Sunday, May 31, 2020

MANAJEMEN DAN PENILAIAN KINERJA

MANAJEMEN DAN PENILAIAN KINERJA


BAB I

PENDAHULUAN 

1.1. Latar Belakang

Sebagai salah satu cabang ilmu social, teori dan penerapan ilmu manajemen telah menyentuh keselurh jenis organisasi dan seluruh aspek kehidupan, dari yang sifatnya pribadi hingga Negara.[1] Manajemen biasanya diartikan sebagai proses mencapai hasil melalui dan dengan orang lain dengan memaksimumkan pendayagunaan sumber daya yang tersedia.[2]

Manajemen merupakan suatu proses yang sangat dibutuhkan dalam dunia perusahan, karena dalam proses manajemen terdapat langkah-langkah atau tahapan dalam mencapai tujuan perusahaan sehingga dapat mencapai tujuan tersebut secara efektif dan efisien.

Selain proses manajemen yang perlu diperhatikan dalam sebuah instansi atau organisasi, kinerja dalam sebuah instansi juga perlu diperhatikan. Karena, kinerja merupakan hasil kerja dan juga penilaian atas kerja seseorang yang berkecimpung dalam dunia kerja sebuah instansi. Oleh karenanya, kinerja juga membutuhkan manajemen, agar hasil yang diperoleh atau kinerja dari para pekerja atau karyawan dapat mencapai hasil yang ditujukan oleh perusahaan.

Saat ini perusahaan menghadapi banyak tantangan dari lingkungan. Perubahan-perubahan terjadi begitu cepat dan kadang-kadang tidak dapat diduga. Perubahan-perubahan ini antara lain dalam bidang ekonomi, teknologi, pasar dan persaingan. Perubahan ini mengharuskan perusahaan untuk mengubah semua kebiasaan yang sudah dilakukan selama ini untuk menghadapi tingkat persaingan yang tinggi dan untuk mencapai sasaran yang diinginkan. Untuk itu diperlukan suatu pendekatan baru dalam mengevaluasi kinerja karyawan yang dikenal dengan Manajemen Kinerja (Performance Management).

Melaksanakan manajemen kinerja akan memberikan manfaat bagi organisasi, tim, dan individu. Manajemen kinerja mendukung tujuan menyeluruh organisasi dengan mengaitkan pekerjaan dari setiap pekerja dan manajer pada keseluruhan unit kerjanya.

 

1.2. Rumusan Masalah

a.    Apa pengertian penilaian kinerja?

b.    Apa saja kriteria pekerjaan dan standar kinerja?

c.    Apa fungsi atau kegunaan penilaian kinerja?

d.   siapa pelaku penilaian dan apa yang dimaksud dengan penilaian multi sumber?   

1.3. Tujuan Penulisan Makalah

a.       Agar mampu memahami pengertian penilaian kinerja

b.      Agar mampu memahami kriteria pekerjaan dan standar kinerja

c.       Agar mampu memahami fungsi atau kegunaan penilaian kinerja

d.      Agar mengetahui siapa pelaku penilaian dan apa yang dimaksud dengan penilaian multi sumber.

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1. Pengertian Penilaian Kerja

Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan ketrampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Kinerja karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya perusahaan untuk mencapai tujuannya.

Salah satu cara yang dapat digunakan untuk melihat perkembangan perusahaan adalah dengan cara melihat hasil penilaian kinerja. Sasaran yang menjadi objek penilaian kerja adalah kecakapan, kemampuan karyawan dalam melaksanakan suatu pekerjaan atau tugas yang dievaluasi dengan menggunakan tolak ukur tertentu secara objektif dan dilakukan secara berkala. Dari hasil penilaian dapat dilihat kinerja perusahaan yang dicerminkan oleh kinerja karyawan dengan hasil kerja konkret yang dapat diamati dan dapat diukur.

Penilaian kerja mengacu suatu sistem formal dan terstruktur yang digunakan untuk mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku, dan hasil, termasuk tingkat ketidak hadiran. Dalam praktiknya istilah penilaian kerja (performance appraisal) dan evaluasi kinerja kerja (performance evaluation) dapat digunakan secara bergantian atau bersamaan karena pada dasarnya mempunyai maksud yang sama.  Penilaian pekerja digunakan perusahaan untuk menilai kinerja karyawannya atau mengevaluasi hasil pekerjaan karyawan.

Apabila penilaian kinerja dilakukan dengan benar, para karyawan, para penyedia, departemen SDM dan akhirnya perusahaan akan diuntungkan dengan adanya kepastian bahwa upaya-upaya individu memberikan kontribusi kepada fokus strategi perusahaan.  Selainitu, penilaian kinerja diartikan pula sebagai sebuah mekanisme yang baik untuk mengendalikan karyawan.

Dari beberapa pengertian diatas terdapat perbedaan yang mendasar tentang penilaian kinerja. Ada pengertian yang mengatakan memposisikan karyawan pada sub ordinat dan dikendalikan, sebaliknya ada pemahaman bahwa karyawan dianggap sebagai factor produksi yang harus dimanfaatkan secara produktif. Sedangkan pada pengertian bahwa karyawan di posisikan sebagai asset utama perusahaan, karyawan harus dipelihara dengan baik dan diberikan kesepakatan berkembang.

Sebagai karyawan tentunya menginginkan adanya umpan balik mengenai prestasi mereka sebagai suatu tuntunan untuk prilaku di kemudian hari. Tuntunan ini terutama diinginkan oleh para karyawan baru yang sedang berusaha memahami tugas dan melaksanakan kewajiban di lingkungan kerja mereka. Sementara itu para supervisor atau manajer memerlukan penilaian prestasi kerja untuk menentukan apa yang harus dilakukan. Kinerja karyawan mereka dibandingkan dengan standar-standar yang telah ditentukan sehingga dengan demikian mereka dapat menuntut hasil-hasil yang diinginkan serta mengambil tindakan-tindakan korektif terhadap kinerja yang kurang.

Instrument penilaian kinerja dapat digunakan untuk mereview kinerja, peringkat kinerja, penilaian kinerja, penilaian karyawan, dan sekaligus evaluasi karyawan sehingga dapat diketahui mana karyawan yang mampu melaksan akan pekerjaan secara baik, efisien, efektif, dan produktif sesuai dengan tujuan perusahaan.

