Saturday, July 11, 2020

IMPLEMENTASI MANAJEMAN KURIKULUM

IMPLEMENTASI MANAJEMAN KURIKULUM

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Implementasi kurikulum merupakan pengaktualan atau pelaksanaan kurikulum secara tertulis. Implementasi kurikulum (Curriculum implementation) sebagai Translating plans into action. Berbagai faktor implementasian kurikulum di Indonesia salah satunya adalah guru yang menjadi faktor penentu untuk keberhasilan implementasi kurikulum, dengan kata lain faktor terbesarnya ditentukan oleh guru (pengajar). Bagaimanapun fasilitas, sarana dan prasarana pendidikan di sekolah apabila guru tidak melaksanakan tugasnya dengan baik (profesional) maka hasil dari kurikulum pembelajaran tidak akan bisa memuaskan. Keberhasilan implementasi kurikulum dipengaruhi oleh kemampuan guru yang akan menerapkan dan mengaktualisasikan kurikulum tersebut. Kemampuan guru tersebut terutama yang sangat berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan, serta tugas yang dibebankan kepadanya. Tidak jarang kegagalan implementasi kurikulum disebabkan oleh kurangnya pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan guru dalam memahami tugas-tugas yang harus dilaksanakannya.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian Implementasi Kurikulum?

2.      Apa faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam implementasi kurikulum ?

3.      Apa saja Tahap implementasi kurikulum ?

4.      Apa saja Model-model implemtasi kurikulum ?

5.      Apa saja Tugas kepala sekolah dan guru dalam implementasi kurikulum ?

6.      Apa saja Tugas pengawas dalam implementasi kurikulum ?

 

C.    Tujuan Penyusunan

1.        Untuk mengetahui pengertian implementasi kurikulum.

2.        Untuk mengetahui faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam implementasi kurikulum.

3.        Untuk mengetahui tahap implementasi kurikulum.

4.        Untuk mengetahui model-model implemtasi kurikulum.

5.        Untuk mengetahui tugas kepala sekolah dan guru dalam implementasi

6.        Untuk mengetahui tugas pengawas dalam implementasi kurikulum.

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Implementasi Kurikulum

Dalam Oxford Advance learner’s Dictionary dikemukakan bahwa implementasi adalah : “outsome think into effect” atau penerapan sesuatu yang memberikan efek. Implementasi kurikulum juga dapat diartikan sebagai aktualisasi kurikulum tertulis (written curriculum) dalam bentuk pemebelajaran. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan Miller and Seller (1985): bahwa “in some case implementation has been identified with instruction” lebih lanjut dijelaskan bahwa implementasi kurikulum merupakan suatu penerapan konsep ide program atau tatanan kurikulum ke dalam praktik pemebelajaran atau berhabagai kreativitas baru sehingga terjadinya perubahan pada sekelompok orang yang diharapkan untuk berubah. Fullan (991:65-66) mendefinisikan suatu gagasan, program atau kumpulan kegiatan yang baru bagi orang-orang yang berusaha atau diharapkan untuk berubah. Dengan demikian, implementasi kurikulum adalah penerahan atau pelaksanaan program kurikulum yang telah dikembangkan dalam tahap sebelumnya, kemudian situasi dan konsisi lapangan dan karakteristik peserta didik baik perkembangan intektual, emosial, serta fisik[1].

Implementasi merupakan aktualisasi atau pelaksanaan kurikulum tertulis. Olivia mengartikan implementasi kurikulum (Curriculum implementation) sebagai Translating plans into action. Menurut Anik Ghufron, implemenatsi kurikulum merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk mewujudkan atau melaksanakan kurikulum (dalam arti rencana tertulis) ke dalam bentuk nyata dikelas, yaitu terjadinya proses tranmisi dan transformasi segenap pengalaman belajar kepada peserta didik. Istilah yang sering disepadankan dengan implementasi kurikulum adalah proses pembelajaran atau proses belajar mengajar.[2]

Mulyasa menyatakan bahwa implemntasi kurikulum dapat diartikan sebagai suatu proses penerapan ide, konsep, dan kebijakan kurikulum (kurikulum potensial) dalam suatu aktivitas pembelajaran sehingga peserta didik menguasi seperangkat kompetensi tertentu, sebagia hasil interkasi dengan lingkungan[3].

