu demokrasi Pancasila)

Organisasi sistem pemerintahan dalam demokrasi Pancandapat diketemukan ditingkat Pusat atau Nasional dan ada pula diketemukan di tingkat Daerah dan lokal, yang kesemuanya telah diatur dan ditetapkan dalam UUD 1945. Pada bagian berikut dari tulisan ini akan diuraikan lebih lengkap organisasi sistem pemerintahan ini sebagai wujud pelaksanaan demokrasi Pancasila di bidang supra struktur dan infra struktur politik

f.       Aspek Kejiwaan.

Sekalipun aspek-spek yang disebutkan terdahulu teterumus dan tersusun dengan baik belum menjamin penyelenggaraan demo krasi Pancasila, manakala tidak disertai atau diperlengkapi dengan aspek kejiwaannya. Aspek kejiwaan demokrasi Pancasila ialah "semangat" seperti yang dipakai dalam penjelasan tentang UUD 1945, Umum IV, dalam kalimat sebagai berikut:

“Yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hidup negara ialah semangat garis bawah dari penulis), semangat para penyelenggara Negara, semangat para pemimpin pemerintahan."

Dalam jiwa Demokrasi Pancasila kita mengenal:

1)    Jiwa demokrasi Pancasila pasif, yaitu jiwa yang minta perlakuan secara demokrasi Pancasila sesuai dengan hak-hak warganegara dan manusia dalam persekutuan, golongan atau organisasi dan dalam masyarakat Negara.

2)    Jiwa demokrasi Pancasila aktif, yaitu jiwa yang mengan-dung kesediaan untuk memperlakukan pihak lain, sesama warganegara dan manusia dalam persekutuan, golongan atau organisasi-organisasi dan dalam masyarakat Negara sesuai dengan hak-hak yang diberikan oleh demokrasi Pancasila. Jiwa demo krasi Pancasila pasif dan aktif ini menghendaki warganegara-warganegara berkepribadian, yang disatu pihak berani menuntut hak-haknya, yang pada lain pihak memilki watak cukup untuk memberikan hak-hak atau memenuhi kewajiban. Di samping itu juga dikehendaki manusia yang adil dan beradab, dengan toleransi yang tinggi, tenggang menenggang serta saling menghormati.

3). Jiwa demokrasi Pancasila rasional, yaitu jiwa obyektif dan masuk akal tanpa meninggalkan jiwa kekeluargaan dalam pergaulan masyarakat Negara. Para fungsionaris dan warganegara dituntut bersikap obyektif rasional, berpegang pada norma-norma yang berlaku.

4)Jiwa pengabdian, yaitu kesediaan berkorban demi me-er.nusia masyarakat sekelilingnya dan masyarakat Negara.

B.    Pemilu, wujud budaya demokrasi di Indonesia

a.     Pengertian Pemilihan Umum

Pemilu disebut juga dengan Politikal Market (pasar politik). Pemilihan Umum disebut juga dengan "Political Market Dr. Indria Samego). Artinya bahwa pemilihan umum adalah pasar Politik tempat individu /masyarakat berinteraksi untuk melakukan konurak sosial (perianiian masyarakat) antara peserta pemilihan umum (partal politik) dengan pemilih (rakyát) yang memiliki hak pilih setelah terlebih dahulu melakukan serangkaian aktivitás pölitik yang meliputi kampanye, propaganda, iklan Politik melalui media massa cetak, audio (Radio) maupun audio visual (televisi) serta media lainnya seperti, spanduk, pamflet, selebaran bahkan komunikasi antar pribadi yang berbentuk face to face (tatap muka) atau lobby yang berisi penyampaian pesan mengenai program, platform, asas, ideologi serta janji-janji politik lainnya guna meyakinkan pemilih sehingga pada pencoblosan dapat menentukan piihanya  terhadap salah satu partai politik yang menjadi peserta pemilihan umum untuk mewakilinya dalam badan legislatif maupun eksekutif.

