Tuesday, June 2, 2020

PENGERTIAN K3 DAN HUBUNGAN KINERJA KARYAWAN DALAM PERSPEKTIF MANAJEMAN

PENGERTIAN K3 DAN HUBUNGAN KINERJA KARYAWAN DALAM PERSPEKTIF MANAJEMAN

                                                   

A.   Pengertian K3 dan Hubungan Kinerja Karyawan

1.      Pengertian Keselamatan Kesehatan Kerja

a.       Keselamatan

Keselamatan berasal dari kata dasar selamat, bersumber dari Bahasa Inggris yaitu safety yang dhubungkan dengan keadaan bebasnya seseorang dari kondisi celaka (accident). Oleh sebab itu, keselamatan sebagai suatu pendekatan keilmuan maupun pendekatan praktis akan mempelajari berbagai faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan dan berupaya mengembangkan berbagai cara untuk meminimalisasi terjadinya kecelakaan.

Menurut Silalahi dan Rumandang (dalam Widodo, 2015), keselamatan merupakan sesuatu usaha untuk mencegah setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat. Selanjutnya, Leon C. Meggison (dalam Mangkunegara, 2000), berpendapat bahwa keselamatan mencakup dua istilah yaitu, risiko keselamatan, dan risiko kesehatan.

Secara filosofi, keselamatan dimaknai sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin kebutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah. Dari segi keilmuan, dimaknai sebagai pengetahuan dan penerapan dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat pekerjaan (Purnama, 2010).

Sementara itu Slamet (2012) mendefinisikan keselamatan kerja sebagai suatu keadaan terhindar dari bahaya selama melakukan pekerjaan. Menurutnya, terdapat empat unsure yang dapat menunjang keselamatan kerja, yaitu:

1)      adanya unsure-unsur keamanan dan keselamatan kerja,

2)      adanya kesadaran dalam menjaga keamanan dan kesehatan kerja,

3)      teliti dalam bekerja,

4)      melaksanakan prosedur kerja dengan memperhatikan keamanan dan kesehatan kerja.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa, keselamatan kerja adalah situasi dan kondisi yang menjamin pencegahan dari kecelakaan setiap ketidaknyamanan dalam melaksanakan pekerjaan sehingga pegawai dapat melaksanakan tugasnya dengan aman dan nyaman.

b.      Kesehatan

Kesehatan berasal dari kata dasar “sehat” yang diterjemahkan Bahasa Inggris health dimaknai dengan terbebasnya seseorang dari penyakit, bermakna juga secara fisik, mental, dan social. Kesehatan sebagai suatu pendekatan keilmuan maupun pendekatan praktis yang berusaha mempelajari berbagai faktor yang dapat menyebabkan manusia menderita berbagai penyakit dan juga melakukan berbagai cara pengembahan untuk mencegah penyakit yang dapat menyerang manusia, dan mengantarkannya kea rah yang lebih sehat. Pada dasarnya kesehatan itu meliputi empat aspek sebagai berikut:

1)      Kesehatan fisik, terwujud jika seseorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit

2)      Kesehatan mental (jiwa), mencakup tiga komponen, yakni pikiran, emosional, dan spiritual

3)      Kesehatan social, terwujud jika seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau sekelompok lain secara normal

4)      Kesehatan dari aspek ekonomi, apabila seseorang yang menghasilkan sesuatu yang dapat mendukung hidupnya sendiri atau keluarga

Dapat disimpulkan bahwa, kesehatan adalah suatu keadaan fisik, mental, dan social kesejahteraan pegawai dalam melaksanakan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya dan di tempat kerjanya, yang diindikasikan oleh ketiadaan penyakit atau kelemahan.

c.       Keselamatan Kesehatan Kerja (K3)

Secara filosofi K3 suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan jasmani maupun rohani tenaga kerja khususnya dan manusia pada umumnya, serta hasil karya dan budaya menuju masyarakat adil dan makmur. Sementara itu, dari prespektif keilmuan K3 dijelaskan bahwa semua ilmu dan penerapannya dimaknai sebagai usaha untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, Penyakit Akibat Kerja (PAK), kebakaran, peledakan, dan pencemaran lingkungan.

