Monday, November 9, 2020

AKHLAK DALAM KEHIDUPAN SOSIAL KEMASYARAKATAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP

 

AKHLAK DALAM KEHIDUPAN SOSIAL KEMASYARAKATAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Agama islam yang diturunkan dan diridhoi oleh Allah SWT. dan diajarkan lewat Nabi Muhammad SAW mengajarkan penganutnya untuk mempunyai akhlak kepribadian yang baik. Di dalam Alqur’an dijelaskan bahwa setiap muslim harus memiliki akhlak yang baik kepada sesame manusia dana lam sekitar kita, seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, dalam Alqur’an terdapat ayat ”laqod k­­aana lakum fii rosulillaahi uswatun hasanah…” yang artinya sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik, ini menjelaskan bahwa kita umat muslim harus memiliki teladan yang baik seperti Rasulullah SAW.

Tidak  hanya menjaga hubungan dengan manusia lain, kita juga diharuskan menjaga hubungan kita dengan alam. Manusia adalah makhluk sosial, tidak bisa hidup sendiri, mereka butuh orang lain untuk berinteraksi dana lam untuk ditinggali. Maka dari itu kita harus memiliki akhlak untuk menjaga kelestarian alam ini.

B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana akhlak terhadap sesama muslim?

2.      Bagaimana akhlaka tethadap sesame non muslim?

3.      Apa akhlak dalam kehidupan sosial kemasyarakatan?

4.      Apa akhlak dalam pelestarian lingkungan hidup?

C.    Tujuan

1.      Mengetahui cara hidup bermasyarakat

2.      Mengetahui cara berakhlak dengan lingkungan

BAB II

PEMBAHASAN

Akhlak dalam sosial kemasyarakan dapat diartikan bagaimana hubungan kita dengan manusia lain, sebagai muslin kita tidak hanya dituntut untuk memiliki hubungan yang baik dengan Allah (habluminallah), tetapi juga kita harus memiliki hubungan baik dengan sesama manusia (habluminannas) baik sesama muslim atau non muslim.

A.    Akhlak Terhadap Sesama Muslim

Mengenai hubungan dengan sesama muslim, maka tidak terlepas dengan tetangga, famili atau kerabat, teman, rekan kerja maupun masyarakat muslim. Kewajiban seorang muslim terhadap muslim lainnya ada 6, sebagaimana yang diterangkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Abu Hurairah, yang artinya : “ Rasulullah bersabda: kewajiban seorang terhadap muslim ada 6. Sahabat bertanya “ apakah itu, wahai Rasulullah? Rasulullah bersabda : “ Apabila engkau berjumpa dengannya, maka ucapkan salam; apabila ia mengundang engkau, hendaklah engkau menepatinya; apabila ia meminta nasihat kepada engkau, engkau menasehatinya; apabila ia bersin kemudian ia mengucapkan hamdallah hendaklah engkau ucapkan tasymith ( yarhamukallah / yarhamukillah ); apabila ia sakit hendaklah engkau menjenguknya; dan apabila ia meninggal dunia hendaklah melayatnya dan mengantarkan kepemakamannya.[1]

Dari arti hadits diatas, dapat disimpulkan dengan jelas bahwa 6 kewajiban muslim kepada muslim lainnya yaitu:

1.      Mengucapkan Salam Ketika Berjumpa

Mengucapkan salam. Hukumnya adalah sunah muakad. Sebab salam merupakan sebab-sebab pemersatu orang Islam dan sebab timbulnya rasa cinta kasih sesamanya. Disunnahkan anak kecil memberikan salam kepada orang dewasa(tua), orang yang sedikit memberi salam kepada orang yang berjumlah lebih banyak dan orang yang mengendarai kendaraan memberi salam kepada orang yang berjalan.

2.      Memenuhi Undangannya

Apabila kamu diundang, maka hadirilah undangan itu. Artinya apabila kita diundang ke rumah orang yang mengundang kita maka datangilah. Karena mendatangi undangan tersebut hukumnya sunnah muakkad. Sebab hal tersebut dapat menjadikan pihak yang mengundang akan merasa senang dan mendatangkan rasa cinta kasih dan rasa persatuan diantara mereka.