b.     Tujuan Pemilihan Umum

Menurut rumusan penjelasan UU No. 15 tahun 1969, tentang Pemilihan Umum, yang masih berlaku sampai tahun Pemilu 1997, disebutkan bahwa tujuan pemilu adalah “Dalam mewujudkan penyusunan tata kehidupan yang dijiwai semangat cita-cita Revolusi Kemerdekaan RI Proklamasi 17 Agustus 1945 sebagaimana tersebut dalam Pancasila dan UUD 1945, maka penyusunan tata kehidupan itu harus dilakukan dengan jalan Pemilihan Umum. Dengan demikian, diadakan pemilihan umum tidak sekedar memilih wakil-wakil rakyat untuk duduk dalam lembaga permusyawaratan/ perwakilan, dan juga tidak memilih wakil-wakil rakyat untuk menyusun negara baru, tetapi suatu pemilihan wakil-wakil rakyat oleh rakyat yang membawa isi hati nurani rakyat dalam melanjutkan perjuangan, mempertahankan dan mengembangkan kemerdekaan NKRI bersumber pada Proklamasi 17 Agustus 1945 guna memenuhi dan mengemban Amanat Penderitaan Rakyat. Pemilihan Umum adalah suatu alatudt yang penggunaannya tidak boleh mengakibatkan rusaknvaSendi-sendi demokroan hahkan menimbulkan hal-hal yang menderitakan tetapi harus meniamin suksesnya perjuangan orde baru, yaitu tetap tegaknya Pancasila dan dipertahankan UUD 1945".Makna yang tersimpul dalam tujuan pemilu di atas merupakan fundamenPELSanaan demokrasi di Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.Sedangkan tujuan Pemilihan Umum menurut Undang-Undang No. 12 tahun 2003, tentang Pemilihan Umum DPR, DPD dan DPRD adalah: "Pemilu diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah, Serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945".

Adapun Tujuan Pemilihan Umum menurut Undang-Undang No. 23, tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, yaitu :

"Pemilu Presiden dan Wakil presiden diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih Presiden dan Wakil presiden yang memperoleh dukungan yang kuat dari rakyat sehingga mampu menjalankan fungsi-fungsi kekuasaan pemerintah negara dalam rangka tercapainya tujuan nasional sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945".

Tujuan Pemilu adalah memilih wakil Rakyat, wakil daerah, membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan legitimasi dari Rakyat.

c.      Asas Pemilihan Umum

Mengenai asas pemilu di Indonesia dikenal ada beberapa asas pemilu ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Pemilu yang berlaku di Indonesia Asas-asas pemilu tersebut adalah meliputi:

1.     Asas pemilu menurut UU No. 15 tahun 1969, adalah sebagai berikut:

a.      Umum

Artinya semua WN yang telah berusia 17 tahun atau telah menikah berhak untuk ikut memilih dan telah berusia 21 tahun berhak di pilih

b.     Langsung

c.      Artinya rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya menurut hati nuraninya tanpa perantara dan tanpa tingkatan.

d.     Bebas

Artinya rakyat pemilih berhak memilih menurut hati nuraninya tanpa adanya pengaruh, tekanan atau paksaan dari siapapun/dengan apapun.

e.      Rahasia

Artinya rakyat pemilih di jamin oleh peraturan tidak akan diketahui oleh pihak siapapun dan dengan jalan apapun siapa yang dipilihnya atau kepada siapa suaranya diberikan (secret ballot)

 

2.     Asas Pemilu menurut UU No. 3 tahun 1999, adalah sebagai berikut:

Dalam UU No. 3 /1999, ini terdapat. rnenambahan dua asas pemilu yaitu:

Jujur dan Adil. Adapun lengkapnya adalah:

a.      Jujur

Dalam penyelenggaraan pemilu. penyelenggaraan pelaksana pemerintah dan partai politik peserta pemilu, pengawas dan pemantau pemilu, termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung

harus bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku.

b.     Adil

Dalam penyelenggaraan pemilu setiap pemilihan dan partai politik peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan pihak manapun.

c.      Langsung

Artinya rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya tanpa perantara.

d.     Umum

Artinya semua WN yang telah berusia 17 tahun atau telah menikah berhak untuk ikut memilih dan telah berusia 21 tahun berhak di pilih dengan tanpa ada diskriminasi (pengecualian).

f.       Bebas

Artinya rakyat pemilih berhak memilih menurut hati nuraninya tanpa adanya pengaruh, tekanan atau paksaan dari siapapun/dengan apapun.

g.     Rahasia

Artinya rakyat pemilih dijamin oleh peraturan tidak akan diketahui oleh pihak siapapun dan dengan jalan apapun siapa yang dipilihnya atau kepada siapa suaranya diberikan (secret ballot).

