Saturday, July 25, 2020

ASET DAERAH SEBAGAI SUMBER PEMBIAYAAN DALAM PERSPEKTIF MANAJEMAN KEUANGAN

ASET DAERAHSEBAGAI SUMBER PEMBIAYAAN DALAM PERSPEKTIF MANAJEMAN KEUANGAN


 BAB I PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Aset daerah merupakan sumber daya penting bagi pemerintah daerah sebagai penopang utama pendapatan asli daerah. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah daerah untuk dapat mengelola aset secara memadai. Dalam pengelolaan aset, pemerintah daerah harus menggunakan pertimbangan aspek perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan penyaluran, penggunaan, penatausahaan, pemanfaatan atau penggunaan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindah tanganan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian, pembiayaan dan tuntutan ganti rugi agar aset daerah mampu memberika kontribusi optimal bagi pemerintah daerah yang bersangkutan. Efisiensi dalam pengelolaan aset milik daerah adalah mutlak diperlukan karena terbatasnya sumber daya pemerintah dalam rangka pelayanan publik, sehingga pengadaan aset milik daerah yang diperlukan harus benar-benar sesuai dan terbatas pada yang diperlukan saja dengan maksud menghindari pemborosan keuangan daerah. Manajemen asset daerah mencangkup proses perencanaan dan pengawasan asset-aset fisik selama masa asset suatu instansi atau organisasi lainnya.

B.      Rumusan Masalah

1.        Apa yang dimaksud dengan Aset?

2.        Bagaimana Inventarisasi dan Pencatatan Status Aset Daerah?

3.        Bagaimana Penilaian Aset Daerah?

4.        Bagaimana Pengelolaan Optimalisasi Utilisasi Aset Daerah?

C.     Tujuan

1.           Mengetahui pengertian Aset

2.           Mengetahui Inventarisasi dan Pencatatan Status Aset Daerah

3.           Mengetahui Penilaian Aset Daerah

4.           Mengetahui Pengelolaan Optimalisasi Utilisasi Aset Daerah

 

BAB II PEMBAHASAN

A.     Pengertian Aset

Standar Akuntansi Pemerintahan dalam PSAP 07-1 mendefinisikan aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya non keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang diperlihara karena alasan sejarah dan budaya. Sementara itu, pengertian aset secara umum menurut Siregar (2004: 178) adalah barang (thing) atau sesuatu barang (anything) yang mempunyai nilai ekonomi (economic value), nilai komersial (commercial value) atau nilai tukar (exchange value) yang dimiliki oleh badan usaha, instansi atau individu (perorangan). Aset daerah adalah semua kekayaan daerah yang dimiliki maupun yang dikuasai pemerintah daerah, yang dibeli atau diperoleh atas bahan APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.1

Pengertian aset adalah sesuatu yang memiliki nilai. Real estate sebagai komponen utama dari aset daerah, oleh pemerintah daerah selanjutnya harus dapat dimanfaatkan sebagai aset yang produktif dan berguna sehingga berdampak positif dalam pembangunan ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat. Dalam Pasal 3 ayat (2) Per aturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/daerah menyebutkan bahwa pengelolaan barang milik Negara/daerah meliputi perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindah tanganan, penatausahaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian.2 Aset daerah


1 Mahmudi, Manajemen Keuangan Daerah, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010), hal. 146

2 Perubahan Atas Peraturan pemerintah Nomor 06 Tahun 2006 Tentang pengelolaan Barang milik Negara / Daerah (PP Nomor 38 Tahun 2008)

 

tidak selalu berkaitan dengan bangunan fisik akan tetapi aset mencakup seluruh aspek di suatu daerah yang dikelola oleh pemerintah daerah.