Oemar hamalik menyatakan bahwa implementasi kurikulum merupakan penerapan atau pelaksanaan program kurikulum yang telah dikembangkan dalam tahap sebelumnya ke dalam praktik pembelajaran atau berbagai aktivitas baru sehingga terjadi perubahan pada sekelompok orang yang diharapkan untuk berubah[4]

B.     Faktor-Faktor yang Perlu Dipertimbangkan dalam Implementasi Kurikulum

Mulyasa mengemukakan sedikitnya implementasi kurikulum dipengaruhi oleh tiga faktor, sebagai berikut :

1.      Karakteristik kurikulum: yang mencakup ruang lingkup ide baru suatu kurikulum dan kejelasaanya bagi pengguna di lapangan. Dalam faktor karakteristik kurikulum orang yang ingin menerapkan kurikulum yang baru perlu memahami karakteristik dari  perubahan yang sedang dipertimbangkan. Sering orang-orang akan menentang inovasi sebab kebutuhan akan perubahan tidaklah diberitahukan. Kebutuhan dipengaruhi oleh nilai-nilai yang kita jaga. Perubahan pandangan bersamaan dengan nilai-nilai, mereka jadi lebih berkeinginan menerima inovasi yang sedang diusulkan.

2.      Strategi implementasi: yaitu strategi yang digunakan dalam implementasi, seperti diskusi profesi, seminar, penataran, loka karya, penyediaan buku kurikulum, dan kegiatan-kegiatan yang dapat mendorong penggunaan kurikulum di lapangan.

3.      Karakteristik pengguna kurikulum: yang meliputi pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap guru terhadap kurikulum, serta kemampuannya untuk merealisasikan kurikulum dalam pembelajaran.[5]

Selanjutnya menurut Mars (dalam Mulyasa: 2006 hal.94) mengemukakan ada tiga faktor yang mempengaruhi implementasi kurikulum yakni adalah dukungan kepala sekolah, dukungan rekan sejawat guru dan dukungan internal yang datang dalam diri guru sendiri. Dari berbagai faktor tersebut guru menjadi faktor penentu keberhasilan implementasi kurikulum dengan kata lain faktor terbesarnya ditentukan oleh guru, bagaimanapun fasilitas, sarana dan prasarana pendidikan apabila guru tidak melaksanakan dengan baik maka hasil dari kurikulum pembelajaran tidak akan memuaskan.

Keberhasilan implementasi kurikulum dipengaruhi oleh kemampuan guru yang akan menerapkan dan mengaktualisasikan kurikulum tersebut. Kemampuan guru tersebut terutama yang sangat berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan, serta tugas yang dibebankan kepadanya. Tidak jarang kegagalan implementasi kurikulum disebabkan oleh kurangnya pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan guru dalam memahami tugas-tugas yang harus dilaksanakannya.

 Dalam kurikulum 2004, guru diberikan kebebasan untuk mengubah memodifikasi bahkan membuat sendiri silabus yang sesuai dengan kondisi sekolah dan daerah. Hal ini demikian tampaknya terlalu ideal dan terlalu teoritik, karena dalam kenyataannya pemerintah telah menyiapkan secara lengkap silabus untuk seluruh mata pelajaran. Meskipun demikian, guru diberikan kewenangan secara leluasa untuk menganalisis silabus tersebut sesuai dengan karakteristik dan kondisi sekolah/madrasah dan menjabarkannya menjadi persiapan mengajar yang siap dijadikan pedoman pembentukan kemampuan peserta didik.[6]

Dengan demikian, kemampuan yang dimiliki oleh setiap guru akan menujukan kualitas dalam mengimplementasikan kurikulum. Kemampuan tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan secara profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru. Artinya guru bukan saja harus mengetahui dan memahami tapi juga harus terampil mentransfer seluruh pengetahuan kepada peserta didik.