3.     Asas pemilu menurut UU No. 12 tahun 2003, tentang Pemilihan Umumanggota DPR, DPD dan DPRD. Dalam UU No. 12 /2003, asas pemilihan umum meliputi:

a.      Langsung

Artinya rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya tanpa perantara.

b.     Umum

Artinya semua WN yang telah berusia 17 tahun atau telah menikah berhak untuk ikut memilih dan telah berusia 21 tahun berhak di pilih dengan tanpa ada diskriminasi (pengecualian).

c.      Bebas

Artinya rakyat pemilih berhak memilih menurut hati nuraninya tanpa adanya pengaruh, tekanan atau paksaan dari siapapun/dengan apapun.

d.     Rahasia

Artinya rakyat pemilih di jamin oleh peraturan tidak akan diketahui oleh pihak siapapun dan dengan jalan apapun siapa yang dipilihnya kepada siapa suaranya diberikan (secret ballot)

e.      Jujur.

Dalam penyelenggara an pemilu, penyelenggaraan pelaksapemerintah dan partai politk peserta pemilu, pengawas dan pemantau tidak pemilu, termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat secaranglangsung, harus bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundaundangan yang berlaku.

f.       Adil

Dalam penyelenggaraan pemilu setiap pemilihan dan partai pokititpeserta pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas darikecurangan pihak manapun. Asas pemilu menurut UU No. 23 tahun 2003, tentang Pemilihan Umum.

 

4.     Asas pemilu menurut UU No.23 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Dalam UU No. 23 /2003, asas pemilihan umum meliputi:

a.      Langsung

Artinya rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsungmemberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya tampaperantara.

b.     Umum

Artinya semua WN yang telah berusia 17 tahun atau telah menikah berhak untuk ikut memilih dan telah berusia 21 tahun berhak di pilihdengan tanpa ada diskriminasi (pengecualian).

c.      Bebas

Artinya rakyat pemilih berhak memilih menurut hati nuraninya tampa adanya pengaruh, tekanan atau paksaan dari siapapun/dengan apapun.

d.     Rahasia

Artinya rakyat pemilih di jamin oleh peraturan tidak akan diketahui oleh pihak siapapun dan dengan jalan apapun siapa yang dipilihnyaatau kepada siapa suaranya diberikan (secret ballot).

 

e.      Jujur.

Dalam penyelenggaraan pemilu, penyelenggaraan pelaksana, pemerintah dan partai politik peserta pemilu, pengawas dan pemantau pemilu, termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung, harus bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Adil.Dalam penyelenggaraan pemilu setiap pemilihan dan partai politik peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas darikecurangan pihak manapun.

d.     Sistem Pemilihan Umum

Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokolk, yaitu:

1.     Single-Member Constituency (satu daerah pemilnan memilih aotsbiasanya disebut Sistem Distrilk).

2.     Multi-Member Constituency (satu daerah pernan memilih beberantwakil, biasanya dinamakan Proportional Kepreauballon atau perwakilanberimbang.

Secara umum sistem pemilihan umum dapat diklasifikasi dalam dua sistem yaitu:

1.     Sistem Distrik

Sistem ini merupakan sistem pemilihan yang panng tua dan didasarkan atas kesatuan geografis (yang biasanya disebut distrik karena kecilnya daerah yang diliputi) mempunyai satu wakil dalam dewan perwakilan rakyat. Untuk keperluan itu daerah pemilihan dibagi dalam sejumlah besar distrik dan jumlah wakil rakyat dalam dewan perwakilan rakyat ditentukan oleh jumlah distrik. Calon yang dalam satu distrik memperoleh suara yang terbanyak menang, sedangkan suara-suara yang ditujukan kepada calon-calon lain dalam distrik itu dianggap hilang dan tidak diperhitungkan lagi, bagaimana kecil pun selisih kekalahannya. Jadi, tidak ada sistem perwakilan berimbang. Misalnya, dalam distrik dengan jumlah suara 100.000, ada dua calon, yakni A dan B. Calon A memperoleh 60.000 dan B 40.000 suara, maka calon A memperoleh kemenangan, sedangkan jumlah suara 40.000 dari calon B dianggap hilang. Sistem pemilihan inidipakai di Inggris, Kanada, Amerika Serikat dan India.

Sistem "single-member constituency" mempunyai beberapa kelemahan:

Ø Sistem ini kurang memperhitungkan adanya partai-partai kecil dan golongan minoritas, apalagi jika golongan ini terpencar dalam beberapadistrik.