 B.      Inventarisasi dan Pencatatan Status Aset Daerah

Inventarisasi merupakan kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan barang milik daerah (Permendagri 17/2007 pasal 1 ayat 31). Inventarisasi adalah kegiatan atau tindakan untuk melakukan perhitungan, pengurusan, penyelenggaraan, pengaturan, pencatatan, data dan pelaporan barang milik daerah dalam unit pemakaian. Inventarisasi aset terdiri atas dua aspek, yaitu inventarisasi fisik dan yuridis/legal. Aspek fisik terdiri atas bentuk, luas, lokasi,volume/jumlah, jenis, alamat dan lain-lain. Sedangkan aspek yuridis adalah status penguasaan, masalah legal yang dimiliki, batas akhir penguasaan dan lain- lain. Proses kerja yang dilakukan adalah pendataan, kodifikasi/ labelling, pengelompokan dan pembukuan/ administrasi sesuai dengan tujuan manajemen aset. Inventarisasi merupakan kegiatan pencacahan (opname) fisik dan administratif barang yang meliputi pendapatan, pencatatan, pendaftaran dan pelaporan hasil inventarisasi tersebut. Inventarisasi dilakukan untuk mengetahui jumlah, nilai dan kondisi barang milik negara/ daerah pada suatu saat tertentu ( Pusdiklat Spimnas 2013 : 24).

Inventarisasi adalah kegiatan atau tindakan untuk melakukan perhitungan, pengurusan, penyelenggaraan, pengaturan, pencatatan data dan pelaporan barang milik daerah dalam unit pemakaian. (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007:34) Adapun pengertian Barang Milik Daerah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 butir 1 huruf a,b dan butir 2 huruf a, b, c, d Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan barang Milik Daerah bahwa Barang Milik Daerah adalah Barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD, barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah. Barang sebagaimana dimaksud meliputi :

 

1.            Barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;

2.            Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak;

3.            Barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang; atau

4.            Barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (Pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 tahun 2007 : 6).

Pada dasarnya Pejabat Pengelola Barang Milik Daerah adalah Kepala Daerah sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah berwenang dan bertanggungjawab atas pembinaan dan pelaksanaan pengelolaan barang milik daerah. Kepala Daerah dibantu oleh Sekretaris Daerah selaku pengelola, Kepala Biro/Bagian Perlengkapan/Umum/Unit pengelola barang milik daerah selaku pembantu pengelola, Kepala SKPD selaku pengguna, Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah selaku kuasa pengguna, Penyimpan barang milik daerah dan Pengurus barang milik daerah. Barang Milik daerah dimaksud dapat berupa barang bergerak dan barang tidak bergerak yang semua keberadaannya di semua tempat tidak terbatas hanya ada pada pemerintah daerah atau lembaga namun juga yang berada pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau bentuk-bentuk kelembagaan lainnya yang belum ditetapkan statusnya menjadi kekayaan daerah yang dipisahkan. Barang Milik Daerah yang dipisahkan adalah barang daerah yang pengelolaannya berada pada Perusahaan Daerah atau BUMD lainnya yang anggarannya dibebankan pada anggaran Perusahaan Daerah atau BUMD lainnya. Istilah Barang Milik Daerah atau Aset Daerah sebagaimana tercantum pada Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 sering kali digunakan bergantian dengan istilah lain yaitu kekayaan daerah atau barang milik daerah.3 Dengan demikian barang milik daerah atau aset daerah atau kekayaan daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Barang Milik Daerah atau aset Daerah merupakan salah satu sumber pembiayaan daerah dalam rangka mendukung pelaksanaan pemerintahan di daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) salah satunya

 


3 Winardi, Istilah Ekonomi ( Bandung: Mandar Maju, 1996), hal.

 

berasal dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan. Penerimaan hasil penjualan kekayaan (aset) daerah yang dipisahkan dapat berupa penjualan perusahaan Milik Daerah (BUMD), penjualan aset milik pemerintah daerah yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga atau hasil divestasi penyertaan modal pemerintah daerah. Oleh karena barang milik daerah atau aset daerah merupakan salah satu sumber pembiayaan dan Pendapatan Asli Daerah (PAD), maka harus dikelola dengan baik agar dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat luas.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang pedoman teknis pelaksanaan pengelolaan barang milik daerah, agar pelaksanaan pengelolaan asset daerah dapat dilakukan dengan baik dan benar sehingga dapat dicapai efektivitas dan efisiensi pengelola asset daerah hendaknya berpegang teguh pada asas- asas sebagai berikut :

1.    Fungsional

 

Setiap pengambilan keputusan dalam rangka pengelolaan BMN/D harus dilakukan sesuai fungsi, kewenangan dan tanggung jawab masing-masing

2.    Kepastian Hukum

 

Pengelolaan BMN/D harus dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku

3.    Transparansi

 

Penyelenggaraan pengelolaan BMN/D harus trasparan terhadap hak masyarakat dalam memperoleh hak informasi