Menurut Ridley Jhon (dalam Boby Shiantosia, 2000), mengartikan K3 adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaanya, maupun masyarakatnya dan lingkungan sekitar. K3 menunjukkan kepada kondisi-kondisi fisologis-fisik dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan perusahaan (Jackson, 1999).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa K3 adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaanya maupun bagi masyarakatnya dan lingkungan sekitar organisasi atau tempat kerja tersebut, sehingga pegawai dapat melakukan pekerjaannya dengan tenang dan motivasi yang tinggi.[1]

2.      Hubungan Keselamatan Kerja terhadap Kinerja Para Karyawan

Keselamatan kerja yaitu suatu keadaan dimana tenaga kerja merasa aman dan nyaman, atas perlakuan yang diperoleh dari lingkungannya dan berdampak terhadap kualitas bekerja seseorang. Perasaan nyaman mulai dari dalam diri tenaga kerja, apakah dia merasa nyaman terhadap peralatan keselamatan kerja, peralatan yang digunakan, tata letak ruang kerja, dan beban kerja yang diperoleh ketika melakukan pekerjaan.

Dharma (2002;164), ukuran-ukuran kinerja bagi seseorang manajer pabrik dapat dilihat berdasarkan beberapa item yang ada, salah satu diantaranya ialah tentang keselamatan yang ditimbulkan oleh kelalaian dari beberapa karyawan. Bisa disimpulkan bahwa keselamatan kerja termasuk salah satu dari beberapa faktor yang penting dalam melaksanakan pekerjaan, dan memiliki pengaruh terhadap kinerja karyawan

3.      Hubungan Kesehatan Kerja terhadap Kinerja Para Karyawan

Soepomo (1985;75) berpendapat bahwa kesehatan kerja adalah aturan-aturan dan usaha-usaha untuk menjaga buruh dari kejadian yang tidak diinginkan atau keadaan yang dimana perburuhan yang menimbulkan kerugian terhadap kesehatan dan kesusilaan dalam melakukan pekerjaan atau hubungan kerja. Suma’mur (1996;67) mengatakan bahwa dalam pencapaian kinerja karyawan diperlukan program keselamatan dan kesehatan kerja yang memiliki beberapa fungsi berikut:

a.       Melindungi karyawan dari keadaan dan kondisi yang dapat membahayakan keselamatan kerja serta kesehatan para pekerja

b.      Membantu penyesuaian mental maupun fisik setiap karyawan yang akan memberi pengaruh positif bagi keehatan karyawan dan kinerja karyawan akan lenih produktif

c.       Membantu tercapainya dan terpeliharanya kesehatan fisik dan psikis karyawan, serta meningkatkan kinerja karyawan setinggi-tingginya.[2]

 

B.   AktivitasManajemen Keselamatan

Manajemen keselamatan yang efektif membutuhkan sebuah komitmen organisasional pada kondisi bekerja yang aman. Tetapi yang lebih penting program keselamatan yang dirancang dan dikelola dengan baik dapat memberikan keuntungan yaitu mengurangi kecelakaan dan biaya-biaya terkait, seperti kompensasi para pekerja dan denda. Selanjutnya, kecelakaan dan persoalan keselamatan yang lain biasanya berkurang sebagai akibat dari usaha-usaha manajemen yang menekankan keselamatan.

Inti dari manajemen keselamatan adalah komitmen organisasional pada usaha keselamatan yang komprehensif. Usaha ini harus dikoordinasi dari manajemen tingkat atas untuk memasukkan semua anggota organisasi dan juga harus tercermin dalam tindakan-tindakan manjerial. Ada 3 pendekatan berbeda yang digunakan oleh pemberi kerja dalam mengatur keselamatan, yakni:

1.      Pendekatan Organisasional:

a.       Merancang pekerjaan

b.      Mengembangkan dan mengimplementasikan kebijakan keselamatan

c.       Menggunakan komite-komite keselamatan

d.      Mengoordinasikan investigasi keselamatan

2.      Pendekatan Teknik Mesin:

a.       Merancang lokasi dan peralatan kerja

b.      Meninjau peralatan

c.       Menerapkan prinsip-prinsip ergonomi

3.      Pendekatan individual:

a.       Menguatkan motivasi dan sikap keselamatan

b.      Memberikan pelatihan keselamatan karyawan

c.       Memberikan penghargaan keselamatan melalui program intensif.[3]