C.    Tahap Implementasi Kurikulum

Secara garis besar tahapan implementasi kurikulum meliputi tahap perecanaan, pelaksanaan, dan evaluasi[7].

1.      Tahap Perencanaan Implementasi

Tahap ini bertujuan untuk menguraikan visi dan misi atau menegembangkan tujuan implementasi (operasinal) yang ingin dicapai. Dalam setiap penetapan berbagai elemen yang akan digunakan dalam proses implementasi kurikulum terhadap proses pembuatan keputusan yang meliputi; 1) Identifikasi masalah yang dihadapi (tujuan yang ingin di capai); 2) Pengembangan setiap alternative metode, evaluasi, personalia, anggaran dan waktu, 3) Evaluasi setiap alternative tersebut, 4) Penentuan alternative yang paling tepat ( Poster 1996).

2.      Tahap Pelaksanaan Implementasi

Tahap ini bertujuan untuk melaksanakan Blue Print yang telah disusun dalam perencanaan dengan menggunakan sejumlah teknik dan sumber daya yang ada dan telah ditentukan pada tahap perencanaan sebelumnya.

Pelaksanaan dilakukan oleh satu tim terpadu, menurut departemen/divisi/seksi masing-masing atau gabungan, tergantung pada perencanaan sebelumnya, hasil dari pekerjaan ini adalah tercapainya tujuan-tujuan tercapai yang telah ditetapkan.

3.      Tahap Evaluasi Implementasi

Tahap ini bertujuan untuk melihat dua hal; 1) melihat proses pelaksanaan yang sedang berjalan sebgai tugas control, apakah pelaksanaan evaluasi telah sesuai dengan rencana dan sebagia fungsi perbaikan jika selama proses terdapat kekurangan. 2) Melihat hasil akhir yang dicapai. Hasil akhir ini merujuk pada kriteria waktu dan hasil yang dicapai dibandingkan terhadap fase perenanaan. Evaluasi dilaksanakan dengan menggunakan suatu metode, srana dan prasarana, anggaran personal dan waktu yang ditentukan dalam tahap perencanaan.[8]

D.    Model-Model Implemtasi Kurikulum

Dalam perspektif enactment curriculum, kurikulum sebagai proses akan tumbuh dan berkembang dalam interaksi antara guru dan siswa, terutama dalam membentuk kemampuan berfikir dan bertindak. Menurut Allan C. orntein dan Francis P. hunkins dalam bukunya Curriculum Foundations, principles, and isseus,  dinyatakan bahwa model implementasi kurikulum terdiri dari empat model, di antaranya sebagai berikut [9]:

1.      Overcoming Resistance to Change (ORC)

Model penanggulangan resistensi perubahan didasarkan pada asumsi Neal Gross yang menyatakan bahwa keberhasilan atau kegagalan upaya perubahan yang teroganisir secara rencana pada dasarnya merupakan fungsi dari kemampuan pemimpin dalam menanggulangi penolakan staf terhadap perubahan pada saat sebelum dan selama inovasi diperkenalkan.

2.      Organization Development (OD)

Model pengembangan organisasi ini menurut Schmunck dan Miles secara khusus diarahkan untuk menjebatani perubahan dan pengembangan dalam suatu organisasi. Dengan memandang kurikulum sebagai pengembangan organisasi, maka penerapan kurikulum memerlukan implementasi yang tak pernah berakhir. Pada pendekatan ini selalu muncul gagasan baru yang dibawa ke program baru. Demikian pula materi dan metode ui coba muncul hal-hal yang baru.