Sementara itu, departemen SDM dapat menggunakan informasi yang diperoleh dari penilaian kinerja karyawan. Pola yang dapat dilihat dari hasil-hasil penilaian kinerja memberikan umpan balik tentang keberhasilan rekruitmen, seleksi karyawan, penempatan karyawan pelatihan dan lain-lain yang berkaitan dengan SDM. Penilaian-penilaian informal sehari-hari yang dilakukan para supervisor atau manajer atas karyawan-karyawan mereka biasa belum cukup, sehingga mereka memerlukan penilaian-penilaian yang formal dan sistematis untuk dapat membantu para manajer atau departemen SDM mengambil keputusan untuk penggajian, upah, penempatan, dan keputusan lainnya.[3]

 

2.2. Kriteria Pekerjaan dan Standar Kinerja

A. Kriteria Pekerjaan

Menurut Muchtar Luthfi dari Universitas Riau,  seseorang disebut memiliki profesi bila ia memenuhi delapan criteria dan selanjutnya ditambah dua criteria lainnya oleh Finn sebagai berikut :

1.      Profesi harus mengandung keahlian

Artinya, suatu profesi itu mesti ditandai oleh suatu keahlian yang khusus untuk profesi itu. Keahlian itu tidak dimiliki oleh profesi lain. Keahlian itu diperoleh dengan cara mempelajarinya secara khusus. Dan perlu digaris bawahi profesi bukan diwarisi.

2.      Profesi dipilih karena panggilan hidup dan dijalani sepenuh waktu

Artinya, profesi dipilih karena dirasakan sebagai kewajiban, sepenuh waktu yang artinya dijalani dalam jangka yang panjang bahkan seumur hidup bukan part time, melainkan full time. Bukan dilakukan sebagai pekerjaan sambilan atau pekerjaan sementara yang akan ditinggalkan bila ditemukan pekerjaan lain yang dirasakan lebih menguntungkan.

3.      Profesi memiliki teori-teori yang baku secara universal

Artinya, profesi itu dijalani menurut aturan yang jelas, dikenal umum, teorinya terbuka. Secara universal pegangannya itu diakui

4.      Profesi adalah untuk masyarakat, bukan untuk diri sendiri

Maksudnya ialah profesi itu merupakan alat dalam mengabdikan diri kepada masyarakat,  bukan untuk kepentingan diri sendiri seperti untuk mengumpulkan uang atau mengejar kedudukan.

5.      Profesi harus dilengkapi dengan kecakapan diagnostic dan kompetensi aplikasi

Kompetensi dan kecakapan itu diperlukan untuk meyakinkan peran profesi itu terhadap kliennya. Kecakapan diagnostic sudah jelas kelihatan pada profesi kedokteran, akan tetapi, kadang kala ada profesi yang kurang jelas kecakapan diagnostiknya.  Ini tentu disebabkan oleh belum berkembangnya teori dalam profesi itu. Kompetensi aplikatif adalah kewenangan menggunakan teori-teori yang ada dalam keahliannya. Penggunaan itu harus didahului oleh diagnosis. Seseorang yang tidak mampu mendiagnosis tentu tidak berwenang melakukan apa-apa terhadap kliennya.

6.      Pemegang profesi memiliki otonomi dalam melakukan tugas profesinya

Otonomi ini hanya dapat dan boleh diuji atau dinilai oleh rekan-rekan seprofesinya. Tegasnya, tidak boleh semua orang berbicara dalam semua bidang yang bukan keahliannya.

7.      Profesi mempunyai kode etik, disebut kode etik profesi

Gunanya ialah untuk dijadikan pedoman dalam melakukan tugas profesi. Kode etik itu akan bermanfaat bila tidak diakui oleh pemegang profesi dan masyarakat.

8.      Profesi harus mempunyai klien yang jelas, yaitu orang yang membutuhkan layanan

Klien disini maksudnya ialah pemakai jasa profesi atau disebut pelanggan. Contoh pemakai profesi kedokteran adalah orang sakit atau orang yang tidak ingin sakit. Klien guru adalah murid, klien tukang las adalah pemilik barang yang perlu dilas. Demikian selanjutnya.

9.      Profesi memerlukan organisasi profesi yang kuat

Gunanya adalah untuk keperluan meningkatkan mutu dan memperkuat profesi itu sendiri.

10.  Profesi harus mengenali dengan jelas hubungannya dengan profesi lain

Pengenalan ini terutama diperlukan karena adakalanya suatu garapan melibatkan lebih dari satu profesi dan bahkan sebenarnya tidak ada aspek kehidupan yang hanya ditangani oleh satu profesi saja. Misalnya, profesi pengobatan bersangkutan erat dengan masalah-masalah kemasyarakatan, ekonomi, agama bahkan politik.[4]

B. Standar Kinerja

Minimal sebuah standar kinerja, harus berisi dua jenis informasi dasar tentang apa yang harus dilakukan dan seberapa baik harus melakukannya. Standar kinerja merupakan identifikasi tugas pekerjaan, kewajiban, dan elemen kritis yang menggambarkan apa yang harus dilakukan. Standar kinerja terfokus pada seberapa baik tugas dilaksanakan.

Agar berdayaguna, setiap standar/criteria harus dinyatakan secara cukup jelas sehingga manajer dan bawahan atau kelompok kerja mengetahui apa yang diharapkan dan apakah telah tercapai atau tidak. Standar haruslah dinyatakan secara tertulis dalam upaya menggambarkan kinerja yang sungguh-sungguh memuaskan untuk tugas yang kritis maupun yang tidak kritis.

Hal ini dikarenakan bahwa tugas pekerjaan dan standar kinerja saling berkaitan, adalah praktik yang lazim mengembangkannya pada waktu yang bersamaan. Apapun metode analisis pekerjaan yang digunakan haruslah memperhitungkan aspek kuantitatif kinerja. Lebih lanjut, setiap standar harus menunjuk pada aspek spesifik pekerjaan.

Tampaknya lebih mudah mengukur kinerja terhadap standar yang dapat digambarkan dalam istilah kuantitatif. Sungguh pun demikian, pekerjaan manajerial memiliki sebuah komponen tambahan. Yaitu, disamping hasil yang merefleksikan kinerja manajer itu sendiri, hasil yang lainnya mencerminkan kinerja unit organisasional yang menjadi tanggung jawab manajer bersangkutan.

1.      Setelah diketahui secara rinci uraian sistematis tentang tanggung jawab dan operasi setiap pekerjaan dalam organisasi rincian pekerjaan, selanjutnya perlu ditetapkan standar kinerja.

2.      Dalam rumus, maka prestasi dapat diukur dengan cara berikut:    

3.      Kenyataan, karena kesulitan penelitian dan penentuan standard waktu dan penentuan standard kinerja, maka biasanya menggunakan dasar pengalaman, penilaian dan rata-rata yang telah dicapai sebelumnya oleh karyawan yang dianggap terampil bekerja.[5]

 

2.3. KegunaanPenilaian Kerja

`Penilaian kerja dapat menjadi dasar membedakan pekerjaan yang efektif dan tidak efektif. Secara spesifik kegunaan sistem penilaian kerja yaitu:

a)      Meningkatkan prestasi kerja.