 

C.   UpayaPeningkatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Organisasi

Usaha-usaha yang diperlukan dalam meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja yaitu sebagai berikut:

1.      Mencegah dan mengurangi kecelakaan kebakaran dan peledakan

2.      Memberikan peralatan perlindungan diri untuk pegawai yang bekerja pada lingkungan yang menggunakan peralatan yang berbahaya

3.      Mengatur suhu, kelembaban, kebersihan udara, penggunaan warna ruangan kerja, penerangan yang cukup terang dan menyejukkan, dan mencegah kebisingan

4.      Mencegah dan memberikan perawatan terhadap timbulnya penyakit

5.      Memelihara kebersihan dan ketertiban, serta keserasian lingkungan kerja

6.      Mencegah dan memberikan perawatan terhadap timbulnya penyakit

7.      Menciptakan suasana kerja yang menggairahkan semangat kerja pegawai.[4]

 

D.   PendekatanDisiplin Kerja

Disiplin kerja merupakan dua kata yang memiliki pengertian sendiri-sendiri. Untuk itu, apabila ingin mengupasnya secara mendalam, perlu mencermati pemahaman kedua kata tersebut. Pengertian disiplin berdasarkan para ahli yaitu sebagai berikut:

1.      Menurut Handoko (2001), disiplin adalah ketersediaan seseorang yang timbul dengan kesadaran sendiri untuk mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi

2.      Menurut Heidjrachman dan Husnan (2002), disiplin adalah setiap perseorangan dan juga kelompok yang menjamin adanya kepatuhan terhadap perintah dan berinisiatif untuk melakukan suatu tindakan yang diperlukan seandainya tidak ada pemerintah.

Sementara itu, kata kedua adalah kinerja, sebagai kata dasar yang dipekerjakan. Pengertian kerja yaitu sebagai berikut:

1.      Menurut Taliziduhu Ndraha (1999), kerja adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh nilai positif dari aktivitas tersebut. Kerja diartikan sebagai proses penciptaan atau pembentukan nilai baru pada suatu unit sumber karya, pengubahan atau perubahan nilai pada suatu unit alat pemenuh kebutuhan yang ada

2.      Menurut Muchdarsyah Sinungan (2005), kerja di samping untuk memenuhi kebutuhan hidup, juga mempunyai nilai terhadap lingkungan kerja/perusahaan dan masyarakat luas

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja merupakan suatu alat yang digunakan pimpinan unuk berkomunikasi dengan pegawai agar mereka bersedia untuk mengubah perilaku mereka mengikuti aturan main yang ditetapkan.

Terdapat tiga bentuk pendekatan disiplin kerja, yaitu:

1.      Disiplin modern, yaitu pendekatan yang mempertemukan sejumlah keperluan atau kebutuhan baru di luar hukuman. Untuk itu, asumsi pendekatan ini adalah:

a.       Disiplin modern merupakan suatu cara menghindarkan bentuk hukuman secara fisik

b.      Melindungi tuduhan yang benar untuk diteruskan pada proses hukum yang berlaku

c.       Keputusan-keputusan yang semuanya terhadap kesalahan atau prasangka harus diperbaiki dengan mengadakan proses penyuluhan dengan mendapatkan fakta-faktanya

d.      Melakukan proses terhadap keputusan yang berat sebelah pihak terhadap kasus disiplin

2.      Pendekatan disiplin dengan tradisi, yaitu pendekatan disiplin dengan cara memberikan hukuman. Untuk itu, asumsi pendekatan ini adalah:

a.       Disiplin dilakukan oleh atasan kepada bawahan, dan tidak pernah ada peninjauan kembali bila telah diputuskan

b.      Disiplin adalah hukuman untuk pelanggaran, pelaksankannya harus disesuaikan dengan tingkat pelanggarannya

c.       Pengaruh hukuman untuk memberikan pelajaran kepada pelanggar maupun kepada pegawai lainnya agar tidak mengikuti pelanggaran yang sama

d.      Peningkatan berbuatan pelanggaran diperlukan hukuman yang lebih keras

e.       Pemberian hukuman terhadap pegawai yang melanggar kedua kalinya harus diberi hukuman yang lebih berat

