MANAJEMEN DAN PENILAIAN KINERJA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Sebagai
salah satu cabang ilmu social, teori dan penerapan ilmu manajemen telah
menyentuh keselurh jenis organisasi dan seluruh aspek kehidupan, dari yang sifatnya pribadi hingga Negara.[1]
Manajemen biasanya diartikan sebagai proses mencapai hasil melalui dan dengan
orang lain dengan memaksimumkan pendayagunaan sumber daya yang tersedia.[2]
Manajemen merupakan suatu proses
yang sangat dibutuhkan dalam dunia perusahan, karena dalam proses manajemen
terdapat langkah-langkah atau tahapan dalam mencapai tujuan perusahaan sehingga
dapat mencapai tujuan tersebut secara efektif dan efisien.
Selain proses manajemen yang perlu
diperhatikan dalam sebuah instansi atau organisasi, kinerja dalam sebuah
instansi juga perlu diperhatikan. Karena, kinerja merupakan hasil kerja dan
juga penilaian atas kerja seseorang yang berkecimpung dalam dunia kerja sebuah
instansi. Oleh karenanya, kinerja juga membutuhkan manajemen, agar hasil yang diperoleh
atau kinerja dari para pekerja atau karyawan dapat mencapai hasil yang
ditujukan oleh perusahaan.
Saat ini
perusahaan menghadapi banyak tantangan dari lingkungan. Perubahan-perubahan
terjadi begitu cepat dan kadang-kadang tidak dapat diduga. Perubahan-perubahan
ini antara lain dalam bidang ekonomi, teknologi, pasar dan persaingan.
Perubahan ini mengharuskan perusahaan untuk mengubah semua kebiasaan yang sudah
dilakukan selama ini untuk menghadapi tingkat persaingan yang tinggi dan untuk
mencapai sasaran yang diinginkan. Untuk itu diperlukan suatu pendekatan baru
dalam mengevaluasi kinerja karyawan yang dikenal dengan Manajemen Kinerja
(Performance Management).
Melaksanakan manajemen kinerja akan
memberikan manfaat bagi organisasi, tim, dan individu. Manajemen kinerja
mendukung tujuan menyeluruh organisasi dengan mengaitkan pekerjaan dari setiap
pekerja dan manajer pada keseluruhan unit kerjanya.
1.2. Rumusan
Masalah
a.
Apa pengertian penilaian kinerja?
b.
Apa saja kriteria pekerjaan dan
standar kinerja?
c.
Apa fungsi atau kegunaan penilaian
kinerja?
d.
siapa pelaku penilaian dan apa yang
dimaksud dengan penilaian multi sumber?
1.3. Tujuan
Penulisan Makalah
a.
Agar mampu memahami pengertian
penilaian kinerja
b. Agar mampu
memahami kriteria pekerjaan dan standar kinerja
c. Agar mampu
memahami fungsi atau kegunaan penilaian kinerja
d. Agar
mengetahui siapa pelaku penilaian dan apa yang dimaksud dengan penilaian multi
sumber.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Penilaian Kerja
Kinerja
merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas
atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat dan tingkat kemampuan
tertentu. Kesediaan dan ketrampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk
mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan
dan bagaimana mengerjakannya. Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan
setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan
perannya dalam perusahaan. Kinerja karyawan merupakan suatu hal yang sangat
penting dalam upaya perusahaan untuk mencapai tujuannya.
Salah
satu cara yang dapat digunakan untuk melihat perkembangan perusahaan adalah
dengan cara melihat hasil penilaian kinerja. Sasaran yang menjadi objek
penilaian kerja adalah kecakapan, kemampuan karyawan dalam melaksanakan suatu
pekerjaan atau tugas yang dievaluasi dengan menggunakan tolak ukur tertentu
secara objektif dan dilakukan secara berkala. Dari hasil penilaian dapat
dilihat kinerja perusahaan yang dicerminkan oleh kinerja karyawan dengan hasil
kerja konkret yang dapat diamati dan dapat diukur.
Penilaian
kerja mengacu suatu sistem formal dan terstruktur yang digunakan untuk
mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan,
perilaku, dan hasil, termasuk tingkat ketidak hadiran. Dalam praktiknya istilah
penilaian kerja (performance appraisal) dan evaluasi kinerja kerja (performance
evaluation) dapat digunakan secara bergantian atau bersamaan karena pada
dasarnya mempunyai maksud yang sama.