Dengan adanya penilaian, baik pimpinan maupun karyawan memperoleh umpan balik dan mereka dapat memperbaiki pekerjaan atau prestasinya.

 

b)      Memberi kesempatan kerja yang adil.

Penilaian akurat dapat menjamin karyawan memperoleh kesempatan menempati sisi pekerjaan sesuai kemampuannya.

 

c)      Kebutuhan pelatihan dan pengembangan.

Melalui penilaian kinerja, terdeteksi karyawan yang kemampuannya rendah sehingga memungkinkan adanya program pelatihan untuk meninkatkan kemampuan mereka.

 

d)     Penyesuaian kompensasi.

Melalui penilaian, pimpinan dapat mengambil keputusan dalam menentukan perbaikan pemberian kompensasi dan sebagainya.

 

e)      Keputusan promosi dan demosi.

Hasil penilaian kinerja dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk mempromosika atau mendemosikan karyawan.

 

f)       Mendiagnosis kesalahan desain pekerjaan.

Kinerja yang buruk mungkin merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain pekerjaan.

 

g)      Menilai proses rekrutmen dan seleksi.

Kinerja karyawan baru yang rendah dapat mencerminkan adanya penyimpangan proses rekruitmen dan seleksi.[6]

 

2.4. Pelaku Penilaian dan Penilaian Multisumber

Penilaian kinerja dapat dilakukan oleh siapapun yang mengetahui dengan baik kinerja dari karyawan secara individual. Kemungkinannya adalah sebagai berikut:

A. Penilaian Supervisor Kepada Bawahannya.

Penilaian tradisional atas karyawan oleh supervisor didasarkan pada asumsi bahwa supervisor langsung adalah orang yang paling memenuhi syarat untuk mengevaluasi kinerja karyawan secara realistis dan adil. Untuk mencapai tujuan ini beberapa supervisor menyimpan catatan kinerja mengenai pencapaian karyawan mereka. Catatan ini menyediakan conto spesifik untuk digunakan ketika menilai kinerja.

B. Penilaian Oleh Diri Sendiri

Dua faktor utama yang mempengaruhi validitas penilaian oleh diri sendiri  (self-appraisal) adalah : (1) Karakteristik tertentu dari orang yang melakukan evaluasi diri, dan (2) kondisi tempat penilaian dilakukan. Penilaian oleh diri sendiri akan bermanfaat jika dikontraskan dengan penilaian atasan dalam menyediakan umpan balik bagi pegawai.[7]

C. Penilaian Bawahan

Bawahan cenderung memberikan perspektif yang berbeda dengan perspektif penyelia maupun pegawai itu sendiri. Ini tidak berarti bahwa penilaian bawahan itu akurat dalam kenyataannya, karena kecenderungannya untuk terkontaminasi oleh pola persahabatan atau keinginan untuk mengalah dari atau menyamai atasannya, penilaian oleh bawahan biasanya kurang tepat digunakan dalam keputusan yang berhubungan dengan administrasi pegawai.

D. Rekan Kerja

Karena rekan kerja memiliki kontak yang terus menerus dan kesempatan untuk mengamati perilaku satu sama lainm kita bisa berharap bahwa penilaian mereka paling valid dalam praktiknya, penilaian oleh rekan kerja ini jarang digunkan, karena berbagai alasan.[8]

E. Penilai Dari Luar

Penilaian juga dapat dilakukan oleh orang-orang dari luar yang diundang untuk melakukan tinjauan kinerja, dan yang paling utama disini adalah klien, dimana klien tersebut nantinya akan menjadi sumber nyata untuk penilaian dari luar.

F. Penilaian Dari Multisumber/Umpan Balik 360

Dalam umpan balaik multisumber, manajer tidak lagi menjadi sumber tunggal dari informasi penilaian kinerja, akan tetapi berbagai rekan kerja dan pelanggan akan memberikan umpan balik mengenai karyawan kepada manajer, jadi memungkinkan manajer untuk mendapatkan masukan dari berbagai sumber. Tetapi manajer tetap menjadi titik pusat untuk menerima umpan balik dari awal dan untuk terlibat dalam tindak lanjut yang diperlukan, bahkan dalam sistem yang multisumber, jadi persepsi manajer tentang kinerja karyawan masih sangat berpengaruh dalam jalannya proses tersebut. Tujuan dari umpan balik 360 ini adalah tidak untuk mengumpulkan reabilitas dengan mengumpulkan pandangan yang sama, tetapi lebih untuk menangkap berbagai evaluasi atas peran yang perbeda dari karyawan secara individual. Meskipun para peserta biasanya memandang umpan balik multisumber adalah sesuatu yang berguna, mereka mengidentifikasi tindak lanjut pada aktivitas pengembangan berdasarkan pada umpan balik tersebut sebagai faktor paling penting dalam perkembangan masa depan seseorang.[9]

BAB III

PENUTUP

 

3.1. Kesimpulan

Penilaian kinerja merupakan proses yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang. Dalam dunia kompetitif yang mengglobal, perusahaan-perusahaan membutuhkan kinerja tinggi. Pada waktu yang sama, para karyawan membutuhkan umpan balik tentang kinerja mereka sebagai petunjuk untuk mempersiapkan perilaku masa depan. Disamping itu Penilaian seharusnya menciptakan gambaran akurat dari kinerja perorangan. Penilaian tidak dilakukan hanya untuk mengetahui kinerja buruk. Hasil-hasil yang baik dan dapat diterima harus diidentifikasi sehingga dapat dipakai sebagai dasar penilaian hasil lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Tisnawati, Erinie , Pengantar Manajemen, (Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2008)

Dharma, Agus, Manajemen Supervisi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada 2003)

Rifai, H. Veithzal, M.B.A. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan.(Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, 2009).

Saripedia.com, Kriteria Profesi, (https:/ /saripedia.wordpress.com/tag/kriteria-profesi/) diaksespadatanggal 28/10/16 pukul 9:58 WIB.

Sedarmayanti, Manajemen Sumber Daya Manusia Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negara Sipil, (Bandung : PT Refika Aditama 2011).

Robert L. Mathis & John H. Jackson Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta; penerbit salemba empat,2009)

Marwansyah Manajemen Sumber Daya Manusia (Bandung; CV. Alfabeta, 2016)

 

 



[1] Erinie Tisnawati , Pengantar Manajemen, Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2008, Hlm.1

[2] Agus Dharma, Manajemen Supervisi,Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003, Hlm.1

[3] H. Veithzal Rifai, M.B.A. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan.(Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada). hlm. 548

[4]Saripedia.com, Kriteria Profesi, (https:/ /saripedia.wordpress.com/tag/kriteria-profesi/) diaksespadatanggal 28/10/16 pukul 9:58 WIB.