Ø Sistem ini kurang representatif dalam arti bahwa calon yang kalah dalam suatu distrik, kehilangan suara-suara yang telah mendukungnya. Hal ini berarti bahwa ada sejumlah suara yang tidak diperhitungkan sama sekali, dan kalau ada beberapa partai yang mengadu kekuatan, maka jumlah suara yang hilang dapat mencapaijumlah yang besar. Hal ini akan dianggap tidak adil oleh golongan-golongan yang merasa dirugikan.

Disamping kelemahan-kelemahan tersebut di atas ada banyak segi positifnya, yang oleh negara yang menganut sistem ini dianggap lebih menguntungkan dari pada sistem pemilihan lain:

a.      Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal oleh penduduk distrik, sehingga hubungannya dengan penduduk distrik lebih erat dengan demikian dia akan lebih terdong untuk memperjuangkan kepentingan distrik. Lagipula kedudukanya terhadap partainya akan lebih bebas, oleh karena dalam pemilihan semacam ini faktor personalitas dan kepribadian seseorang merupakan faktor yang penting

b.     Sistem ini lebih mendorong proses integrasi partai-partai politik karena kursi yang diperebutkan dalam setiap distrik pemilihan hanya satu. Hal ini akan mendorong partai-partai untuk menyisihkan perbedaan-perbedaan yang ada dan mengadakan kerjasama. Disamping dari kecenderungan untuk membentuk partai baru dapat sekedar dibendung. Sistem ini mendorong proses penyederhanaan partai tanpa diadakan paksaan. Maurice Duverger berpendapat bahwa dalam proses seperti Inggris dan Amerika, sistem ini telah memperkuat berlangsnsistem dwipartai.

c.      Berkurangnya partai dan meningkatnya kerjasama antara patatC.partai mempermudah terbentuknya pemerintah yang stabil danmempertingkat stabilitas nasional.

d.     Sistem ini sederhana dan murah untuk diselenggarakan.

 

2.     Sistem Perwakilan Berimbang

Sistem ini dimaksud untuk menghilangkan beberapa kelemahan dari sistem distrik. Gagasan pokok ialah bahwa jumlah kursi yang diperoleh oleh sesuatu golongan atau partai adalah sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya. Untuk keperluan ini ditentukan sesuatu perimbangan, misalnyal:400.000, yang berarti bahwa sejumlah pemilih tertentu (dalam hal ini 400.000 pemilih) mempunyai satu wakil dalam dewan perwakilan rakyat. Jumlah total anggota dewan perwakilan rakyat ditentukan atas dasar perimbangan (1:400.000) itu. Negara dianggap sebagai satu daerah pemilihan yang besar, akan tetapi untuk keperluan teknis administratif dibagi dalam beberapa daerah pemilihan yang besar (yang lebih besardari pada distrik dalam Sistem Distrik), di mana setiap daerah pemilihan pemilih sejumlah wakil sesuai dengan banyaknya penduduk dalam daerah pemilihan itu. Jumlah wakil dalam setiap daerah pemilihan ditentukan oleh jumlah pemilih dalam daerah pemilihan itu, dibagi dengan 400.000.

Dalam sistem ini setiap suara, dalam arti bahwa suara lebih yang diperoleh oleh suatu partai atau golongan dalam sesuatu daerah pemilihan dapat ditambahkan pada jumlah suara yang ditrima oleh partai atau golongan itu dalam daerah pemilihan lain, untuk menggenapkan jumlah suara yang diperlukan guna memperoleh kursi tambahan,

Sistem Perwakilan Berimbang ini sering dikombinasikan dengan beberapa prosedur lain antara lain dengan Sistem Daftar (List System), Dalam sistem Daftar setiap partai atau golongan mengajukan satu daftar calon dan si pemilih memilih salan sauu datar darinya dan dengan demikian memilih satu partai dengan semua calon yang diajukan oleh partai itu untuk bermacam-macam kursi yalng sedang direbutkan. Sistêm Perwakilan Berimbang dipakai di Negeri Belanda, Swedia, Belgia Indonesia tahun 1955 dan 1971 dan 1976