Penilaian pekerja digunakan perusahaan untuk menilai kinerja karyawannya
atau mengevaluasi hasil pekerjaan karyawan.
Apabila
penilaian kinerja dilakukan dengan benar, para karyawan, para penyedia,
departemen SDM dan akhirnya perusahaan akan diuntungkan dengan adanya kepastian
bahwa upaya-upaya individu memberikan kontribusi kepada fokus strategi
perusahaan. Selainitu, penilaian kinerja
diartikan pula sebagai sebuah mekanisme yang baik untuk mengendalikan karyawan.
Dari
beberapa pengertian diatas terdapat perbedaan yang mendasar tentang penilaian
kinerja. Ada pengertian yang mengatakan memposisikan karyawan pada sub ordinat
dan dikendalikan, sebaliknya ada pemahaman bahwa karyawan dianggap sebagai
factor produksi yang harus dimanfaatkan secara produktif. Sedangkan pada pengertian bahwa karyawan di posisikan sebagai asset utama perusahaan, karyawan
harus dipelihara dengan baik dan diberikan kesepakatan berkembang.
Sebagai
karyawan tentunya menginginkan adanya umpan balik mengenai prestasi mereka
sebagai suatu tuntunan untuk prilaku di kemudian hari. Tuntunan ini terutama
diinginkan oleh para karyawan baru yang sedang berusaha memahami tugas dan
melaksanakan kewajiban di lingkungan kerja mereka. Sementara itu para
supervisor atau manajer memerlukan penilaian prestasi kerja untuk menentukan
apa yang harus dilakukan. Kinerja karyawan mereka dibandingkan dengan
standar-standar yang telah ditentukan sehingga dengan demikian mereka dapat
menuntut hasil-hasil yang diinginkan serta mengambil tindakan-tindakan korektif
terhadap kinerja yang kurang.
Instrument
penilaian kinerja dapat digunakan untuk mereview kinerja, peringkat kinerja,
penilaian kinerja, penilaian karyawan, dan sekaligus evaluasi karyawan sehingga
dapat diketahui mana karyawan yang mampu melaksan akan pekerjaan secara baik,
efisien, efektif, dan produktif sesuai dengan tujuan perusahaan.
Sementara
itu, departemen SDM dapat menggunakan informasi yang diperoleh dari penilaian
kinerja karyawan. Pola yang dapat dilihat dari hasil-hasil penilaian kinerja
memberikan umpan balik tentang keberhasilan rekruitmen, seleksi karyawan,
penempatan karyawan pelatihan dan lain-lain yang berkaitan dengan SDM.
Penilaian-penilaian informal sehari-hari yang dilakukan para supervisor atau
manajer atas karyawan-karyawan mereka biasa belum cukup, sehingga mereka
memerlukan penilaian-penilaian yang formal dan sistematis untuk dapat membantu
para manajer atau departemen SDM mengambil keputusan untuk penggajian, upah,
penempatan, dan keputusan lainnya.[3]
2.2.
Kriteria Pekerjaan dan Standar Kinerja
Menurut Muchtar Luthfi dari Universitas
Riau, seseorang disebut memiliki profesi
bila ia memenuhi delapan criteria dan selanjutnya ditambah dua criteria lainnya
oleh Finn sebagai berikut :
1. Profesi
harus mengandung keahlian
Artinya,
suatu profesi itu mesti ditandai oleh suatu keahlian yang khusus untuk profesi
itu. Keahlian itu tidak dimiliki oleh profesi lain. Keahlian itu diperoleh
dengan cara mempelajarinya secara khusus. Dan perlu digaris bawahi profesi
bukan diwarisi.
2. Profesi
dipilih karena panggilan hidup dan dijalani sepenuh waktu
Artinya,
profesi dipilih karena dirasakan sebagai kewajiban, sepenuh waktu yang artinya
dijalani dalam jangka yang panjang bahkan seumur hidup bukan part time,
melainkan full time. Bukan dilakukan sebagai pekerjaan sambilan atau pekerjaan
sementara yang akan ditinggalkan bila ditemukan pekerjaan lain yang dirasakan
lebih menguntungkan.
3.
Profesi memiliki
teori-teori yang baku secara universal
Artinya,
profesi itu dijalani menurut aturan yang jelas, dikenal umum, teorinya terbuka.