4.    Efisiensi

 

Arah pengelolaan BMN/D agar sesuai batasan standar kebutuhan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tupoksi secara optimal

5.    Akuntabilitas

Setiap kegiatan pengelolaan BMN/D harus dapat dipertanggungjawabkan kepada stakeholder/rakyat

6.    Kepastian Nilai

 

Pengelolaan BMN/D harus didukung adanya ketepatan jumlah dan nilai barang dalam rangka optimalisasi pemanfaatan dan pemindah tanganan BMN/D serta penyusunan neraca pemerintah. Selanjutnya dikemukakan bahwa maksud dikeluarkannya pedoman teknis tersebut adalah untuk menyeragamkan langkah dan tindakan yang diperlukan oleh pemerintah daerah dalam pengelolaan barang daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pentingnya pengelolaan barang milik daerah agar dapat diketahui kejelasan status kepemilikan BMD, inventarisasi kekayaan daerah dan masa pakai BMD, optimalisasi penggunaan dan pemanfaatan untuk peningkatan PAD, antisipasi kondisi BMD dalam fungsi pelayanan publik, pengamanan barang daerah, dasar penyusunan neraca, serta kewajiban untuk melaporkan kondisi dan nilai BMD secara berkala. Manfaat pengelolaan Barang Milik Daerah adalah guna meningkatkan pengurusan dan akuntabilitas, meningkatkan manajemen layanan, meningkatkan manajemen resiko yaitu menganalisis kemungkinan dan konsekuensi dari kegagalan aset dan meningkatkan efisiensi keuangan.

C.     Penilaian Aset Daerah

Pemerintahan daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota memiliki kewenangan dalam hal pengelolaan aset daerah. Aset daerah dalam laporan keuangan pemerintah daerah akan ditampilkan di neraca yaitu pada sisi aset atau aktiva. Aset daerah sebagaimana yang ditampilkan dalam neraca pemerintah daerah bersifat carry-over, artinya akan dilaporkan terus di neraca selama aset tersebut masih ada, tetapi satuan kerja juga harus menyusun neraca satuan kerja perangkat daerah.4 Koordinasi antara kepala daerah selaku pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah dengan sekda selaku pengelola barang milik


4 Mahmudi, Manajemen Keuangan Daerah, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010), hal. 147

 

daerah, kepala SKPD selaku pengguna barang, kepala SKPKD selaku BUD, biro/bagian perlengkapan sekda, dan bendahara barang sangat penting dilakukan untuk perencanaan, pengendalian, sinkronisasi dan updating data aset pemerintah daerah. Data aset tersebut sangat penting untuk penyusunan nerasa pemerintah daerah. Tanggung jawab pengelolaan aset daerah langsung diawasi oleh Gubernur, Bupati atau Walikota setempat.

Gubernur, Bupati atau Walikota selaku pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah mempunyai wewenang menetapkan kebijakan, menetapkan penggunaan, pemanfaatan, dan pemindanganan tangan tanah, serta menyetujui segala hal kebijakan tentang aset daerah. Aset-aset daerah perlu mendapat pengamanan yang memadai. Pengamanan aset daerah yang diperlukan meliputi pengamana administrasi dan catatan, pengamanan secara hokum, dan pengamanan fisik. Alur pelaporan atas aset daerah mengarah kepada pemerintah daerah tersebut. Oleh sebab itu, pemerintah daerah diharapkan mampu mengawasi dan menilai keberlangsungan pengelolaan aset daerah.

D.     Pengelolaan Optimalisasi Utilisasi Aset Daerah

Tugas dan wewenang pejabat daerah yang terkait dengan pengelolaan aset daerah sebagaimana diatur dalam UU No. 1 Tahun 2004 tentang Pembendaharaan Negara; PP No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah; dan peraturan perundangan terkait. Pengelolaan aset daerah dikelola oleh seluruh pejabat daerah dengan kewenangan yang berbeda. Optimalisasi pengelolaan aset daerah diharapkan dapat menjadikan aset daerah sebagai sumber pendapatan di daerah tersebut. Pemerintah daerah bisa mendapatkan penghasilan daerah yang besar apabila pengelolaan dilakukan dengan baik dan benar. Salah satu aspek penting untuk optimalisasi manajemen keuangan daerah adalah adanya system manajemen aset daerah yang efisien, efektif, transparan dan akuntabel.5 Manager publik di pemerintah daerah perlu mengetahui prinsip-prinsip manajemen aset daerah agar aset-aset yang ada dapat dikelola secara optimal.