Dalam sistem ini ada beberapa kelemahan:

a.      Sistem ini mempermudah fragmentasi para dan timbrui.tai baru. Sistem ini tidak menjurus proses integrasi bermacam-macam golongan dalam masyarakat, mereka lebihIntegrasi bermacam.cenderungempertajam perbedaan-perbedaan yang ada dan kurang terdorong intuk mencari dan memanfaatkan persamapersamaan. Umumnya dianggap bahwa sistem ini mempunyai akibat memperbanyak Jumlah partai.

b.     Wakil yang terpilih merasa dirinya lebih teKat kepada partai dan kurang merasakan loyalitas kepada daeran yang telah memilihnya. Hal ini disebabkan oleh karena dianggap bahwa dalam pemilihan semacam ini partai lebih menonjol peranannya daripada kepribadian seseorang. Hal ini memperkuat kedudukan pimpinan partai.

c.      Banyaknya partai mempersulit terbentuknya pemerintah yang stabil,oleh karena umumnya harus mendasarkandiri atas koalisi dari dua partai atau lebih. Disamping kelemahan tersebut, sistem ini mempunyai satu keuntungan besar, yaitu bahwa dia bersifat representatif dalam arti bahwa setiap suara turut diperhitungkan dan praktis tidak ada suara yang hilang. Golongan-golongan bagaimana kecil pun dapat menempatkan wakilnya dalam badan perwakilan rakyat. Masyarakat yang heterogen sifatnya, umumnya lebih tertarik pada sistem ini, oleh karena dianggap lebih menguntungkan bagi masing-masing golongan.

 

e.      Sistem Pemilihan Umum di indonesia

Sistem pemilihan umum di Indonesia sejak pemilu pertama (1) tahun 1955 sampai dengan pemilu kesepuluh (10) tahun 2004  mengunakan lima (5) macam sistem pemilu, yaitu:

1.     Pada Pemilu Pertama tahun 1955, Indonesia menggunakan sistem proporsional yang tidak murni.

2.     Pemilu kedua tahun 1971, Indonesia menggunakan Sistem Perwakilan Berimbang dengan Stelsel Daftar.

3.     Pada Pemilu ketiga tahun 1977 s/d pemilu ke delapan tahun 1997, Indonesia menggunakan Sistem Proporsional.

4.     Pada Pemilu sembilan tahun 1998, Indonesia nenggunakan Sistem Prporsional berdasarkan Stelsel Daftar.

5.     Pada Pemilu ke sepuluh tahun 2004, Indonesia menggunakan SistemPerwakilan Proporsional".Pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2004, Indonesianenggunakan Sistem Distrik Berwakil Banyak.

 

C.   Rule of Law

1.     Pengertian Rule of Law

Negara hukum merupakan istilah yang meskipun kelihatan sederhana, namun mengandung muatan sejarah pemikiran yang relatif panjang. Negara hukum adalah istilah Indonesia yang terbentuk dari dua suku kata, negara" dan hukum. Padanan kata ini menunjukkan bentuk dan sifat yang saling isi mengisi antara negara di satu pihak dan hukum pada pihak yang lain. Tujuan negara adalah untuk memelihara ketertiban hukum (rechtsorde). Oleh karena itu, negara membutuhkan hukum dan sebaliknya pula hukum dijalankan dan ditegakkan melalui otoritas negara.

Ada beberapa istilah asing yang dipergunakan sebagai pengertian negara hukum, yakni rechtsstaat, rule of law, dan ctat de droit."Sepintasistilah ini mengandung makna sama," tetapi sebenarnya jika dikaji lebih jauh terdapat perbedaan-perbedaan yang signifikan. Bahkan, dalam perkembangan pemikiran konsep negara hukum, kedua istilah tersebut juga berkembang, baik secara teoretis-konseptual maupun dalam kerangka praktis-operasional.

Menurut Philipus M. Hadjon, konsep rechtsstaat lahir dari suatu perjuangan menentang absolutisme sehingga sifatnya revolusioner, sebaliknya konsep the rule of law berkembang secara evolusioner: Hal ini tampak baik dari isi maupun kriteria rechtsstaat dan rule of law itu sendiri. Konsep yang pertama bertumpu pada sistem hukun Eropa Kontinental yang biasa disebut civil law atau modern Roman-law sedangkan konsep yang terakhir bertumpu pada sistem hukum common law.