3.      Model Bagian, Unit, dan Lingkaran Organisasi

Model ini menyadari bahwa sekolah merupakan suatu oranisasi yang secara nyata terdiri dari unit-unit seperti jurusan, kelas, dan personalia. Bagian-bagian ini mempunyai hubungan yang fleksibel, walaupun system administrasi bersifat sentralistrik, kebanyakan sekolah memiliki pengendalian sentralistrik demikian kecil khususnya apa yang terjadi di ruang kelas.

4.      Model Perubahan Pendidikan.

Seorang yang akan mengimplementasikan kurikulum perlu memahami karakter perubahan yang akan dihadapi. Seiring seorang menolak suatu inovasi karena kebutuhan untuk melakukan perubahan tidak dikenalinya, atau bila ia telah mengetahui tapi tidak menerimanya berarti orang tersebut tidak dipengaruhi oleh nilai yang dipegangnya. Ketika orang memandang perubahan sejalan dengan nilai yang ada pada mereka maka mereka akan menerima inovasi tersebut dengan senag hati. Untuk menerima suatu inovasi, orang perlu merasakan tentang kualitas, manfaatnya dan kepraktisannya. Kita mengarapkan bahwa inovasi kurikulum akan memiliki kualitas tinggi dan jelas, sering kali para pengembang melakukan kesalahn dalam mempraktikkannya.

      Terdapat juga pendapat lain, model-model implemntasi kurikulum ini, Miller dan Seller (1985:249-250) menggolongkan model dalam implementasi menjadi tiga, yaitu The concerns-based adaption model, model leitwood, dan Model TORI[10].

1)      The Concerns-Based Adaption Model (CBAM)

Model CBAM ini adalah sebuah model desktiptif yang dikembangkan melalui pengidentifikasian tingkat kepedulian guru terhadap sebuah inovasi. Perubahan dalam inovasi ini ada dua dimensi, yakni tingkatan-tingkatan kepedulian terhadap inovasi serta tingkatan-tingkatan pengguna inovasi. Perubahan yang terjadi merupakan suatu proses bukan peristiwa yang sering terjadi ketika program baru diberikan kepada guru, menrupakan pengalaman pribadi, dan individu yang  melakukan perubahan.

2)      Model Leitwood

Model ini memfokuskan pada guru. Asumsi yang mendasari model ini adalah 1) setiap guru mempuyai kesiapan yang berbeda; 2) implemntasi merupakan proses timbal balik; serta 3) pertumbuhan dna perkembangan memungkinkan adanya tahap-tahap individu untuk identifikasi. Intinya membolehkan para guru dan pengembangan kurikulum mengembangkan profil yang merupakan hambatan untuk perubahan dan bagaimana para guru dapat mengatsai hambatan tersebut. Model ini tidak hanya menggambarkan hambatan dalam implementasi, tetapi juga menawarkan cara dan strategi para guru dalam mengatasi hambatan yang dihadapinya tersebut.

3)      Model TORI

Model ini dimaksudkan untuk menggugah masyarakat dalam mengadakan perubahan. Dengan model ini diharapkan adanya minat (interest) 1_ Trusting: menumbuhkan kepercayaan diri, ; 2) Opening: menumbuhakan dan membuka keinginan, ; 3) Realizing: mewujudkan, dalam arti setiap orang bebas berbuat dan mewujudkan keinginan untuk perbaikan; 4) Interdepending  saling ketergantungan dengan lingkungan. Inti dari model ini mwmfokuskan pada perubahan personal dan perubahan social. Model ini menyediakan suatu skala yang membantu guru menidentifikasi, bagaimana lingkungan akan meneriman ide-ide baru sebagai harapan untuk mengimplementasikan inovasi dalam prkatik serta menyediakan beberapa petunjuk untuk menyediakan perubahan.