[5]Sedarmayanti, Manajemen Sumber Daya Manusia Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negara Sipil, (Bandung : PT Refika Aditama 2011), hlm 268.

[6]Sedarmayanti, “Manajemen Sumber Daya Manusia: Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil”, (Bandung: PT Refika Aditama,2007), hlm.264-265.

[7] Robert L. Mathis & John H. Jackson Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta; penerbit salemba empat,2009) Hlm. 390

[8] Marwansyah Manajemen Sumber Daya Manusia (Bandung; CV. Alfabeta, 2016)  Hlm. 237-238

[9] Op.Cit. Hlm. 392-393


Saturday, May 30, 2020

KONSEP KINERJA DAN RETENSI INDIVIDUAL DALAM PERSPEKTIF MANAJEMAN

KONSEP KINERJA DAN RETENSI INDIVIDUAL DALAM PERSPEKTIF MANAJEMAN

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Sangat sulit untuk menetapkan suatu definisi kinerja yang dapat memberikan pengertian yang komprehensif. Penggunaan kata kinerja sendiri pun terkadang di sama artikan dengan prestasi kerja, efektifitas kerja, hasil kerja, pencapaian tujuan, produktivitas kerja dan berbagai istilah lainnya. Sesungguhnya sekalipun ada kesamaan pengertian kinerja dengan berbagai istilah tersebut, tetapi terdapat perbedaan pengertian dasarnya maupun prosesnya. Lijan Poltak Sinambela dkk, (2011), mengemukakan bahwa kinerja pegawai di definisikan sebagai kemampuan pegawai melakukan keahlian tertentu. Kinerja pegawai sangatlah perlu, sebab dengan kinerja ini akan diketahui seberapa jauh kemampuan mereka dalam melaksanakan tugas yang di bebankan kepadanya. Untuk itu, diperlukan penentuan kriteria yang jelas dan terukur, serta di tetapkan secara bersama – sama untuk dijadikan sebagai acuan. Jika disimak sebagai etimologinya, kinerrja berasal dari kata performance. Performance berasal dari kata to perform  yang mempunyai beberapa masukan

B.     RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka dapat diidentfikasikan rumusan masalah-masalah penelitian sebagai berikut:

1.      Menjelaskan definisi kinerja dan menjelaskan factor apa saja yang memengaruhi kinerja?

2.      Menjelaskan tentang kontrak psikologi?

3.      Menjelaskan tentang kepuasan kerja dan menjelaskan tentang komitmen organisasional?

4.      Menjelaskan retensi dan mengetahui factor-factor dari retensi tersebut?

5.      Menjelaskan intervensi terhadap retensi karyawan ?

C.    TUJUAN PENULISAN

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk, sebagai berikut:

1.      Mengetahui definisi kinerja dan mengetahui factor apa saja yang memengaruhi kinerja.

2.      Mengetahui tentang kontrak psikologi

3.      Mengetahui tentang kepuasan kerja dan mengetahui tentang komitmen organisasional

4.      Mengetahui retensi dan mengetahui factor-faktor dari retensi

5.      Mengetahui intervensi terhadap karyawan

D.    SISTEMATIKA PENULISAN

1.      Pendahuluan yaitu, terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan.

2.      Pembahasan yaitu, menjelaskan tentang konsep kinerja dan retensi individual.

3.      Penutup yaitu, terdiri dari kesimpulan dan saran.

4.      Daftar pustaka.

E.     MANFAAT PENELITIAN

Hasil penilitian ini akan dijadikan sebagai bahan referensi untuk mengetahui uraian tentang konsep kinerja dan retensi individual

BAB II

PEMBAHASAN

A.    DEFINISI KINERJA DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA

1.      ArtiKinerja

Kinerja merupakan terjemahan dari kata performance (job performance). Secara etimologis performance berasal dari kata to perform yang berarti menampilkan atau melaksanakan, sedangkan kata performance berarti “the art of performing”. Dari pengertian itu dapat disimpulkan bahwa kinerja atau performance adalah tindakan menampilkan atau melaksanakan suatu kegiatan.[1] Berikut ini akan dikemukakan beberapa definisi kinerja menurut para ahli untuk lebih memberikan pemahaman yang baik :

a.         Kinerja adalah banyaknya upaya yang dikeluarkan individu pada pekerjaannya. (Robbins dalam Asri Laksmi Riani, 2013)

b.      Kinerja adalah hasil yang dicapai oleh seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. (As’ad dalam Asri Laksmi, 2013)

c.       Anwar Prabu Mangkunegara, mengartikan kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan padanya.[2]

d.      Nanang Fattah,mengartikan prestasi kerja atau penampilan kerja (performance) diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu.[3]

                        Jadi, kinerja merupakan suatu kemampuan kerja atau prestasi kerja yang diperlihatkan oleh seorang pegawai untuk mencapai hasil kerja yang optimal.

 

2.      Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Kinerja seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu[4] : 

a.       Faktor Kemampuan

Secara umum, kemampuan ini terbagi menjadi 2 yaitu kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge and skill).

b.      Faktor Motivasi

Motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi bagi guru sangat penting untuk mencapai visi dan misi institusi pendidikan. Menjadi dosen dan guru hendaknya memiliki motivasi yang terbentuk dari awal (by plan) bukan karena keterpaksaan ataupun kebetulan.

 

B.     KONTRAK PSIKOLOGIS

Kontrak psikologis adalah suatu kesepakatan implisit diantara individu, dan antara individu dengan organisasi. Kontrak ini merincikan apa yang diharapkan setiap pihak agar dapat diberikan dan diterima satu sama lain dalam hubungan tersebut. Banyak sekali fungsi manajemen yang melibatkan kontrak – kontrak psikologis. Hal ini meliputi rekruitmen, pelatihan, pendelegasian, pemecahan masalah dan konflik, pertemuan, penilaian kinerja, penetapan sasaran, pemotivasian tenaga kerja.