 Miríam Budiardjo dalam bukunya Dasar-dasar ilmu Politik menegaskan bahwa perkembangan ide demokrasi dapat dilihat dalam dua mainstreamn, pertama demokrasí pada negara hokum klasik; dan kedua, demokrasi pada negara hukun dinanis. Atau, meminjam istilah Nahtud MD, yang portuma sebagul negara hokum (demokrasi abad NIX), dan torakhir sebagai negara hukum materi(demokrasi abad XX).Muneumya keinginan untuk melakukan pemlbatasan yuridis tethadap kekuasaan, pada dasamya, dikarenakan politik kekuansaan yang conderung korup. Hal ini dikhawatirkan akan menfauhkan fungsi dan peran negam bagi kehidupan individu dan masyarakat, Atas dasar itu, terdapat keinginan yang besar agar dilakukan pembatasan kekuasaan semacam yuridis-normatil untuk menghindari penguasa yang despotik."

Di sinilah kemudian konstitusi menjadi penting artinya bagi kehidupan masyarnkat, Konstitusi lijadikan sebagai perwujudan hukum tertinggi yang harus lipatuhi oleh negara dan pejabat-pejabat pemerintah sekalipun, sesuai deng dalil, government by laws, not by men (pemerintahanberdasarkan hukum, bukan berdasarkan manusia).Dalam bukunya, Constitutional Government and Democracy:

Theory and Practice in Europe and America, Carl ]. Friedrich memperkenalkan sebuah istilah negara hukum denga nama rechtsstaat atau constitutional state. Sebagaimana dikutip Miriam Budiardjo, tokoh lainnya yang berperan dalam persitilahan rechtsstaat adalah Friedrich. Stahl Setidaknya, menurut Stahl, terdapat empat unsur berdirinya reechtsstaat, yaitu: (1) hak-hak manusia; (2) pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu; (3) pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan; dan (4) peradilan administrasi dalam perselisihan.

Albert Venn Dicey dalam magnum opus-nya, Introduction to the Law of the Constitution memperkenalkan istilah the rule of law yang secara sederhana diartikan dengan keteraturan hukum. Menurut Dicey, ada tiga unsur fundamental dalam rule of law, yaitu: (1) supremasi aturan-aturan hukum, tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang, dalam arti, seseorang hanya boleh dihukum kalau melanggar hukun; (2) kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum. Petunjuk ini berlaku baik bagi masyarakat biasa maupun para pejabat; dan (3) terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh undang-undang serta keputusan-keputusanpengadilan.Berdasarkan pandangan di atas, kelihatan bahwa negara tidak bersifat proaktif, melainkan pasif. Sikap negara yang demikian ini dikarenakan pada posisinya negara hanya menjalankan apa yang termaktub dalam konstitusi semata. Dengan kata lain, negara tidak lebih hanya sebatas nachtwüchterstaat (negara penjaga malam), atau meminjam istilahMiriam Budiardjo, "negara hukum klasik".Konsep negara hukum formal (klasik) mulai digugat menjelang pertengahan abad ke-20 tepatnya setelah Perang Dunia. Beberapa factor yang mendorong lahirnya kecaman atas negara hukum formal, yangpluralis liberal, seperti dikemukakan oleh Miriam Budiardjo, antara

Pengertian Rule of Law dan negara hukum pada hakikatnya sulit dipisahkan. Ada sementara pakar mendeskripsikan bahwa pengertian negara hukum dan Rule of Law itu hampir dapat dikatakan sama, namun terdapat pula sementara pakar menjelaskan bahwa meskipun antara negara hukum dan Rule of Law tidak dapat dipisakan namun masing-masing memiliki penekanan masing-masing. Menurut Philipus M. Hadjon misalnya bahwa negara hukum yang menurut istilah bahasa Belanda rechtsstaat lahir dari suatu perjuangan menentang absolutisme, yaitu dari kekuasaan raja yang sewenang-wenang untuk mewujudkan negara yang diwujudkan pada suatu peraturan perundang-undangan oleh karena itu dalam proses perkembanganya rechtsstaat itu lebih memiliki ciri yang revolusioner. Gerakan masyarakat yang menghendaki bahwa kekuasaan raja maupun penyelenggara negara harus dibatasi dan diatur melalui suatu peraturan perundang-undangan itulah yang sering di istilahkan dengan Rule of Law. Oleh karena itu menurut Hadjon Rule of Law lebih memiliki ciri yang evolusioner, sedangkan upaya untuk mewujudkan negara hukum atau rechts-saat lebih memiliki ciri yang revolusioner, misalnya gerakan revolusi prancis serta gerakan melawan absolutisme di Eropa lainya, baik dalam melawan kekuasaan raja maupun golongan teologis.