Empat langkah menuju disiplin yang positif :

1.      Konseling

Tujuan dari tahapan ini adalah untuk meningkatkan kesadaran karyawan akan kebijakan dan peraturan organisasional. Konseling dari seorang supervisor dalam unit kerja juga dapat memiliki pengaruh yang positif.

2.      Dokumentasi Tertulis

Apabila karyawan gagal mengkoreksi perilakunya, konferensi kedua menjadi perlu. Jika tingkat pertama mengambil bentuk sebagai sebuah percakapan antara supervisor dan karyawan maka tingkat ini dokumentasi dalam bentuk tertulis. Dalam tahapan ini supervisor dan karyawan mengembangkan solusi-solusi tertulis untuk mencegah timbulnya masalah-masalah yang lebih lanjut.

3.      Peringatan Terakhir

Ketika karyawan tidak mengikuti solusi-solusi tertulis yang dikemukakandalam langkah kedua, diadakan konferensi peringatan terakhir. Dalam konferensi tersebut, supervisor menekannkan [entingnya pengkoreksian tindakan yang kurang pantas kepada karyawan.

4.      Pemberhentian

Apabila karyawan tersebut gagal untuk mengikuti rencana tindakan yang dikembangkan dan tetap ada masalah yang lebih lanjut, supervisor membehentikan karyawan tersebut.

Keunggulan dari pendekatan yang positif pada disiplin ini berfokus pda penyelesaian masalah. Kesulitan yang paling besar pada pendekatan ini adalah banyaknya jumlah pelatihan yang dinbutuhkan oleh para supervisor dan konselor yang efektif.

 

E.   SerikatPekerja

Serikat pekerja adalah sistem social yang terbuka yang mengejar tujuan dan seringkali dipengaruhi oleh lingkungan luar. Serikat pekerja merupakan wadah bagi karyawan sebagai wahana untuk berpartisipasi dalam perusahaan. Partisipasi karyawan dalam hubungannya dengan hubungan kerja dapat dilakukan secara langsung atau melalui sistem perwakilan dalam bentuk serikat pekerja. Sebab itu, partisipasi karyawan dalam  hubungan kerja juga merupakan perwujudan hak dari kebebasan karyawan berorganisasi dan mengeluarkan pendapat yang dijamin oleh konstitusi dan undang-undang. Oleh karena itu, dalam serikat pekerja masalah legal mempunyai dua sasaran yang luas, yaitu:

1.      Membuat para karyawan sebagai serikat pekerja bertanggungjawab pada pengguna dana-dana serikat kerja sebagaimana mestinya dengan membuat laporan keperluan-keperluan yang rinci

2.      Undang-undang mencoba membuat serikat-serikat kerja lebih demokratis dengan memberikan hak-hak tertentu pada anggota.[5]

Penelitian secara kontinu menunjukkan bahwa para karyawan bergabung dengan serikat pekerja karena dua alasan:

1.      Karyawan tidak puas dengan cara mereka diperlakukan oleh para pemberi kerja mereka

2.      Karyawan menyakini bahwa serikat-serikat pekerja dapat memperbaiki situasi-situasi kerja mereka

Penangkalan dari usaha-usaha pembentukan serikat pekerja adalah dengan:

1.      Kompensasi kompetitif yang masuk akal

2.      Lingkungan kerja yang baik

3.      Manajemen dan pengawasan yang efektif

4.      Perlakuan yang adil dan responsive terhadap para pekerja.[6]

 