5 Ibid, hal. 159

 

BAB III PENUTUP

A.     Kesimpulan

Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya non keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang diperlihara karena alasan sejarah dan budaya. Dalam Pasal 3 ayat (2) Per aturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/daerah menyebutkan bahwa pengelolaan barang milik Negara/daerah meliputi perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindah tanganan, penatausahaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian. Pengelolaan aset yang baik dapat menjadikan aset sebagai sumber pembiayaan daerah yang cukup besar.

 B.      Saran

Pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengelola aset di daerahnya

sendiri dan bisa mendapatkan pemasukan daerah lewat pengelolaan tersebut. Dengan adanya kebijakan tersebut, sudah sepatutnya banyak daerah di Indonesia yang maju mengingat sumber daya alam di tiap daerah Indonesia yang cukup melimpah. Pemerintah daerah harus menerapkan kebijakan yang adil antara mengambil keuntungan dari aset dengan memperhatikan kesejahteraan masyarakat dan keberlangsungan aset tersebut.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis. Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.

Perubahan Atas Peraturan pemerintah Nomor 06 Tahun 2006 Tentang pengelolaan Barang milik Negara / Daerah (PP Nomor 38 Tahun 2008).

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis. Pengelolaan Barang milik Daerah.

Mahmudi, 2020, Manajemen Keuangan Daerah, Jakarta: Penerbit Erlangga. Winardi, 1996 Istilah Ekonomi, Bandung: Mandar Maju.


Friday, July 17, 2020

INOVASI MANAJEMAN KURIKULUM

INOVASI MANAJEMAN KURIKULUM

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Kurikulum merupakan salah satu komponen penting dalam sistem pendidikan dan merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan itu sendiri. Selain itu, kurikulum dijadikan sebagai pedoman dalam proses pelaksanaan pembelajaran dalam semua tingkat pendidikan. Sebagai barometer keberhasilan pelaksanaan pendidikan, kurikulum harus layak dijadikan sebagai acuan. Karena salah satu faktor penentu kualitas pendidikan yang ada pada suatu bangsa dilihat dari bagaimana kurikulum yang berlaku telah diterapkan secara optimal. Sejak masa awal kemerdekaan Indonesia, kurikulum yang diterapkan di Indonesia telah mengalami sebelas kali perubahan terhitung sejak kurikulum yang pertama lahir yaitu pada tahun 1947. Perubahan kurikulum dari masa ke masa ini merupakan langkah yang diambil pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Seiring berkembangnya kehidupan pendidikan, kurikulum di Indonesia harus terus diinovasi agar tidak tertinggal dengan pesatnya arus globalisasi yang masuk dan harus dapat diterapkan pada seluruh tingkatan sosial masyarakat di berbagai wilayah Indonesia.

Dengan demikian, Inovasi kurikulum yang merupakan suatu gagasan atau praktek kurikulum baru dengan mengadopsi bagian-bagian yang potensial dari kurikulum terdahulu selalu dibutuhkan, untuk mengatasi masalah-masalah yang tidak hanya terbatas masalah pendidikan tetapi juga masalah-masalah yang mempengaruhi kelancaran proses pendidikan.

 

B.     Rumusan Masalah

Untuk membatasi pembahasan yang akan dibahas, penulis akan membatasi permasalahan-permasalahan yang akan dibahas di dalam makalah ini, berikut adalah rumusan masalahnya :

1.      Apakah inovasi kurikulum termasuk dari bagian inovasi pendidikan?

2.      Bagaimana syarat dan langkah inovasi kurikulum?

3.      Apa saja hasil dari inovasi kurikulum?

 

C.    Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :

1.      Menjelaskan Inovasi kurikulum juga sebagai bagian dari inovasi pendidikan juga.

2.      Memberikan informasi tentang syarat dan langkah inovasi kurikulum

3.      Menjelaskan hasil-hasil dari inovasi kurikulum

 

D.    Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah :

1.         Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Inovasi kurikulum juga sebagai bagian dari inovasi pendidikan.