Oleh karena itu menurut Friedman, antara pengertian negara hukum atau rechtsstaat dan Rule of Law sebenarnya saling mengisi (Friedman 1960: 546). Oleh karena itu berdasarkan bentuknya sebenarnya Rule of Law adalah kekuasaan publik yang diatur secara legal. Oleh karena itu setiap organisasi atau persekutuan hidup dalam masyarakat termasuk negara mendasarkan pada Rule of Law. Berdasarkan pengertian tersebut maka setiap negara yang legal senantiasa menegakan Rule of Law. Dalam hubungan ini pengertian Rule of Law berdasarkan substansi atau isinya sangat berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu negara. Konsekuensinya setiap negara akan mengatakan mendasarkan pada Rule of Law dalam kehidupan kenegaraanya, meskipun negara tersebut adalah negara otoriter. Atas dasar alasan ini maka diakui bahwa sulit mengakui pengertian Rule of Law secara universal, karena setiap masyarakat melahirkan pengertian itupun secara berbeda pula(lihat Soegito, 2006:4) dalam hubungan ilmiah maka Rule of Law dalam hal munculnya bersifat endogen, artinya muncul dan berkembang dari satu masyarakat tertentu.

2.     Prinsip – prinsip Rule of Law

Sebagaimana dijelaskan di depan bahwa pengertian Rule of Law tidak dapat dipisahkan dengan pengertian negara hukum atau rechtsstaat. Meskipun demikian dalam negara yang mengangkut sistem Rule of Law harus memiliki prinsip-prinsip yang jelas, terutama dalam hubungan dengan realisasi Rule of Law itu sendiri. menurut Albert Venn Dicey dalam ”introduction to the Law of The Constitution memperkenal istilah the Rule of Law  yang secara sederhana diartikan sebagai suatu keteraturan hukum, menurut Dicey terdapat tiga unsur yang fundamental dalam Rule of Law, yaitu:

1.     Supremasi aturan-aturan hukum, tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang, dalam arti seseorang hanya boleh dihukum, jikalau memang melanggar hukum

2.     Kedudukan yang sama di muka hukum. Hal ini berlaku baik jika masyarakat biasa maupun pejabat negara

3.     Terjaminya hak-hak asasi manusia oleh undang-undang serta keputusan-keputusan pengadilan

Suatu hal yang harus diperhatikan bahwa jikalau dalam hubungan dengan negara hanya berdasarkan prinsip tersebut, maka negara terbatas dalam pengertian negara hukum formal, yaitu negara tidak bersifat proaktif melainkan pasif. Sikap negara yang demikian ini dikarenakan negara hanya menjalankan dan taat pada apa yang termaktub dalam konstitusi semata. Dengan perkataan lain negara tidak hanya sebagai ‘penjaga malam’ (nachtwachterstaat). Dalam pengertian seperti ini seakan-akan negara tidak berurusan dengan kesejahteraan rakyat. Setelah pertengahan abad ke-20 mulai bergeser, bahwa negara harus bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyatnya. Untuk itu negara tidak hanya sebagai ‘penjaga malam’ saja, melainkan harus aktif melaksanakan upaya-upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dengan cara mengatur kehidupan sosial-ekonomi.

Gagasan baru inilah yang kemudian dikenal dengan welvaartstaat, verzorgingsstaat, welfare state, social service state atau negara hukum materal.  Perkembangan baru inilah yang kemudian menjadi raison d’etre untuk melakukan revisi atau bahkan melengkapi pemikiran Dicey tentang negara hukum formal.

Dalam hubungan negara hukum ini organisasi pakar hukum internasional, international Comission of Jurists (IJC), secara intens melakukan kajian terhadap negara hukum dan unsur-unsur esensial yang terkandung di dalamnya. Dalam beberapa kali pertemuan ICJ di berbagai Negara seperti Athena(1955) di Delhi(1956) di Amerika Serikat (1957) di Rio de Jainero (1962) dan bangkok(1965) dihasilkan paradigma baru tentang negara hukum. Dalam hubungan ini kelihatan ada semangat bersama bahwa setiap negara hukum adalah sangat penting.yang menurut Wade adalah sebagai the Rule of Law is a phenomeon of a free society and the mark of it. IJC dalam kapasitasnya dalam forum intelaktual, juga menyadari bahwa yang terlebih penting lagi adalah bagaimana konep Rule of Law dapat diimplementasikan sesuai dengan  perkembangan kehidupan dalam masyarakat