F.    ManajemenKeluhan Tertulis

Serikat pekerja atau ketidak puasan karyawan merupakan sumber kekacauan potensial bagi para pemberi kerja, entah diungkapkan atau tidak. Ketidak puasan yang tersembunyi tumbuh dan menciptakan reaksi-reaksi yang mungkin sepenuhnya berada di luar proporsi persoalan semula. Oleh karena itu, adalah penting untuk memberi sebuah jalan keluar untuk ketidakpuasan. Sebuah keluhan (complain) yang merupakan indikasi ketidakpuasan karyawan, merupakan jalan keluar. Apabila karyawan diwakili oleh serikat kerja dan karyawan tersebut berkata “saya seharusnya menerima pemindahan pekerjaan karena saya lebih senior, seperti yang dikatakan dalam kontrak serikat pekerja” dan ia mengumpulkannya dalam tulisan, keluhan tersebut menjadi keluhan tertulis. Keluhan tertulis adalah keluhan yang dinyatakan secara formal dalam tulisan, manajemen harus memperhatikan keluhan dan angkatan kerja. Tanpa prosedur keluhan tertulis, manajemen mungkin tak mampu untuk merespon persoalan karyawan karena para manajer tidak menyadarinya, oleh karena itu sebuah prosedur keluhan tertulis yang formal memberikan alat komunikasi yang berharga untuk organisasi.

 

 

Tanggung jawab keluhan tertulis

Pembagian umum tanggung jawab antara unit SDM biasanya memiliki tanggung jawab yang lebih umum. Majaer harys menerima posedur keluhan tertulis sebagai sebuah pembatas yang mungkin pada beberap keputusan mereka.

Prosedur keluhan tertulis (grievance procedures) adalah saluran komunikasi formal yang dirancang untuk menyelesikan keluhan tertulis secepat mungkin setelah masalah terjadi. Para supervisor ini pertama biasanya paling dekat dengan masalah, akan tetapi supervisor tersebut harus memperhatikan banyak persolan lain diamping keluhan tertulis seorang karyawan. Jadi, agar mendapatkan perhatian yang pantas, keluhan tertulis merupakan sebuah proses penyelesaian.

Pembagian umum tanggung jawab SDM : manajemen keluhan tertulis.[7]

Unit SDM

Para Manajer

Membantu merancang prosedur keluhan tertulis

Beroperasi dalam ketentuan prosedur keluhan tertulis

Memonitor kecendrungan dalam angka keluhan tertulis untuk organisasi

Berusaha menyelesaikan keluhan tertulis bila mungkin

Membantu mempersiapkan kasus keluhan tertulis untuk arbitrasi

Mendokumentasikan kasus keluhan tertulis untuk prosedur keluhan tertulis

Memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan keluhan tertulis

Tertulis dalam usaha pencegahan keluhan tertulis

 

DAFTAR PUSTAKA

Lijan Poltak Sinambela, Manajemen Sumber Daya Manusia (Membangun Tim Kerja yang Solid untuk Meningkatkan Kinerja), (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2016). hlm.361-362

 

Sedarmayanti, Manajemen Sumber Daya Manusia  (Reformasi Birokrasi Manajemen Pegawai Sipil), (Bandung: PT Refika Aditama, 2007), hlm.225

 

Robert L. Mathis & John H. Jackson, Human Resouce Management Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Salemba Empat, 2009), Ed.10, hlm. 490-491

 

Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2011), hlm.162

Veithzal Rivai & Ella Jauvani Sagala, Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari Teori dan Praktik, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2011), hlm.872-873  



       [1] Lijan Poltak Sinambela, Manajemen Sumber Daya Manusia (Membangun Tim Kerja yang Solid untuk Meningkatkan Kinerja), (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2016). hlm.361-362

       [2] Sedarmayanti, Manajemen Sumber Daya Manusia  (Reformasi Birokrasi Manajemen Pegawai Sipil), (Bandung: PT Refika Aditama, 2007), hlm.225

       [3] Robert L. Mathis & John H. Jackson, Human Resouce Management Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Salemba Empat, 2009), Ed.10, hlm. 490-491

       [4] Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2011), hlm.162

       [5] Veithzal Rivai & Ella Jauvani Sagala, Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari Teori dan Praktik, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2011), hlm.872-873  

      [6] Robert L. Mathis & John H. Jackson, Op.Cit, hlm. 511-516

       [7]  Robert L. Mathis & John H. Jackson, Ibid, hlm. 518-519

 


No comments:

Post a Comment