2.         Untuk mengetahui syarat dan langkah inovasi kurikulum.

3.         Untuk mengetahui hasil-hasil apa saja dari inovasi kurikulum.

 

E.     Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pemakalah dalam menyusun makalah ini, pemakalah menyusun makalah ini menjadi tiga bab, yakni :

BAB I   : Pendahuluan di dalamnya terdapat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan makalah, manfaat penulisan makalah, dan sistematika penulisan makalah.

BAB II       : Pembahasan terdiri dari beberapa materi, yaitu tentang inovasi kurikulum juga bagian dari inovasi pendidikan, syarat dan langkah inovasi kurikulum, hasil-hasil inovasi kurikulum.

BAB III               : Penutup berisi kesimpulan dan saran.

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Inovasi Kurikulum

Inovasi dalam kurikulum adalah suatu pembaharuan atau gagasan yang diharapkan membawa dampak terhadap kurikulum itu sendiri. Dampak itu bukannya pada pengembangan, melainkan juga terhadap proses pendidikan sebagai implementasi suatu kurikulum.[1]

Inovasi dapat diartikan sesuatu yang baru dalam situasi sosial tertentu yang digunakan untuk menjawab atau memecahkan suatu permasalahan. Dilihat dari bentuk atau wujudnya “sesuatu yang baru” itu dapat berupa ide, gagasan, benda atau mungkin tindakan. Sedangkan dilihat dari maknanya, sesuatu yang baru itu bisa benar-benar baru yang belum tercipta sebelumya yang kemudian disebut dengan invantion, atau dapat juga tidak benar-benar baru sebab sebelunya sudah ada dalam konteks sosial yang lain yang kemudian disebut dengan istilah discovery. Proses invantion misalkan penerapan metode atau pendekatan pembelajaran yang benar-benar baru dan belum dilaksanakan dimanapun untuk meningkatkan efektivitas dan efesiensi pembelajaran, contohnya berdasarkan kemajuan ilmu penegtahuan dan teknologi kita dapat mendesain pembelajaran melalui hand phone yang selama ini belum ada; sedangkan proses discovery, misalkan penggunaan model pembelajaran inkuiri dalam pembelajaran IPA di indonesia untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dalam pelajaran tersebut, yang sebenarnya model pembelajaran tersebut sudah digunakan di negar-negara lain. Jadi dalam peroses inivasi ini dapat melalui proses berupa invantion maupun discovery. Maka inovasi kurikulum dan pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu ide, gagasan atau tidakan-tindakan tertentu dalam bidang kurikulum dan pembelajaran yang dianggap baru untuk memecahkan masalah pendidikan.[2]

 

 

B.     Inovasi Kurikulum Sebagai Inovasi Pendidikan

Kualitas pendidikan juga dianggap sebagai suatu masalah yang dihadapi dunia pendidika kita. Rendahnya kualitas pendidikan dapat dilihat dari dua sisi. Pertama dari segi proses dan kedua dari segi hasil.

Rendahnya kualitas pendidikan dilihat dari sisi proses, adalah adanya anggapan bahwa selama ini proses pendidikan yang dibanguan oleh guru dianggap cenderung terbatas pada penguasaan materi pelajaran atau bertumpu pada pengembangan aspek kognitif tingkat rendah, yang tidak mampu mengembangkan kreativitas berpikir proses pendidikan atau proses belajar mengajar dianggap cenderung menempatkan siswa sebagai objek yang harus diisi dengan berbagai informasi dan bahan-bahan hafalan. Komunikasi terjadi satu arah, yaitu dari guru ke siswa melalui pendekatan ekspositori yang dijadikan sebagai alat utama dalam proses pembelajaran.

Beberapa usaha yang dilakukan untuk memecahkan masalah tersebut diantaranya dengan meningkatkan kualitas guru dan perbaikan kurikulum, serta menyediakan berbagai sarana an prasarana yang lebih lengkap dan dianggap memadai. Peningkatan kualitas atau  mutu guru, diantaranya dengan meningkatkan latar belakang akademis mereka melalui pemberian kesempatan untuk mengikuti program pendidikan. perbaikan kurikulum dilakukan bukan hanya membuka kemungkinan penambahan isi kurikulum dan inovasi sesuai dengan kebutuhan lokal.[3]

C.    Hasil-Hasil Inovasi Kuirkulum

Beberapa inovasi yang telah dilakukan dikemukakan di bawah ini.[4]