Studi – studi penelitian yang dilakukan Sloan School of Management, Intitusi Teknologi Massachusetts dan Divisi Kesehatan Mental Industrial Yayasan Manninger telah meneliti kontrak psikologis dan hubungan nya dengan produktivitas. Temuan – temuan berikut ini akan menarik bagi para manajer :

1.      Harapan Timbal balik

2.      Beragam Kebutuhan

3.      Janji – janji yang tertahan

4.      Mencari kesesuiain yang Sempurna

5.      Memahami harapan

6.      Penghambat Penyesuaian Harapan

7.      Harapan-Harapan yang Berubah

8.      Menginterpretasikan Kontrak

9.      Bekerja lebih baik

10.  Rendahnya Standar Kinerja

Kontrak Psikologis yang efektif mengakui komponen-komponen berikut ini:

Pemberi kerja yang menyediakan:

Karyawan menyumbangkan:

·      Kompensasi dan tunjangan yang kompetetif

·       Pengembangan keterampilan yang terus menerus dan produktivitaas yang meningkat

·      Peluang pengembagan karir

·      Waktu yang pantas dengan organisasi

·      Fleksibilitas untuk menyeimbangkan kehidupan kerja dan keluarga

·      Usaha ekstra ketika dibutuhkan

Dua faktor yang memengaruhi hubungan antara indiidu dan organisasi adalah perubahan ekonomi dan keinginan dari individu yang berbeda. Faktor-faktor ini memengaruhi kontrak psikologis dalam beberapa cara.[5]

Memperjelas Kontrak

Harapan-harapan seorang karyawan dan perusahaan jarang sekali sejalan. Untuk mengkomunikasikan harapan, lakukan serangkaian wawancara dengan atasan dan bawahan untuk mengevaluasi pekerjaan masa lalu, menerapkan saran-saran masa depan, menentukan kebutuhan pelatihan, dan membuat strategi-strategi untuk peningkatan karier. Pertanyaan-pertanyaan tipikal yang mungkin diajukan atasan meliputi hal-hal berikut. [6]

1.      Apakah anda merasa bahwa keterampilan dan kemampuan anda digunakan sepenuhnya? Mengapa atau mengapa tidak ?

2.      Bagaimana saya dapat membantu anda dengan lebih baik untuk mencapai sasaran kerja anda dan sasaran-sasaran karier anda?

3.      Seandainya anda mempunyai kebebasan sepenuhnya untuk merancang kembali pekerjaan anda, perubahan-perubahan apa yang akan anda lakukan?

4.      Bagaimana anda akan menguraikan aspek-aspek negative dan positif dari pekerjaan anda kepada seorang pengganti anda?

5.      Apa yang suka anda lakukan ( nilai-nilai atau minat), apa yang dapat anda lakukan ( keterampilan), dan menurut pendapat anda, apa yang ada ( peluang-peluang karier)?

6.      Seberapa jauh pekerjaan memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadi dan profesi anda?

7.      Menurut pendapat anda, apa yang diharapkan organisasi dari karier anda sekarang?

8.      Bagaimana anda mengevaluasi kemajuan perkembangan pribadi dan karier anda?

9.      Apa yang telah anda pelajari dari keberhasilan-keberhasilan pekerjaan anda? Kegagalan?

10.  Apakah dua atau tiga hal yang paling penting bagi anda dalam pekerjaan anda?

Pertanyaan-pertanyaan ini dapat membantu menentukan harapan-harapan yang berubah dan sesuai dengan pekerjaan sekarang

C.    KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASIONAL

1.      Teori Kepuasan Kerja

a.      Teori Nilai (Value Theory)

Konsep ini terjadi pada tingkatan ketika hasil pekerjaan diterima individu seperti diharapkan. Semakin banyak orang yang menerima hasil, maka akan semakin puas dan sebaliknya. Teori nilai ini memfokuskan diri pada hasil manapun yang menilai orang tanpa memperhatikan siapa mereka. Teori ini lebih menekankan bahwa kepuasan kerja dapat diperoleh dari banyak factor, yaitu dengan cara efektif dalam memuaskan pekerja dengan menemukan apa yang mereka inginkan dan apabil mungkin memberikannya. [7]

 

 

b.      Teori Keseimbangan

Teori ini dikemukakan oleh Adam, yang intinya berpendapat bahwa dalam organisasi harus ada keseimbangan. Komponen dari teori ini adalah input, outcome, comparison person, equity in equity. Wexley dan Yukl Sinambela (2012) menegmukakan bahwa :

1)      Input adalah semua nilai yang diterima pegawai yang dapat menunjang pelaksanaan kerja

2)      Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan pegawai

3)      Comparison person adalah seorang pegawai dalam organisasi yang sama, seseorang pegawai dalam organisasi yang berbeda atau dirinya sendiri dalam pekerjaan sebelumnya

Puas atau tidaknya pegawai merupakan hasil dari perbandingan yang mereka lakukan antara input – outcome dirinya dengan perbandingan input – outcome pegawai lain, jadi apabila perbandingan tersebut dirasakan seimbang maka pegawai tersebut akan merasa puas. Sebaliknya, apabila tidak seimbang maka akan menyebabkan ketidakpuasan.

c.       Teori Perbedaan

Teori ini dikemukakan oleh Proter, yang berpendapat bahwa mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan oleh pegawai.

d.      Teori Pemenuhan Kebutuhan

Kepuasan kerja pegawai bergantung kepada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan pegawai.

e.       Teori Pandangan Kelompok

Kepuasan kerja pegawai bukanlah tergantung kepada pemenuhan kebutuhan saja, melainkan juga bergantung kepada pendapat kelompok yang oleh para pegawai dianggap sebagai kelompok rujukan. Kelompok rujukan tersebut oleh pegawai dijadikan tolak ukur untuk menilai dirinya maupun lingkungannya. Jadi, para pegawai akan merasa puas jika hasil kerjanya sesuai denan minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok rujukan.

f.       Teori Dua Factor

Teori dua factor dikembangkan oleh Frederick Hezberg. Ia menggunakan Abraham Maslow sebagai acuannya. Kepuasan kerja pegawai bukanlah bergantung kepada pemenuhan kebutuhan saja,  melainkan juga bergantung pada persepsi kelompok pekerja tentang kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja melalui dimensi yang terpisah. Oleh sebab itu, pegawai dalam pekerjaannya dapat masuk kedalam kombinasi hasil yang positif yang akan membayangi kepuasan kerja yang tinggi atua ketidakpuasan yang rendah.

 

2.      Pengertian Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja  adalah (job satisfaction) adalah keadaan emosional yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang.ketidakpuasan kerja muncul ketika harapan seseorang tidak terpenuhi. Sebagai contoh, apabila seseorang karyawan nmengharapkan kondisi kerja yang bersih dan aman atas pekrjaan tersebut, karyawan itu cenderung tidak puas, apabila tempat kerjanya kotor dan berbahaya.