Secara universal pegangannya itu diakui
4. Profesi
adalah untuk masyarakat, bukan untuk diri sendiri
Maksudnya
ialah profesi itu merupakan alat dalam mengabdikan diri kepada masyarakat, bukan untuk kepentingan diri sendiri seperti
untuk mengumpulkan uang atau mengejar kedudukan.
5. Profesi
harus dilengkapi dengan kecakapan diagnostic dan kompetensi aplikasi
Kompetensi
dan kecakapan itu diperlukan untuk meyakinkan peran profesi itu terhadap
kliennya. Kecakapan diagnostic sudah jelas kelihatan pada profesi kedokteran,
akan tetapi, kadang kala ada profesi yang kurang jelas kecakapan
diagnostiknya. Ini tentu disebabkan oleh
belum berkembangnya teori dalam profesi itu. Kompetensi aplikatif adalah kewenangan
menggunakan teori-teori yang ada dalam keahliannya. Penggunaan itu harus
didahului oleh diagnosis. Seseorang yang tidak mampu mendiagnosis tentu tidak
berwenang melakukan apa-apa terhadap kliennya.
6.
Pemegang profesi
memiliki otonomi dalam melakukan tugas profesinya
Otonomi
ini hanya dapat dan boleh diuji atau dinilai oleh rekan-rekan seprofesinya.
Tegasnya, tidak boleh semua orang berbicara dalam semua bidang yang bukan
keahliannya.
7. Profesi
mempunyai kode etik, disebut kode etik profesi
Gunanya
ialah untuk dijadikan pedoman dalam melakukan tugas profesi. Kode etik itu akan
bermanfaat bila tidak diakui oleh pemegang profesi dan masyarakat.
8. Profesi
harus mempunyai klien yang jelas, yaitu orang yang membutuhkan layanan
Klien
disini maksudnya ialah pemakai jasa profesi atau disebut pelanggan. Contoh
pemakai profesi kedokteran adalah orang sakit atau orang yang tidak ingin
sakit. Klien guru adalah murid, klien tukang las adalah pemilik barang yang
perlu dilas. Demikian selanjutnya.
9.
Profesi
memerlukan organisasi profesi yang kuat
Gunanya
adalah untuk keperluan meningkatkan mutu dan memperkuat profesi itu sendiri.
10. Profesi
harus mengenali dengan jelas hubungannya dengan profesi lain
Pengenalan
ini terutama diperlukan karena adakalanya suatu garapan melibatkan lebih dari
satu profesi dan bahkan sebenarnya tidak ada aspek kehidupan yang hanya
ditangani oleh satu profesi saja. Misalnya, profesi pengobatan bersangkutan
erat dengan masalah-masalah kemasyarakatan, ekonomi, agama bahkan politik.[4]
Minimal sebuah standar kinerja, harus
berisi dua jenis informasi dasar tentang apa yang harus dilakukan dan seberapa
baik harus melakukannya. Standar kinerja merupakan identifikasi tugas
pekerjaan, kewajiban, dan elemen kritis yang menggambarkan apa yang harus
dilakukan. Standar kinerja terfokus pada seberapa baik tugas dilaksanakan.
Agar berdayaguna, setiap
standar/criteria harus dinyatakan secara cukup jelas sehingga manajer dan
bawahan atau kelompok kerja mengetahui apa yang diharapkan dan apakah telah
tercapai atau tidak. Standar haruslah dinyatakan secara tertulis dalam upaya
menggambarkan kinerja yang sungguh-sungguh memuaskan untuk tugas yang kritis
maupun yang tidak kritis.
Hal ini dikarenakan bahwa tugas
pekerjaan dan standar kinerja saling berkaitan, adalah praktik yang lazim
mengembangkannya pada waktu yang bersamaan. Apapun metode analisis pekerjaan
yang digunakan haruslah memperhitungkan aspek kuantitatif kinerja. Lebih
lanjut, setiap standar harus menunjuk pada aspek spesifik pekerjaan.
Tampaknya lebih mudah mengukur kinerja
terhadap standar yang dapat digambarkan dalam istilah kuantitatif. Sungguh pun
demikian, pekerjaan manajerial memiliki sebuah komponen tambahan. Yaitu,
disamping hasil yang merefleksikan kinerja manajer itu sendiri, hasil yang
lainnya mencerminkan kinerja unit organisasional yang menjadi tanggung jawab
manajer bersangkutan.