E.     Tugas Kepala Sekolah dan Guru dalam Implementasi Kurikulum

Dalam dunia pendidikan, peran kepala sekolah sangat menentukan untuk memperlancar kegiatan belajar mengajar (KBM). Perannya bukan hanya menguasai teori teori kepemimpinan, lebih dari itu seorang kepala sekolah harus bisa mengimplementasikan kemampuannya dalam aplikasi teori secara nyata. Untuk itu seorang kepala sekolah sudah sepatutnya memiliki ilmu pendidikan secara menyeluruh. Kepala sekolah/madrasah dalam satuan pendidikan merupakan pemimpin. Ia mempuyai dua jabatan dan peran penting dalam melaksanakan proses pendidikan. Pertama, kepala sekolah adalah pengelola pendidikan di sekolah, dan kedua, kepala sekolah adalah pemimpin formal pendidikan disekolahnya.

Soewadji Lazaruth menjelaskan kepala sekolah adalah pemimpin pendidikan yang mempunyai peranan sangat besar dalam mengembangkan mutu pendidikan di sekolah. Berkembangnya semangat kerja, kerja sama yang harmonis, minat terhadap perkembangan pendidikan, suasana kerja yang menyenangkan dan perkembangan mutu profesional di antara para guru banyak ditentukan oleh kualitas kepemimpinan kepala sekolah.  Sebagai pemimpin pendidikan kepala sekolah harus mampu menolong stafnya untuk memahami tujuan bersama yang akan dicapai. Kepala sekolah harus memberi kesempatan kepada staf untuk saling bertukar pendapat dan gagasan sebelum menentukan tujuan[11].

Peranan kepala sekolah sangat penting dalam menentukan operasional kerja harian, mingguan, bulanan, semesteran, dan tahunan yang dapat memecahkan berbagai problematika pendidikan di sekolah. Pemecahan berbagai problematika ini sebagai komitmen dalam meningkatkan mutu pendidikan melalui supervisi pengajaran, konsultasi dan perbaikan-perbaikan penting guna meningkatkan kualitas pengajaran[12].

Peran kepala sekolah yang paling penting untuk memastikan kesuksesan pembelajaran siswa adalah adanya kepemimpinan (dalam) pengajaran yang efektif. Kepala sekolah yang berfokus pada visi yang telah ditetapkan untuk sekolahnya, akan menjaga kemampuan memimpin dalam diri guru. Selain itu, kepala sekolah juga memberi contoh pengajaran dan pembelajaran yang efektif, sehingga sekolah berjalan dengan arah yang benar[13].

Menurut Ordway Tead dalam buku Administrasi Pendidikan berpendapat bahwa peranan pemimpin akan berhasil apabila memilki 10 sifat kepemimpinan sebagai berikut:

1.      Energi jasmiah dan mental. Ia memiliki kekuatan fisik yang tangguh dan mentalitas baja yang tak pernah menyerah dalam menjalankan kepemimpinannya.

2.      Kesadaran akan tujuan dan arah. Ia menyadari betul memelihara tujuan dan mengupayakan keberhasilan.

3.      Antusiasme. Ia memilki keyakinan dalam usahanya sehingga bekerja dengan optimisme yang tinggi.

4.      Keramahan dan kecintaan. Sikap ramah yang menguntungkan pemimpin adalah keramahan yang tulus diikuti dengan penuh kasih sayang kepada sesama.

5.      Integritas. Pemimpin yang memilki integritas adalah seorang yang memilki kepribadian utuh yang dapat dijadikan teladan.

6.      Penguasaan teknis. Penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian dalam bidangnya membuat bawahan percaya dan ini menimbulkan kewibawaan.

7.      Ketegasan dalam mengambil keputusan. Saat mengambil keputusan pemimpin harus tegas dalam memutuskan persoalan dengan didasari prosedur yang benar dan pelaksanaan yang konsisten.

8.      Kecerdasan. Pemimpin yang cerdas adalah pemimpin yang mampu berfikir rasional dan menggunakan hati dalam melaksanakan kepemimpinannya.