BAB III
PENUTUP

 

A.   KESIMPULAN

Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang diwarnai atau-dijiwai oleh Pancasila, bahkan salah satu sila dari Pancasila,yaitu sila "Kerakyatan yang dipimpin oleh hiknah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan", merupakan perumusan yang singkat dari demokrasi Pancasila dimaksud) Dalam pada itu perlu diingat bahwa sila-sila dari Pancasila merupakan rangkaian kesatuan, yang tak terpisahkan, tapi tiap-tiap sila mengandung empat sila lainnya, dikualifikasikan oleh empat sila lainnya.

Pemilihan umum adalah pasar Politik tempat individu /masyarakat berinteraksi untuk melakukan konurak sosial (perianiian masyarakat) antara peserta pemilihan umum (partal politik) dengan pemilih (rakyát) yang memiliki hak pilih setelah terlebih dahulu melakukan serangkaian aktivitás pölitik yang meliputi kampanye, propaganda, iklan Politik melalui media massa cetak. Tujuan Pemilu adalah memilih wakil Rakyat, wakil daerah, membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan legitimasi dari Rakyat

Pengertian Rule of Law dan negara hukum pada hakikatnya sulit dipisahkan. Ada sementara pakar mendeskripsikan bahwa pengertian negara hukum dan Rule of Law itu hampir dapat dikatakan sama, namun terdapat pula sementara pakar menjelaskan bahwa meskipun antara negara hukum dan Rule of Law tidak dapat dipisakan namun masing-masing memiliki penekanan masing-masing

B.    SARAN

Kita sebagai generasi penerus bangsa seharusnya  melestarikan negara dan menjaga negara dan bangsa kita ini agar negara kita menjadi negara yang berdemokrasi secara baik

Jumlah kajian ilmu pendidikan tersebut masih belum memadai jika dibandingkan dengan jumlah kajian dan penelitian pendidikan yang berlangsung di bidang politik, sehingga secara konseptual teoritis, negara Indonesia sebagai sebuahnegri  masih jauh tertinggal jika dibandingkan dengan negara lain. Maka oleh sebab itu kita sebagai generasi peneruslah yang menjadi harapan bangsa ini.

DAFTAR PUSTAKA

 

Prof. Dr. H. Kaelan M.S. Pendidikan Kewarganegaraan untuk perguruan tinggi Yogyakarta : “Paradigma” Yogyakarta

Prof. Drs. S. Pamudji MPA Demokrasi Pancasila Dan Ketahanan Nasional Suatu Analisa di Bidang Politik dan Pemerintahan Jakarta: “Bina Aksara” Jakarta 1965

A.Rahman H.I Sistem Politik Indonesia Yogyakarta: GRAHA ILMU, candi Gebang Permai Blok R/6 Yogyakarta 55511 2007

Djoko Prakoso, S.H Peradilan In Absensia di Indonesia ”Ghalia Indonesia”  Jl Pramuka Raya 4 Tel Jakarta Timur 1985

Prof. Dr. Hazairin S.H ”Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia Dari UUD 1945 sampai dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002  Jakarta: Kencana Prenada Media Group 2007

Prof. Miriam Budiardjo ”Dasar-dasar Ilmu Politik” Jakarta:  PT Gramedia Pustaka Utama 2018

Prof . Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. Dr. Hafid Abbas ”Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia Dari UUD 1945 sampai dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002  Jakarta: Kencana Prenada Media Group 2007



[1] Disarikan dari Prof. Drs. Natonagoro.SH. Beberapa hal mengenai falsafah Pancasila, 1967

[2] Pidato Kenegradaan Presiden Soeharto Tanggal 16 Agustus 1967, termuat dalam  buku: Pandangan Presiden Soeharto tentang Pancasila, Yayasan Proklamasi, C.S.I.S, Jakarta, 1967.p. 59

[3] O. Notohamidjojo, Demokrasi Pancasila, Badan Penerbit Kristen, Jakarta, 1970, pp 34-35

[4] Misalnya Dirjen PUOD-DEPDAGRI, Otonomi Daerah, Naskah Ceramah pada KRA-XI Lemhannas, 1977, p.4 dan O. Notohamidjojo, op.cit, pp. 86-106

No comments:

Post a Comment