1.
Setelah
diketahui secara rinci uraian sistematis tentang tanggung jawab dan operasi
setiap pekerjaan dalam organisasi rincian pekerjaan, selanjutnya perlu
ditetapkan standar kinerja.
2. Dalam rumus, maka prestasi dapat diukur dengan cara berikut:
3. Kenyataan,
karena kesulitan penelitian dan penentuan standard waktu dan penentuan standard
kinerja, maka biasanya menggunakan dasar pengalaman, penilaian dan rata-rata
yang telah dicapai sebelumnya oleh karyawan yang dianggap terampil bekerja.[5]
`Penilaian kerja dapat menjadi dasar membedakan pekerjaan yang
efektif dan tidak efektif. Secara spesifik kegunaan sistem penilaian kerja
yaitu:
a)
Meningkatkan
prestasi kerja.
Dengan
adanya penilaian, baik pimpinan maupun karyawan memperoleh umpan balik dan
mereka dapat memperbaiki pekerjaan atau prestasinya.
b)
Memberi
kesempatan kerja yang adil.
Penilaian
akurat dapat menjamin karyawan memperoleh kesempatan menempati sisi pekerjaan
sesuai kemampuannya.
c)
Kebutuhan
pelatihan dan pengembangan.
Melalui
penilaian kinerja, terdeteksi karyawan yang kemampuannya rendah sehingga
memungkinkan adanya program pelatihan untuk meninkatkan kemampuan mereka.
d)
Penyesuaian
kompensasi.
Melalui
penilaian, pimpinan dapat mengambil keputusan dalam menentukan perbaikan
pemberian kompensasi dan sebagainya.
e)
Keputusan
promosi dan demosi.
Hasil
penilaian kinerja dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk
mempromosika atau mendemosikan karyawan.
f)
Mendiagnosis
kesalahan desain pekerjaan.
Kinerja
yang buruk mungkin merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain pekerjaan.
g)
Menilai
proses rekrutmen dan seleksi.
Kinerja
karyawan baru yang rendah dapat mencerminkan adanya penyimpangan proses
rekruitmen dan seleksi.[6]
2.4. Pelaku Penilaian dan Penilaian Multisumber
Penilaian kinerja dapat dilakukan oleh siapapun yang mengetahui
dengan baik kinerja dari karyawan secara individual. Kemungkinannya adalah
sebagai berikut:
A. Penilaian Supervisor Kepada Bawahannya.
Penilaian tradisional atas karyawan oleh supervisor didasarkan pada
asumsi bahwa supervisor langsung adalah orang yang paling memenuhi syarat untuk
mengevaluasi kinerja karyawan secara realistis dan adil. Untuk mencapai tujuan
ini beberapa supervisor menyimpan catatan kinerja mengenai pencapaian karyawan
mereka. Catatan ini menyediakan conto spesifik untuk digunakan ketika menilai
kinerja.
B. Penilaian Oleh Diri Sendiri
Dua faktor utama yang mempengaruhi validitas penilaian oleh diri
sendiri (self-appraisal) adalah :
(1) Karakteristik tertentu dari orang yang melakukan evaluasi diri, dan (2)
kondisi tempat penilaian dilakukan. Penilaian oleh diri sendiri akan bermanfaat
jika dikontraskan dengan penilaian atasan dalam menyediakan umpan balik bagi
pegawai.[7]
C. Penilaian Bawahan
Bawahan cenderung memberikan perspektif yang berbeda dengan
perspektif penyelia maupun pegawai itu sendiri. Ini tidak berarti bahwa
penilaian bawahan itu akurat dalam kenyataannya, karena kecenderungannya untuk
terkontaminasi oleh pola persahabatan atau keinginan untuk mengalah dari atau
menyamai atasannya, penilaian oleh bawahan biasanya kurang tepat digunakan
dalam keputusan yang berhubungan dengan administrasi pegawai.