Tidak ada rumus sederhana yang memprediksi kepuasan kerja karyawan individual. Selanjutnya, hubungan antara produktivitas dan kepuasan kerja tidak sepenuhnya jelas. Faktor yang menentukan adalah apa yang diharapkan oleh karyawan dari pekerjaanya dan apa yang mereka terima sebagai penghargaan dari pekerjaanya.  Meskipun kepuasan kerja itu sendiri penting, mungkin “faktor yang menetukan” adalah pengaruh kepuasan kerja tersebut terhadap komitmen organisasional, yang mempengaruhi perputaran dan kinerja organisasional.[8]

3.      Faktor –faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja

Ada dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu faktor yang ada pada diri pegawai dan faktor pekerjannya, yaitu:

a.      Faktor pegawai, yaitu kecerdasan (IQ), Kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja,kepribadian, emosi, cara berpikir, persepsi dan sikap kerja.

b.      Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat (golongan), kedudukan, mutu pengawasan, jaminan financial, kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial, dan hubungan kerja.[9]

4.      Faktor yang memengaruhi Kinerja dan Komitmen Organisasional.



 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


5.      Komitmen Organisasional

Komitmen organisasional (Organizational commitment) adalah tingkat sampai dimana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serta berkeinginan untuk tinggal bersama organisasi tersebut. Berbagai studi penelitian menunjukan bahwa orang-orang yang relative puas dengan pekerjaannya akan sedikit lebih berkomitmen terhadap organisasi.[10]

Perluasan komitmen organisasional yang logis khususnya focus pada faktor-faktor komitmen yang kontinu, yang mengungkapkan bahwa keputusan untuk tinggal bersama atau meninggalkan perusahaan pada akhirnya tercemin dalam ketidakhadiran dan angka perputaran karyawan. Karyawan yang tidak puas dengan pekerjaan atau yang tidak berkomiten terhadap organisasi memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk meninggalkan organisasi, mungkin lewat ketidakhadiran atau perputaran secara permanen.

 

6.      Variabel-variabel dalam Kepuasan Kerja dan KomitmenOrganisasional

a.        Ketidakhadiran

Ketidakhadiran sangatlah mahal dan menghabiskan biaya kira-kira $600 perkayawan setiap tahunnya. Total kerugian produktivitas pemberi kerja yang berkaitakan dengan ketidakhadiran melebihi $12 miliar setiap tahunnya. Membolos kerja mungkin tampak seperti perkara kecil bagi seorang karyawan. Tetapi apabila seorang manajer membutuhkan 12 orang dalam satu unit untuk menyelesaikan pekerjaan, dan empat orang sering tidak hadir, pekrjaan unit tersebut mungkin tidak akan selesai, atau pekerja tambahan harus dipekerjakan.

-          Jenis Ketidakhadiran

Karyawan boleh tidak hadir kerja untuk beberapa alasan . secara jelas, beberapa ketidakhadiran tidak dapat dihindarkan. Karena sakit, kematian dalam keluarga, dan alasan-alasan pribadi lainnya atas ketidakhadiran yang tidak dapat dihindari dan dapat dimengerti.

Akan tetapi, banyak ketidakhadiran yang merupakan ketidakhadiran yang dapat dihindari, atau ketidakhadiran dengan kesengajaan. Seringkali, individu dalam jumlah yang relatif kecil ditempat kerja bertanggung jawab atas pembagian kietidakhadiran total yang tidak seimbang dalam organisasi.

-          Mengukur ketidakhadiran

Mengendalikan atau mengurangi ketidakhadiran harus dimulai dengan pengawasan yang kontinu atas statistic ketidakhadiran pada unit kerja. Pemonitoran seperti ini membantu para manajer menunjuk karyawan yang sering tidak hadir dan departemen yang memiliki ketidakhadiran yang berlebih dengan tepat.

Satu rumus yang diajukan untuk menghitung angka ketidakhadiran adalah sebagai berikut :

Jumlah hari karyawan yang hilang karena ketidakhadiran kerja selama periode         x100

(Rata-rata jumlah karyawan) x (jumlah hari kerja)

(Angka ini juga dapat didasarkan pada jumlah jam kerja daripada jumlah hari kerja )

-          Mengontrol ketidakhadiran

    Lebih mudah untuk mengontrol ketidakhadiran dengan kesengajaan apabila para manajer memahami penyebabnya dengan lebih jelas. Kebijakaan organisasional tentang ketidakhadiran harus dinyatakan dengan jelas dalam buku pedoman karyawan dan ditekankan oleh para supervisior dan manajer.

    Pilihan kontrol ketidakhadiran dapat dikelompokan menjadi beberapa kategori :

·         Pendekatan disipliner : Merupakan saran yang digunakan dimana-mana, dengan sebagian besar pemberi kerja menggunakan kebijakan dan praktik menghukum. Banyak pemberi kerja menggunakan pendekatan disipliner. Karyawan yang tidak hadir pada awalnya hanya menerima peringatan secara lisan. Tetapi untuk ketidakhadiran  yang selanjutnya, mereka mendapat peringatan tertulis, suspense dan pemecatan akhir.

·         Penguatan positif : Penguatan positif meliputi metode seperti memberikan bonus, pengakuan, hari libur, atau penghargaan lain untuk para karyawan atas pemenuhan standar kehadiran. Memberikan penghargaan atas kehadiran yang baik, memberikan bonus karena nyaris tak pernah membolos dan “membeli kembali” cuti sakit yang tidak digunakan, semuanya merupakan metode positif pengurangan ketidakhadiran.

·         Pendekatan kombinasi : Pendekatan kombinasi memberi penghargaan atas perilaku yang diinginkan dan member hukuman atas perilaku yang tidak diinginkan  dan memberi hukuman atas perilaku yang tidak dinginkan. Pendekatan “Bujukan dan Ancaman”.

·         Ketidakhadiran “Tanpa kesalahan” : Disini, alasan atas ketidakhadiran tidak begitu berarti, tetapi karyawan harus mengatur waktu mereka daripada meenyuruh manajer untuk membuat keputusan mengenai katidakhadiran yang beralasan dan yang tidak beralasan.

·         Program cuti berbayar (paid time-off-----PTO). Beberapa karyawan mempunyai program cuti berbayar (PTO) dimana hari libur, hari raya, dan cuti sakit untuk setiap karyawan digabung dalam sebuah tabungan PTO. Karyawan menggunakan hari-hari dari tabungan mereka dengan diskresi selama keadaan sakit, waktu pribadi atau liburan.

b.        Perputaran

          Perputaran (turnover) atau tingkat keluar masuk karyawan terjadi ketika karyawan meninggalkan organisasi  dan harus digantikan.