3.      Menasihati jika Diminta

Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kepada hamba-hambanya yang beriman saling nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati dalam bersabar satu sama lainnya, sebagaimana yang ditegaskan dalam firman-Nya :


 “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. AlAshr : 1-3)

Sebagai seorang  muslim, maka ia mendapatkan tugas kewajiban untuk memberikan nasihat kepada sesama muslim lainnya, demikian pula sebaliknya. Dimana nasihat tersebut merupakan kewajiban amar ma’ruf dan nahi munkar. Setiap muslim yang merasa memiliki persaudaraan dengan muslim lainnya tentunya mempunyai tanggung jawab untuk tidak membiarkan saudaranya berada dalam kemunkaran. Setiap muslim mempunyai tanggung jawab kepada saudara lainnya untuk melakukan perbuatan yang ma’ruf dengan mengajak mereka mengerjakan hal-hal yang baik dan positif. Sehingga dengan ajakan dan nasihat tersebut terjauhilah perkara-perkara yang munkar, dan niscaya kemaslahatan dunia dan akhiratlah yang akan mereka peroleh.

4.      Mengucap Tasymith jika Bersin, Lalu Ia Mengucap Hamdallah

Bagi orang muslim yang mendengar saudara muslimnya bersin dan mengucapkan Alhamdulillah, maka disyariatkan baginya untuk mengucapkan tasymit kepadanya. Bertasymit kepada orang yang bersin adalah dengan mengucapkan kepada orang yang bersin, "Yarhamukallah". (Lihat Syarh Nawawi 'Ala Muslim, hadits no. 3848). Dan maksud utama dari kalimat tasymit adalah mendoakan kebaikan untuk orang yang bersin dan dia memuji Allah. Jika tidak memuji Allah maka tidak dibacakan tasymit kepadanya.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Apabila salah seorang kamu bersin, hendaknya ia mengucapkan: Al-Hamdulillah. Dan hendaknya saudaranya atau sahabatnya mengucapkan kepadanya: Yarhamukallah. Maka apabila ia mengucapkan yarhamukallah kepadanya, hendaknya ia mengucapkan: Yahdikumullah wa Yuslihu Baalakum. (HR. al-Bukhari no. 5756).

5.      Menjenguknya Bila Ia Sakit

Hukum menjenguk orang sakit adalah fardhu kifayah. Artinya, bila ada sebagian orang yang melakukannya maka gugur kewajiban dari yang lain. Bila tidak ada seorang pun yang melakukannya, maka wajib bagi orang yang mengetahui keberadaan si sakit untuk menjenguknya.

Kemudian yang perlu diketahui, orang sakit yang dituntunkan untuk dijenguk adalah yang terbaring di rumahnya (atau di rumah sakit) dan tidak keluar darinya. Adapun orang yang menderita sakit yang ringan, yang tidak menghalanginya untuk keluar dari rumah dan bergaul dengan orang-orang, maka tidak perlu dijenguk. Namun bagi orang yang mengetahui sakitnya hendaknya menanyakan keadaannya.

Demikian penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin t dalam kitabnya Syarhu Riyadhish Shalihin (3/55). Keutamaan yang besar dijanjikan bagi seorang muslim yang menjenguk saudaranya yang sakit seperti ditunjukkan dalam hadits-hadits berikut ini: Tsauban z mengabarkan dari Nabi, sabda beliau: “Sesungguhnya seorang muslim bila menjenguk saudaranya sesama muslim maka ia terus menerus berada di khurfatil jannah hingga ia pulang (kembali).” (HR. Muslim no. 6498)

6.      Melayat dan Mengatarkan Jenazahnya Sampai ke Pemakaman Jika Meninggal Dunia

Melayat ahli mayat (keluarga mayat) itu sunat dalam tiga hari sesudah ia meninggal dunia, yang lebih ialah sebelum dikuburkan. Yang dimaksud dalam melayat itu ialah untuk menganjurkan ahli mayat (keluarga mayat) supaya sabar, jangan berkeluh-kesah, mendo’akan mayat supaya mendapat ampunan, dan juga supaya malapetaka itu berganti dengan kebaikan. Sabda Rasulullah Saw:

Dari Usamah, Ia berkata, “Seorang anak perempuan Rasulullah Saw. telah memanggil beliau serta memberitahukan bahwa anaknya dalam keadaan hamper mati, Rasulullah Saw. berkata kepada utusan itu, ‘kembalilah engkau kepadanya, dan katakana bahwa segala yang diambil dan yang diberikan – bahkan apa pun – kepunyaan Allah. Dialah yang menentukan ajalnya, maka surulah ia sabar serta tunduk kepada perintah’.”(HR. Bukhari dan Mushlim).