1.      Pemberlakuaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Sejak lama bahkan sejak kemerdekaan Republik Indonesia ini, kurikulum di Indonesia disusun secara terpusat. Sekolah kurang bahkan tidak diberi ruang yang cukup untuk mengembangkan kurikulum sendiri. Sekolah dan tentu saja guru hanya berfungsi sebagai pelaksana kurikulum yang seluruhnya diatur oleh pusat, dari mulai isi pelajaran, sistem penilaian bahkan waktu pemberian materi pelajaran kepada siswa. Baru sejak 2006, terjadi perubahan kebijakan pemerintah mengenai kurikulum seiring dengan diberlakukannya UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Kurikulum tidak lagi sepenuhnya diatur oleh pusat, akan tetapi ditentukan oleh daerah masing-masing melalui Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Penyusunan dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Dilihat dari adanya perubahan sistem manajemen kurikulum itulah, maka dapat kita katakan bahwa pemberlakuan KTSP merupakan salah satu bentuk inovasi kurikulum yang ada di Indonesia.

Manakala kita analisi konsep diatas, maka ada beberapa hal yang berhubungan dengan makna kurikulum operasional. Pertama, sebagai kurikulum bersifat operasional , maka dalam pengembangannya, KTSP tidak akan lepas dari ketetapan-ketetapan yang telah disusun pemerintah secara nasional. Artinya, walaupun diberikan kewenangan untuk mengembankan kurikulum akan tetapi kewenangan itu hanya sebatas pengembangan operasionalnya saja; sedangkan yang menjadi rujukan pengembangannya itu sendiri ditentukan oleh pemerintah. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 36 ayat 1, yang menjelaskan bahwa pengembangan kurikulum mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Daerah dalam menentukan isi pelajaran sebatas pada pengembangan kurikulum muatan lokal, yaitu kurikulum yang memiliki kekhasan sesuai dengan kebutuhan daerah, serta aspek pengembangan diri yang sesuai dengan minat siswa. Kedua, sebagai kurikulum operasional, para pengembangan KTSP dituntut harus memperhatiak ciri khas kedaerahan. Sesuai dengan bunyi Undang-Undang No.20 Tahun 2003 ayat 2, yakni bahwa kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Ketiga, sebagai kurikulum operasional, para pengembang kurikulum di daerah memiliki keleluasaan dalam mengembangkan kurikulum menjadi unit-unit pelajaran, misalnya dalam mengembangkan strategi dan metode pembelajaran, dalam menentukan media pembelajaran dan dalam menentukan evaluasi yang dilakukan termasuk dalam menentukan berapa kali pertemuan seta kapan suatu topik materi harus dipelajari siswa agar kompetensi dasar yang telah ditentukan dapat tercapai.

2.      Penyelenggaraan Sekolah Lanjutan Pertama Terbuka (SLTPT)

SLTP Terbuka merupakan sekolah menengan umum Tingkat Pertama yang kegiatan belajarnya dilaksanakan sebagian besar di luar gedung sekolah. Penyampaian pelajaran dilakukan dengan memanfaatkan berbagai media sebagai pengganti guru, misalnya dengan menggunakan paket belajar berupa modul dan pemanfaatan media elektronik seperti radio.

SLTP Terbukan diselenggarakan untuk meningkatkan pemerataan pendidikan, khususnya bagi lulusan SD yang ingin melanjutkan pendidikannya, akan tetapi dapat direalisasikan niatnya disebabkan faktor geografi, sosial, dan ekonomi. Ciri-ciri SLTP Terbuka adalah sebagai berikut.

a.       Terbuka bagi peserta didik tanpa pembatasan umur dan syarat akademis.

b.      Terbuka dalam memilih program belajar untuk mencapai ijazah formal untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek.

c.       Dalam prose belajar mengajar bersifat terbuka yang tidak selalu harus diselenggarakan di dalam kelas  melalui tahap muka dengan guru.

d.      Peserta didik dapat secara bebas mengikuti program sesuai dengan kesempatan yang tersedia.

e.       SLTP Terbuka dikelola secara terbuka, dengan melibatkan pegawai negeri, para tokoh masyarakat, orang tua perserta didik, dan pamong pemerintah setempat.