9.      Keterampilan mengajar. Ia harus mampu mendidik, melatih, dan membimbing anggota secara emphatik.

10.  Kepercayaan (faith). Pemimpin yang dipercaya akan disenangi dan dengan penuh kerelaan anggota akan mengikuti semua perintah[14]

Berdasarkan pengertian diatas mengenai peran kepala sekolah sebagai (EMASLIM), maka dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah adalah seorang pemimpin yang menjalankan perannya dalam memimpin sekolah sebagai lembaga pendidikan. Kepala sekolah perlu terus mengembangkan diri agar pelaksanaan dan tugasnya dapat mendorong organisasi sekolah kearah yang lebih efektif dan berkualitas sesuai dengan tuntutan masyarakat yang terus berkembang.

 

F.     Tugas Pengawas dalam Implementasi Kurikulum

 

Di dalam buku kerja pengawas sekolah, dijelaskan bahwa korwas adalah pengawas sekolah yang dipilih oleh para pengawas sekolah seluruh jenis dan jenjang pendidikan kabupaten/kota dan dikukuhkan melalui surat Keputusan Kepala Dinas pendidikan kabupaten.

Tugas dan wewenang korwas yang tercantum dalam buku kerja pengawasan sekolah, meliputi:

1.      Mengatur pembagian tugas pengawas sekolah

2.      Mengkoordinasikan seluruh kegiatan pengawas sekolah

3.      Mengkoordinasikan kegiatan pegembangan profesional pengawas sekolah

4.      Melaporkan hasil kegiatan pengawas sekolah kepada kepala dinas pendidikan

5.      Mengusulkan penetapan angka kredit pengawas sekolah

6.      Menghimpun dan menyampaikan hasil penilaian pelaksaan kinerja para pengawas sekolah kepada kepala dinas pendidikan kabupaten[15].

PERMENPAN dan Reformasi Birokrasi NO. 21 Tahun 2010 pasal 5. Jabatan pengawas sekolah merupakan jabatan fungsional yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab, da wewenang untuk melaksanakan kegiatan pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan.

Secara umum tugas pokok pengawas sekolah meliputi tugas pengawasan akademik dan manajerial yang meliputi:

1.      Penyusunan program pengawasan

2.      Pelaksanaan pembinaan

3.      Pemantauan pelaksanaan 8 SNP

4.      Penilaian

5.      Pembimbingan dan pelatihan professional guru

6.      Evaluasi pelaksanaan program pengawasan

7.      pelaksanaan tugas pengawasan di daerah khusus.

Dapat diambil kesimpulan bahwa peran pengawas pengawas dalam implementasi kurikulum, diantaranya: (1) pengawas sekolah memeriksa persiapan guru tentang pemilihan materi yang sesuai dalam penyusunan setiap rencana program pembelajaran yang telah dibuat oleh guru dalam implementasi kurikulum, pemeriksaan yang dimaksud disini adalah pemeriksaan terhadap perangkat yang dibuat oleh guru dengan menyesuaikan antara KI, KD, dan indicator; (2)  pengawas sekolah dalam mensupervisi dan menindaklanjuti hasil pertemuan,dalam rangka penyesuaian metode pembelajaran yang harus sesuai dengan yang ditetapkan kurikulum; (3) melakukan evaluasi terhadap kinerja guru, dan menindaklanjuti pelaksanaa implementasi kurikulum secara kontinu.

BAB III

PENUTUP

 

A.    Kesimpulan

Implemntasi kurikulum dapat diartikan sebagai suatu proses penerapan ide, konsep, dan kebijakan kurikulum (kurikulum potensial) dalam suatu aktivitas pembelajaran sehingga peserta didik menguasi seperangkat kompetensi tertentu, sebagia hasil interkasi dengan lingkungan.