Akhlak terpuji seorang muslim terhadap saudaranya sesama muslim lainnya meliputi mencintai saudaranya sesama muslim, mencintai karena allah, tolong menolong, membantu saudara yang kesulitan menutupi aib saudaranya sesama muslim, saling menyanyangi satu sama lainnya. mendoakan kebaikan, saling berjabatan tangan ketika bertemu, ramah tamah dan rendah hati, mendahulukan kepentingan saudaranya daripada kepentingan sendiri berprasangka baik.

B.     Akhlak Terhadap Non Muslim

Didalam al-Qur’an terdapat beberapa teks yang mendukung sikap positif, netral, maupun negatif terhadap pemeluk agama lain.

1.      Sikap Positif

Ada ayat Al-Qur’an yang menyiratkan bahwa ajaran agama –agama pada dasarnya sama dan bahwa kaum muslimin seharusnya tidak membeda-bedakan ajaran para Rasul, yakni surat An-Nahl : 36


 ”Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).

Demikian pula surat Al-Baqarah : 285


: “Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat". (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali".

    Dinyatakan pula dalam surat Al-Hajj : 40 mengenai tempat-tempat ibadah dari agama-agama yang berbeda-beda, banyak disebut nama Allah


 “(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah". Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa”.

Yaitu, orang-orang yang terpaksa keluar meninggalkan kampung halaman mereka, bukan karena sesuatu (kesalahan) yang mereka perbuat selain karena mereka memeluk agama Islam dan mengatakan, “Tuhan kami adalah Allah semata.” Seandainya bukan karena ketetapan yang sudah Allah syariatkan, untuk menolak kezhaliman yang mengambil manfaat darinya oleh setiap pengikut agama yang diturunkan dan menolak kebatilan dengan jihad yang dizinkan pastilah kebenaran akan terpecundangi pada setiap ummat, dan tentulah bumi akan rusak, dan robohlah tempat-tempat ibadah di muka bumi, seperti biara-biara para rahib, gereja-gereja umat Nasrani dan tempat-tempat penyembahan kaum Yahudi, serta masjid-masjid yang kaum Muslimin mengerjakan shalat di dalamnya dan mengingat Nama Allah di sana dengan sebanyak-banyaknya. Barangsiapa bersungguh-sungguh untuk membela agama Allah, maka sesungguhnya Allah menjadi penolongnya terhadap musuhnya. Sesungguhnya Allah Mahakuat, tidak terkalahkan, lagi Mahaperkasa, yang tidak dapat terjamah; Dia telah menundukkan semua makhluk dan menggenggam ubun-ubun mereka.

2.      Sikap Netral

Pernyataan  yang netral seperti pernyatan bahwa masing-mansing akan berbuat sesuai dengan apa yang sesuai dengannya, bahwa masi ng-masing mendapatkan balasan sesuai dengan agamanya dan bahwa bentuk lahiriah agama rasul-rasul Alloh dapat berbeda-beda. Hal demikian dilukiskan dalam firman-Nya:

 Katakanlah, “Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing, Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya. ( Surat Al-Isra’:48 ). Dan surat Al-Kafirun:1-6 yang juga mengajarkan tentang prinsip toleransi-toleransi beragama.Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku. ( Surat Al-Kafirun: 6 ).

3.      Sikap Negatif

Dalam Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa kita tidak boleh memerangi orang-orang kafir, Allah berfirman dalam surat Al-Mumtahanah ayat 8

Hasil gambar untuk qs al mumtahanah ayat 8

Artinya : “Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”.