Tujuan yang ingin dicapai oleh SLTP Terbuka adalah agar lulusan:

a.       Menjadi warga negara yang baik sebagai manusia yang sehat, dan kuat lahir batin

b.      Menguasai hasil pendidikan umum yang merupakan kelanjutan dari pendidikan di sekolah dasar.

c.       Memiliki bekal untuk melanjutkan pelajarannya ke sekolah lanjutan atas dan untuk terjun ke masyarakat.

d.      Meningkatkan disiplin siswa.

e.       Menilai kemajuan siswa dan memantapkan hasil belajar dengan media.

3.      Pelajaran Melalui Modul

Pengajaran melalui modul merupakan salah satu bentuk inovasi pendidikan yang pernah ada di Indonesia yang digunakan dalam berbagai penyelenggaraan pendidikan baik formal maupun non formal.

Dalam konteks pembelajaran, modul dapat diartikan sebagai suatu unit lengkap yang berdiri sendiri dari rangkaian kegiatan belajar yang di susun untuk membantu peserta didik mencapai sejumlah tujuan yang dirumuskan secara khusus dan jelas. Dalam sebuah modul dirumuskan suatu unit pengajaran secara jelas, mulai dari tujuan yang harus dicapai, petunjuk pembelajaran atau rangkaian kegiatan belajar yang harus dilakukan oleh siswa, materi pembelajaran sampai evaluasi beserta pedoman menentukan keberhasilannya. Dengan demikian, melaluo modul siswa dapat belajar mandiri (self intruction) tanpa bantuan dari guru.

Dari uaraian diatas, sebuah modul memiliki karakteristik atau ciri-ciri sebagai beriku.

a.       Sebuah modul adalah unit pengajaran terkecil yang direncanakan dan ditulis secara ssistematis dan operasional yang tersiri dari:

1)      Rumusan tujaun permbelajaran.

2)      Uraian bahan/isi pengajaran yang harus dipelajari oleh peserta.

3)      Daftar alat dan bahan pelajaran yang akan digunakan peserta didik dalam peoses belajar mengajar.

4)      Kegiatan belajar harus disusun dalam bentuk:

a)      Teks bacaan dan petunjuk yang harus diikurti.

b)      Lembar kerja yang berisi tugas-tugas yang harus diselesaikan.

5)      Kunci lembar kerja.

6)      Lembar evaluasites yang mengukur taraf penguasaan peserta didik terhadap bahan yang dipelajari.

7)      Kunci evaluasi berisi jawaban yang benar dari setiap soal tes.

8)      Petunjuk guru yang berisi petunjuk penggunaan modul.

b.      Modul dirancang agar peserta didik memungkinkan belajar sendiri seoptimal mungkin.

c.       Sebuah modul dirancang sedemikian rupa, sehingga penilaian terhadap kemajuan peserta didik dapat dilakukan secara cermat.

d.      Sebuah modul dirancang sedemikian rupa, sehingga memungkinkan peserta didik dapat belajar sesuai dengan kemampuan belajarnya masing-masing.

e.       Sebuah modul idrancang berasaskan “belajar tuntas” taraf ketuntasan (mastery) yang ditentukan adalah 75%.

Tujuan yang i ngin dicapai dengan pembelajaran melalui modul adalah sebagai berikut:

a.       Meningkatkan efektivitas dan efesiensi pencapaian tujuan pendidikan dan pengajaran.

b.      Mendorong peserta didik untuk lebih belajar secara mandiri.

c.       Agar proses pembelajaran tidak terlalu menggantungkan kepada guru.

d.      Peserta didik dapat mengikuti pelajaran sesuai dengan kemampuannya masing-masing.

e.       Peserta didik dapat mengetahui hasil belajarnya sendiri secara maju berkelanjutan, serta akan tahu letak kelemahan sendiri.

4.      Pembelajaran Melalui Komputer

Pembelajaran melalui komputer adalah bentuk pembelajaran yang dirancang secara individual dengan cara siswa berinteraksi secara langsung dengan materi pelajaran yang diprogram secara khusus melalui sistem komputer. Dengan demikian, melalui komputer siswa dapat belajar sendiri dari muali pengenalan tujuan yang harus dicapai, pengalaman belajar yang harus dilakukan sampai mengetahui tingkat keberhasilannya sendiri dalam mencapai tujuan.[5]

D.    Syarat dan Langkah Inovasi Kurikulum

Beberapa kriteria dan syarat dalam inovasi kurikulum:

1.      Kurikulum harus up to date,

2.      Kurikulum memberikan kemudahan untuk memahami prinsip-prinsip pokok dan generalisasi-generalisasi.

3.      Kurikulum memberikan kontribusi pengembangan keterampilan, kebiasaan berfikir bebas, dan didiplin berdasarkan pengetahuan.