Faktor yang Perlu Dipertimbangkan dalam keberhasilan implementasi kurikulum salah satunya dipengaruhi oleh kemampuan guru yang akan menerapkan dan mengaktualisasikan kurikulum tersebut. Kemampuan guru tersebut terutama yang sangat berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan, serta tugas yang dibebankan kepadanya. Tidak jarang kegagalan implementasi kurikulum disebabkan oleh kurangnya pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan guru dalam memahami tugas-tugas yang harus dilaksanakannya.

Secara garis besar tahapan implementasi kurikulum meliputi 3 tahapan, yaitu Tahap Perencanaan Implementasi, Tahap Pelaksanaan Implementasi, Tahap Evaluasi Implementasi.

B.     Saran

Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat memberikan beberapa pengetahuan bagi para pembaca mengenai Implementasian Kurikulum yang diantaranya mengai faktor-faktor yang perlu dipertimbangan dalam implementasi kurikulum, tahap implementasi kurikulum, model-model impelemtasi kurikulum, tugas kepala sekolah serta para guru dalam implementasi kurikulum, dan tugas pengawas dalam implementasi kurikulum.

DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Zainal. 2009. Standar Pengawasan Sekolah /Madrasah. Bandung: Yrama widya,

 

Dinn Wahyudin, 2014, Manajemen Kurikulum, Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA,

E. Mulyasa, 2007, Kurikulum Berbasis Komptensi; Konsep, Karakteristik, dan Implementasi, Bandung: PT REMAJA,

Engkoswara, 2012, Administasi Pendidikan, Bandung: Alfabeta, hal. 179

ROSDAKARYA,

James, 2013, Kualitas Kepala Sekolah yang Efektif, Jakarta: Tim Indeks,

Oemar Hamalik, 2008, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA,

Soewadji Lazaruth, 1994, Kepala Sekolah dan Tanggung Jawabnya, Yogyakarta: Kanisius,

Sukiman, 2015, Pengembangan Kurikulum Perguruan Tinggi, Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA,

Syaiful Sagala, 2013, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Bandung: Alfabeta,

 

 



[1] Dinn Wahyudin, 2014, Manajemen Kurikulum, Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, hal. 93-94

[2] Sukiman, 2015, Pengembangan Kurikulum Perguruan Tinggi, Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, hal. 163-164

[3] E. Mulyasa, 2007, Kurikulum Berbasis Komptensi; Konsep, Karakteristik, dan Implementasi, Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, hal. 93

[4] Oemar Hamalik, 2008, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, hal. 238

[5] Warni Tune Sumar dan Intan Abdul Razak, 2016, Strategi Pembelajaran dan Implementasi Kurikulum Berbasis Soft Skill, Yogyakarta: DEEPUBLISH, hal. 38

[6] Warni Tune Sumar dan Intan Abdul Razak, 2016, Strategi Pembelajaran dan Implementasi Kurikulum Berbasis Soft Skill, Yogyakarta: DEEPUBLISH, hal. 39

[7] Dinn Wahyudin, 2014, Manajemen Kurikulum, Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, hal. 103

[8] Dinn Wahyudin, 2014, Manajemen Kurikulum, Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, hal. 103

[9] Dinn Wahyudin, 2014, Manajemen Kurikulum, Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, hal. 96-97

 

[10] Dinn Wahyudin, 2014, Manajemen Kurikulum, Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, hal. 97-98

 

[11] Soewadji Lazaruth, 1994, Kepala Sekolah dan Tanggung Jawabnya, Yogyakarta: Kanisius, hal. 60

[12] Syaiful Sagala, 2013, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Bandung: Alfabeta, hal. 170

[13] James, 2013, Kualitas Kepala Sekolah yang Efektif, Jakarta: Tim Indeks, hal. 13

[14] Engkoswara, 2012, Administasi Pendidikan, Bandung: Alfabeta, hal. 179

[15] Aqib, Zainal, 2009, Standar Pengawasan Sekolah /Madrasah, Bandung: Yrama widya, hal. 5


No comments:

Post a Comment