Tetapi dalam Al-Qur’an juga dijelaskan bahwa kita tidak boleh memberikan wala’. Artinya kita dilarang memberikan loyalitas, kesetiaan, kecintaan serta menjadikan non muslim sebagai pemimpin, pelindung, dan penolong bagi umat muslim, karena dikhawatirkan akan merusak aqidah umat muslim. Namun ada golongan yang wajib diperangi, yakni “kafir harbi”. Mereka adalah orang-orang kafir yang memerangi kaum muslim, dalam surat Al-Baqarah dijelaskan :


 “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir” (QS. Al-Baqarah (2):190-191).[2]

C.    Tanggung Jawab Muslim Terhadap Kehidupan Sosial

Menjadi seorang muslim harus siap meleburkan diri untuk hidup dimasyarakat. Seorang muslim tidak hidup untuk dirinya sendiri, ada tanggung jawab sosial yang harus diemban, contohnya antara lain ; berkelakuan baik, tolong menolong, saling berbagi, bersedekah dan masih banyak lagi.

Dalam tanggung jawab sosial, seseorang (secara moral) harus mampu mempertanggung-jawabkan perbuatannya terhadap masyarakat apabila melakukan perbuatan tercela. Tanggung jawab sosial ini diiringi norma-norma sosial, karenanya rasa malu dalam diri seseorang dapat memperkuat tanggung jawab sosialnya.

Buchari Alma (2001), menyebutkan karakteristik tanggung jawab pekerjaan ialah hasil pekerjaan barang atau jasa perlu dijaga mutunya supaya jangan sampai mengecewakan konsumen. Untuk menghasilkan produk bermutu tinggi, perlu peningkatan kualitas pekerjanya itu sendiri, karena ia merupakan pelaku utama dalam menghasilkan produk bermutu.

Artinya, dalam lapangan pekerjaan, produk barang bermutu dan pekerja yang memiliki SDM tinggi merupakan hal yang tak dapat dipisahkan. Lebih jauh lagi, pekerja berkualitas adalah pekerja yang beriman dan bertakwa, berbudi pekerti luhur, penuh dedikasi dan tanggung jawab, sehat jasmani dan rohani serta memiliki keterampilan (skill) dalam bidang garapannya.

D.    Tanggung Jawab Muslim Terhadap Lingkungan

Manusia hidup di tengah-tengah lingkungan alam dan sosial. Kedua macam lingkungan tersebut akan banyak mempengaruhi kualitas hidup manusia yang bersangkutan. Hidup manusia hampir selalu berhubungan langsung dan tergantung pada kondisi lingkungannya. Seperti kita maklumi, dalam tubuh manusia tersimpang unsur-unsur kimia, seperti oksigen (65 %), karbon (18 %), hidrogen (10 %), nitrogen (3,3 %), kalsium (1,5 %), fosfor (1 %), ada beberapa unsur kimia lainnya.Di lingkungan alam ini, terdapat bermacam-macam lingkaran (siklus) tanpa ujung pangkal sampai saat kiamat. Di udara terdapat bermacam-macam unsur kimia, seperti karbon dioksida (CO2) oksigen (O2), dan lain-lain yang mengalami perubahan dengan unsur-unsur kimia lainnya dalam bumi untuk menjadi makanan manusia dan hewan. Bersama dengan kotoran dan bangkai/mayat manusia, semua itu dilepas kembali menjadi unsur-unsur semula kedalam udara. Allah berfirman: 

 "Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi keduanya dahulu menyatu kemudian kami pisahkan antara keduanya; dan  kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air; maka mengapa mereka tidak beriman?" (QS. Al-Anbiya: 30).

Apabila ditelusuri siklus tersebut, dapat digambarkan sebagai berikut: Cahaya matahari ditangkap tumbuhan hijau yang mengubah energi cahaya menjadi energi kimia. Proses perubahan ini (sesuai dengan sunatullah) menggunakan air dan karbon dioksida serta diolah dalam zat hijau daun (klorofil). Tumbuh-tumbuhan yang memuat energi kimia dimakan hewan (pemakan tumbuh-tumbuhan), kambing, sapi, kerbau dan lain-lainnya. Energi kimia pindah dari tumbuh-tumbuhan ke jasad hewan, kemudian pada gilirannya dimakan manusia. Dengan demikian, energi kimia pindah ke manusia dan menghasilkan kegiatan hidup manusia. Jika manusia meninggal, maka jasadnya kembali ke bumi dan energi kimianya kembali ke alam untuk bersiklus kembali. Allah berfirman:

 “ Darinya (tanah) itulah kami menciptakan kamu dan kepadanyalah kami akan mengembalikan kamu dan dari sanalah kami akan mengeluarkan kamu pada waktu yang lain”. (QS. Thoha: 55)

Kehidupan manusia dipengaruhi lingkungan alam dan lingkungan sosial. Karena itu, dalam kehidupannya ia bergantung kepada Tuhan dan lingkungan sekitar. Hal ini sebagaimana di jelaskan sejak pertama al-Qur'an diperkenalkan Tuhan, sekaligus memperkenalkan manusia sebagai makhluk hidup yang berketergantungan. Dijelaskan dalam surat Ar-Rum ayat 40-41 

” Allah yang menciptakan kamu, kemudian menghidupkanmu (kembali). Adakah diantara mereka yang kamu sekutukan dengan Allah itu yang dapat berbuat sesuatu yang demikian itu? Maha suci dia dan maha tinggi dari apa yang mereka persekutukan”. “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Pada Q.S. Ar Rum ayat 41 – 42 menerangkan bahwa Allah SWT menciptakan alam semesta dan segala isinya adalah untuk dimanfaatkan oleh manusia demi kesejahteraan hidup dan kemakmurannya. Manusia diangkat sebagai khalifah di bumi yang diamanati agar menjaga kelestarian alam jangan sampai rusak.  Manusia diperbolehkan menggali kekayaan alam, mengolahnya, dan memanfaatkan sebagai bekal beribadah kepada Allah dan beramal soleh. Namun kenyataannya karena manusia mempunyai sifat tamak, rakus, (yang berlebihan ) sehingga penggalian alam itu tak terkendalikan  yang berdampak menjadi bencana alam, seperti tanah longsor, banjir, alam menjadi tandus, kekeringan, alam menjadi gersang, dan udara tercemar dan lain sebagainya. Kerusakan alam itu akan berakibat pula kesengsaraan pada diri manusia itu sendiri.

Adapun dalam surat Al-A’raf ayat 56-58

 “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdo’alah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan. Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa kabar gembira, mendahului kedatangan rahmat-Nya (hujan), sehingga apabila angin itu membawa awan mendung, kamu halau ke suatu daerah yang tandus, lalu kami turunkan hujan di daerah itu. Kemudian kami tumbuhkan dengan hujan itu buah-buahan. Seperti itulah kami membangkitkan orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan izin tuhan, dan tanah yang buruk, tanaman-tanamannya tumbuh merana. Demikianlah kami menjelaskan berulang-ulang tanda-tanda (kebesaran kami) bagi orang-orang yang bersyukur”.

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Sebagai muslim kita harus menjadi seorang teladan yang baik, seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW. Kita tidak hanya dituntut untuk memiliki hubungan baik dengan Allah SWT tetapi juga dengan sesama manusia baik yang muslim maupun non muslim, kita dilarang memerangi orang-orang yang berkeyakinan berbeda dengan kita, kecuali jika mereka yang memerangi kita terlebih dahulu. Kita juga wajib menjaga lingkungan kita, manusia memang memiliki sifar serakah pada hakikatnya, namun kita dapat saling mengingatkan satu sama lain agar lingkungan kita tetap terjaga kelestariannya. Karena dengan jelas Allah melarang kita melakukan kerusakan di muka Bumi.

B.     Saran

Sebaiknya kita sebagai muslim yang baik dapat memahami bagaimana akhlak kita terhadap Tuhan, sesama manusia, dan lingkungan. Karena jika bukan kita yang menjaga lingkungan kita maka siapa lagi yang akan menjaganya?

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Yatimin. 2007. Studi Akhlak dalam Perspektif Islam. Jakarta: Sinar Grafika Offset

Djatnika, Rachmat.1996.Sistem Etika Islam ( Akhlak Mulia ).jakarta : Pustaka Panjimas.

http://city-selatiga.blogspot.com/2012/05/tanggung-jawab-umat-islam-terhadap.html

https://lingkunganindah.wordpress.com/2012/04/05/43/

 

 

 

 



[1] Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2007), hlm.20.

[2] Rachmat Djanika, Sistem Etika Islam Akhlak Mulia, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1996), hlm.199.

No comments:

Post a Comment