4.      Kurikulum menyumbang terhadap pengembangan moralitas yang essenisial dan yang berkenaan dengan evaluasi dan penggunaan pengetahuan.

5.      Kurikulum mempunyai makna dan maksud bagi para siswa.

6.      Kurikulum menyediakan suatu ukuran keberhasilan dan suatu tantangan.

7.      Kurikulum menyumbang terhadap pertumbuhan yang seimbang

8.      Kurikulum mengarahkan tindakan sehari-hari dan mengarahkan pelajaran serta pengalaman selanjutnya.

Menurut Burhanudin, dalam perkembangan konsep aktifitas kurikulum, dapat di kategorikan menjadi tiga macam pendekatan untuk memaksimalkan efektifitas mengajar dan belajar di sekolah melalui perubahan kurikulum yakni pendekatan kurikulum simplistic, pendekatan pengembangan potensi guru dan pendekatan pembahasan kurikulum dinamis.

Pembaharuan suatu kurikulum perlu dilakukan mengingat kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan, harus menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat yang senantiasa berubah dan terus dan terus berkembang. Perubahan kurikulum dimulai dari perubahan konseptual yang fundamental kemudian di ikuti oleh perubahan struktural. Adapun langkah-langkah dalam pembeharuan kurikulum yaitu:

a.       Studi tentang masalah dan kebutuhan masyarakat

b.      Studi tentang karakteristik dan kebutuhan anak didik

c.       Mobilisasi suatu perubahan kurikulum.

d.      Formulasi tujuan pendidikan atau kompetensi.

e.       Menetapkan aktifitas dan mata pelajaran.

f.       Mengorganisasi pengalaman belajar dan perencanaan unit-unit pelajaran.

g.      Pengujian (uji coba) kurikulum yang di perbaharui.

h.      Pelaksanaan (implementasi) kurikulum baru.

i.        Evaluasi dan kurikulum berikutnya.

Sementara Nasution mengajukan langkah-langkah yang harus ditempuh dalam inovasi kurikulum. Analisis kebutuhan baik kebutuhan guru, siswa, dan komponen lainya, kemudian mengidentifikasi masalah dan merumuskan pemecahnya. Mengajukan sarana pembaharuan dan implikasinya terhadap sekolah. Menyiapkan desain perencanaan yang meliputi tujuan, materi, metode, media, penilaian, umpan balik, pelaksanaan revisi. Memilih anggota tim yang sesuai dengan kompetensi masing-masing. Kepala sekolah mengawasi hasil pekerjaanya, implementasi pelaksanaan tersebut oleh guru dalam proses pembelajaran, dan menetapkan perbaikan atau revisi dan menjadikanya pedoman untuk kegiatan atau kurikulum selanjutnya.[6]

 

DAFTAR PUSTAKA

Anin, Nurhayati. 2010. Inovasi Kurikulum.  Yogyakarta: Teras.

Sanjaya, Wina.2018.  kurikulum dan pembelajaran (teori dan praktek pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Prenadamedia Group.

Sudin, Ali. 2014. Kurikulum & Pembelajaran. Bandung: UPI Press Gd. Percetakan dan Penerbitan.



[1] Ali sudin, Kurikulum & Pembelajaran, ( UPI PRESS Gd. Percetakan dan Penerbitan: Agustus 2014) , cet. 1, hal. 33.

[2] Wina sanjaya, kurikulum dan pembelajaran (teori dan praktek pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)), (PRENADAMEDIA GROUP: 2018), hal. 317.

[3] Wina sanjaya, kurikulum dan pembelajaran (teori dan praktek pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)), (PRENADAMEDIA GROUP: 2018), hal. 320.

[4] Ibid, Wina sanjaya, hal. 327-238

[5] Ibid, Wina sanjaya , hal. 330-333

[6] Nurhayati Anin, Inovasi Kurikulum, (yogyakarta: Teras, 2010)