D. Rekan Kerja
Karena rekan kerja memiliki kontak yang terus menerus dan kesempatan
untuk mengamati perilaku satu sama lainm kita bisa berharap bahwa penilaian
mereka paling valid dalam praktiknya, penilaian oleh rekan kerja ini jarang
digunkan, karena berbagai alasan.[8]
E. Penilai Dari Luar
Penilaian juga dapat dilakukan oleh orang-orang dari luar yang
diundang untuk melakukan tinjauan kinerja, dan yang paling utama disini adalah
klien, dimana klien tersebut nantinya akan menjadi sumber nyata untuk penilaian
dari luar.
F. Penilaian Dari Multisumber/Umpan Balik 360
Dalam umpan balaik multisumber, manajer tidak lagi menjadi sumber
tunggal dari informasi penilaian kinerja, akan tetapi berbagai rekan kerja dan
pelanggan akan memberikan umpan balik mengenai karyawan kepada manajer, jadi
memungkinkan manajer untuk mendapatkan masukan dari berbagai sumber. Tetapi
manajer tetap menjadi titik pusat untuk menerima umpan balik dari awal dan
untuk terlibat dalam tindak lanjut yang diperlukan, bahkan dalam sistem yang
multisumber, jadi persepsi manajer tentang kinerja karyawan masih sangat berpengaruh
dalam jalannya proses tersebut. Tujuan dari umpan balik 360 ini adalah tidak
untuk mengumpulkan reabilitas dengan mengumpulkan pandangan yang sama,
tetapi lebih untuk menangkap berbagai evaluasi atas peran yang perbeda dari
karyawan secara individual. Meskipun para peserta biasanya memandang umpan
balik multisumber adalah sesuatu yang berguna, mereka mengidentifikasi tindak
lanjut pada aktivitas pengembangan berdasarkan pada umpan balik tersebut
sebagai faktor paling penting dalam perkembangan masa depan seseorang.[9]
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Penilaian kinerja merupakan proses yang dilakukan
perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang. Dalam dunia
kompetitif yang mengglobal, perusahaan-perusahaan membutuhkan kinerja tinggi.
Pada waktu yang sama, para karyawan membutuhkan umpan balik tentang kinerja
mereka sebagai petunjuk untuk mempersiapkan perilaku masa depan. Disamping itu Penilaian
seharusnya menciptakan gambaran akurat dari kinerja perorangan. Penilaian tidak
dilakukan hanya untuk mengetahui kinerja buruk. Hasil-hasil yang baik dan dapat
diterima harus diidentifikasi sehingga dapat dipakai sebagai dasar penilaian
hasil lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Tisnawati, Erinie , Pengantar Manajemen, (Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2008)
Dharma, Agus, Manajemen Supervisi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada 2003)
Rifai, H. Veithzal, M.B.A. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk
Perusahaan.(Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, 2009).
Saripedia.com, Kriteria Profesi, (https:/
/saripedia.wordpress.com/tag/kriteria-profesi/) diaksespadatanggal 28/10/16
pukul 9:58 WIB.
Sedarmayanti, Manajemen Sumber
Daya Manusia Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negara Sipil, (Bandung
: PT Refika Aditama 2011).
Robert L. Mathis & John H.
Jackson Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta; penerbit salemba empat,2009)
Marwansyah Manajemen Sumber Daya
Manusia (Bandung; CV. Alfabeta, 2016)
[1] Erinie Tisnawati ,
Pengantar Manajemen, Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2008, Hlm.1
[2] Agus Dharma,
Manajemen Supervisi,Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003, Hlm.1
[3] H.
Veithzal Rifai, M.B.A. 2009. Manajemen
Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan.(Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada).
hlm. 548
[4]Saripedia.com,
Kriteria Profesi, (https:/
/saripedia.wordpress.com/tag/kriteria-profesi/) diaksespadatanggal 28/10/16
pukul 9:58 WIB.
[5]Sedarmayanti,
Manajemen Sumber Daya Manusia Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai
Negara Sipil, (Bandung : PT Refika Aditama 2011), hlm 268.
[6]Sedarmayanti,
“Manajemen Sumber Daya Manusia: Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai
Negeri Sipil”, (Bandung: PT Refika Aditama,2007), hlm.264-265.
[7] Robert
L. Mathis & John H. Jackson Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta;
penerbit salemba empat,2009) Hlm. 390
[8]
Marwansyah Manajemen Sumber Daya Manusia (Bandung; CV. Alfabeta,
2016) Hlm. 237-238
[9] Op.Cit.
Hlm. 392-393
No comments:
Post a Comment