-        Jenis Perputaran

    Perputaran dikelompokan dalam beberapa cara yang berbeda. Setiap klasifikasi berikut ini dapat digunakan dan tidak terpiisah satu sama lain.

a)      Perputaran secara Tidak Sukarela. Pemecatan karena kinerja yang buruk dan pelanggaran peraturan kerja.

b)     Perputaran secara Sukarela. Karyawan meninggalkan perusahaan karena keinginannya sendiri

c)      Perputaran Fungsional. Karyawan yang memiliki kinerja lebih rendah atau karyawan yang menganggu pergi.

d)     Perputaran Disfungsional. Karyawan penting dan memiliki kinerja tinggi pergi pada saat yang genting.

e)      Perputaran yang Tidak Dapat Dikendalikan muncul karena alasan diluar pengaruh pemberi kerja

f)       Perputaran yang Dapat Dikendalikan muncul karena faktor yang dapat dipengaruhi oleh pemberi kerja.

c.         Umur

Ada kecendrungan pegawai yang tua lebih merasa puas daripada pegawai yang berumur relatif muda. Hal ini diasumsikan bahwa pegawai yang tua lebih berpengalaman menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaan. Sedangkan pegawai usia muda biasanya mempunyai harapan ideal tentang dunia kerjanya, sehingga apabila antara harapannya dengan realita kerja terdapat kesenjangan atau ketidakseimbangan dapat menyebabkan mereka menjadi tidak puas.

D.    RETENSI DAN FAKTOR-FAKTORNYA

1.       RetensiSumber Daya Manusia

Retensi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah Penyimpnan atau pertahanan. Upaya untuk mempertahankan karyawan telah menjadi persoalan utama dalam banyak organisasi karena beberapa alasan. Mudahnya, dengan perputaran yang lebih renda, setiap individu dipelihara berati berkurangnya satu orang yang direktrut, diseleksi, dan dilatih. Selain itu, kinerja organisasional dan individual ditingkatkan dengan kontinuitas karyawan yang mengetahui pekerjaan, rekan kerja, layanan dan produk organisasional mereka, sertya pelanggan perusahaan tersebut.

a.      Pentingnya mempertahankan karyawan

Survei terhadap Chief Executive Officers menemukan bahwa mereka yakin kontribusi terbesar untuk keberhasilan organisasional selama lima tahun ke depan adalah mendapatkan dan memlihara bakat karyawan (26%). Sebagai contoh, perusahaan teknologi yang memiliki 5.000 karyawan. SAS Institute, menentukan bahwa kerugian dari perputaran karyawan mereka yang sangat terampil berkisarantara $60.000 untuk setiap kepergian. Dengan fokus pada retensi karyawan, perusahaan tersebut memiliki angka PHK 175 di bawah rata-rata industri, yang berati bahwa ada lebih sedikit 850 karyawan yang harus dipekerjakan dengan “penghematan” yang diperkirakan lebih dari $50 juta setiap tahun. Fokus SAS pada retnsi karyawan mengharuskan organisasi tersebut untuk menjadi lebih inovatif dengan program retensinya. SAS juga menemukan bahwa kenaikan retensi karyawan telah meningkatkan pncapaian tujuan organisasional secara signifikan.

b.      Retensi sebagai persoalan manajemen

Perubahan dalam kondisi ekonomi, bersamaan dengan gagasan pekerjaan.com dan melambatnya pertumbuhan peerusahaan teknologi, telah membuat beberapa orang berspekulasi bahwa penekanan pada retensi karyawan merupakan persoalan temporer. Akan tetapi, Survey McKinsey & Company yang diperbarui menemukan bahwa 905 perusahaan yang disurvey mengatakan bahwa lebih sulit untuk memelihara individu yang berbakat sekarang ini dibandingkan bebrapa tahun yang lalu. Oleh karena itu, sangatlah penting organisasi dan manajer mengakui bahwa retensi karyawan merupakan perhatian SDM yang berkelanjutan dan tanggung jawab yang signifikan bagi semua supervisor dan manajer.

c.       Staf yang bertanggung jawab untuk retensi karyawan

Beberapa pemberi kerja telah menempatkan prioritas utama pada retensi karyawan sehingga mereka menunjuk satu orang sebagai penannggung jawab atas upaya tersebut. Sering kali, satu orang dalam bidang SDM diserahi tugas utama untuk melakukannya guna memastikan bahwa hal tersebut menempati prioritas tinggi dan memerlukan berbagai cara untuk meningkatkan retensi karyawan.

d.      Mengapa Karyawan Bertahan atau Keluar

Karyawan bertahan atau meninggalkan pekerjaan dan organisasi mereka karena berbagai alasan. Tentu saja, karyawan yang dipecat keluar atas keinginan perusahaan. Tetapi, persoalan yang lebih besar dalam banyak organisasi adalah mengapa karyawan berhenti secara sukarela. Survey yang dilakukan oleh McKinsey & Company, sebuah perusahaan konsultan internasional yang sangat besar, menekankan pentingnya retensi karyawan dengan menyimpulkan bahwa para pemberi kerja menghadapi “perang untuk memperebutkan orang-orang berbakat.”

 

2.         Faktor Penentu Retensi Karyawan

Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi retensi karyawan, adalah:

a.      Komponen Organisasional

Beberapa komponen organisasional mempengaruhi karyawan dalam memutuskan apakah bertahan atau meninggalkan perusahaan mereka. Organisasi yang memiliki budaya dan nilai yang positif dan berbeda mengalami perputaran karyawan yang lebih rendah.

b.      Budaya dan Nilai Organisasional

Adalah pola nilai dan keyakinan bersama yang memberikan arti dan peraturan perilaku bagi anggota organisasional. Ada banyak contoh yang dapat diberikan mengenai karyawan teknis utama, profesional dan administratif  yang meninggalkan perusahaan karena budaya perusahaan yang tampaknya tidak menghargai orang dan menciptakan rintangan terhadap penggunaan kapabilitas individual. Sebaliknya, menciptakan budaya yang menghargai orang memungkinkan beberapa perusahaan untuk menarik dan memelihara karyawan  dengan baik.

c.       Strategi, peluang dan manajemen organisasional

Komponen organisasional lain yang mempengaruhi retensi karyawan berhubungan dengan strategi, peluang, dan manajemen organisasi tersebut. Dalam beberapa organisasi, peristiwa eksternal dianggap sebagai ancaman, sedangkan organisasi lain menganggap perubahan sebagai tantangan yang membutuhkan respon. Pendekatan akhir dapat menjadi sumber keunggulan kompetitif, terutama apabila sebuah organisasi berada dalam industri yang semakin meningkat dan dinamis faktor yang mempengaruhi bagaimana karyawan memandang organisasi mereka adalah kualitas perencanaan masa depan dari kepemimpinan organisasional. Seringkali, visi seperti itu ditunjukkan dengan memiliki rencana strategis yang diidentifikasi yang menuntun respon perusahaan pada perubahan. Apabila perusahaan dikelola secara efektif, Karyawan mungkin merasa bosan dengan respon yang tidak efektif dan ketidakefisienan yang mereka hadapi dalam pekerjaannya. Organisasi yang memiliki tujuan yang di tetapkan dengan jelas yang membuat para manajer dan karyawan untuk bertanggung jawab atas pencapaian hasil dianggap sebagai tempat bekerja yang lebih baik, terutama individu yang ingin maju, baik secara finansial maupun karir.

d.      Kontinuitas dan keamanan kerja

Banyak individu melihat suatu kemunduran dalam keamanan kerja selama dekade yang lalu. Semua pengurangan, pemberhentian sementara, serta penyusunan alam organisasional telah mempengaruhi loyalitas dan retensi karyawan.

E.     INTERVENSI TERHADAP RETENSI KARYAWAN

Intervensi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah campur tangan dalam perselisihan antara dua pihak (orang, golongan,negara,dsb).

Berbagai intervensi sdm dapat dilakukan untuk memperbaiki retensi karyawan. Perputaran dapat dikendalikan dan dikurangi dengan beberapa cara. Selama proses perekrutan, pekerjaan tersebut harus di uraikan dan tinjauan pekerjaan yang realistis diberikan, sehingga kenyataan pekerjaan sesuai dengan harapan  karyawan baru. Cara lain untuk meniadakan perputaran adalah dengan meningkatkan proses seleksi agar dapat menyesuaikan para pelamar dengan pekerjaan secara lebih baik. Dengan memperbaiki proses seleksi dan mempekerjakan orang orang yang tidak memiliki masalah disipliner atau kinerja atau sejarah kerja yang menunjukkan potensial perputaran yang lebih tinggi, para pemberi kerja, dapat mengurangi perputaran. Secara terpilih individu yang menerima orientasi dan pelatihan yang efektif memiliki kemungkinan kecil untuk meninggalkan perusahaan .

Faktor-faktor SDM yang lain juga penting. Kompensasi juga penting karena sistem gaji yang kompetitif, adil, dan pantas dapat membantu mengurangi perputaran.imbalan kerja yang tidak mencukupi juga dapat menyebabkan perputaran secara sukarela, terutama apabila para pemberi kerja yang lain menawarkan tingkat kompensasi yang lebih tinggi secara signifikan untuk pekerjaan-pekerjaan serupa. Perencanaan dan pengembangan karier dapat membantu organisasi mempertahankan para karyawan.  Hubungan karyawan termasuk perlakuan adil/tidak diskriminatif dan pelaksanaan kebijakan SDM, juga dapat meningkatkan retensi karyawan.[11]

BAB III

PENUTUP

A.    SIMPULAN

Kinerja atau performance adalah tindakan menampilkan atau melaksanakan suatu kegiatan dengan kata lain kinerja merupakan suatu kemampuan kerja atau prestasi kerja yang diperlihatkan oleh seorang pegawai untuk mencapai hasil kerja yang optimal. Faktor-faktor yang memengaruhi kinerja ada dua yaitu: faktor kemampuan dan faktor motivasi.

Kontrak psikologis adalah suatu kesepakatan implisit diantara individu, dan antara individu dengan organisasi. Kontrak ini merincikan apa yang diharapkan setiap pihak agar dapat diberikan dan diterima satu sama lain dalam hubungan tersebut. Banyak sekali fungsi manajemen yang melibatkan kontrak – kontrak psikologis. Dua faktor yang memengaruhi hubungan antara indiidu dan organisasi adalah perubahan ekonomi dan keinginan dari individu yang berbeda. Faktor-faktor ini memengaruhi kontrak psikologis dalam beberapa cara.

Teori kepuasan kerja tergantung pada beberapa teori yaitu: Teori Nilai (Value Theory), Teori Keseimbangan, Teori Perbedaan, Teori Pemenuhan Kebutuhan, Teori Pandangan Kelompok, Teori Dua Factor.

Kepuasan kerja  adalah (job satisfaction) adalah keadaan emosional yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang.ketidakpuasan kerja muncul ketika harapan seseorang tidak terpenuhi. Sebagai contoh, apabila seseorang karyawan nmengharapkan kondisi kerja yang bersih dan aman atas pekrjaan tersebut, karyawan itu cenderung tidak puas, apabila tempat kerjanya kotor dan berbahaya.

Intervensi sdm dapat dilakukan untuk memperbaiki retensi karyawan. Perputaran dapat dikendalikan dan dikurangi dengan beberapa cara. Selama proses perekrutan, pekerjaan tersebut harus di uraikan dan tinjauan pekerjaan yang realistis diberikan, sehingga kenyataan pekerjaan sesuai dengan harapan  karyawan baru

B.     SARAN

1.      Membaca lebih banyak buku-buku atau sumber-sumber lain tentang kurikulum agar lebih banyak ilmu yang di dapat.

2.      Tuugas kepala sekolah, guru, dan pengawas agar lebih dijalankan dengan sebaiknya tentang pengimplementasian kurikulum di Sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Syukur, Fatah, 2012,  Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan, Semarang: Program PascaSarjana IAIN Wali Songo Semarang.

Mathis, Robert L -.Jackson, John H, 2009,  Human Resource Management” Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Salemba Empat.

Timre A, Dale, 1999, Kinerja, Jakarta : Pt. Gramedia.

Ujan Sinambela, Poltak, 2012, Kinerja Peagawai Teori Pengukuran dan Implikasi, Jakarta : Graha Ilmu.

Mangkunegara, Anwar Prabu, 2011,  Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.

 

 

 



[1] Fatah Syukur, Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan, (Semarang, Program PascaSarjana IAIN Wali Songo Semarang, 2012) hlm. 127

[2] Ibid, hlm.128

[3] Ibid.

[4] Ibid, hlm.132

[5] Robert L, Mathis-John H.Jackson , “Human Resource Management” Manajemen Sumber Daya Manusia,( Jakarta, Salemba Empat,2009), Hlm. 119

[6] Dale, Timre A, “Kinerja”, (Jakarta : Pt. Gramedia, 1999) hlm. 109

[7] Poltak, Ujan Sinambela, “Kinerja Peagawai Teori Pengukuran dan Implikasi”, (Jakarta : Graha Ilmu 2012) hlm. 252

[8] Robert L, Mathis-John H.Jackson , “Human Resource Management” Manajemen Sumber Daya Manusia,( Jakarta, Salemba Empat,2009), Hlm,121

[9] Anwar Prabu Mangkunegara, “Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan”, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya,2011).Hlm.117-120

[10] Ibid,Hlm122

[11] Robert L.Mathis dan John H. Jackson, Manajemen Sumber Daya Manusia,(Jakarta,Salemba Empat,2011), hlm.126-143