IMPLEMENTASI MANAJEMAN KURIKULUM
Implementasi kurikulum merupakan pengaktualan atau
pelaksanaan kurikulum secara tertulis. Implementasi kurikulum (Curriculum implementation) sebagai Translating plans into action. Berbagai faktor implementasian
kurikulum di Indonesia salah satunya adalah guru yang menjadi faktor penentu
untuk keberhasilan implementasi kurikulum, dengan kata lain faktor terbesarnya
ditentukan oleh guru (pengajar). Bagaimanapun fasilitas, sarana dan prasarana
pendidikan di sekolah apabila guru tidak melaksanakan tugasnya dengan baik
(profesional) maka hasil dari kurikulum pembelajaran tidak akan bisa memuaskan.
Keberhasilan implementasi kurikulum dipengaruhi oleh kemampuan guru yang akan
menerapkan dan mengaktualisasikan kurikulum tersebut. Kemampuan guru tersebut
terutama yang sangat berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan, serta tugas
yang dibebankan kepadanya. Tidak jarang kegagalan implementasi kurikulum
disebabkan oleh kurangnya pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan guru dalam
memahami tugas-tugas yang harus dilaksanakannya.
1.
Apa pengertian
Implementasi Kurikulum?
2.
Apa faktor-faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam implementasi kurikulum ?
3.
Apa
saja Tahap
implementasi kurikulum ?
4.
Apa
saja Model-model
implemtasi kurikulum ?
5.
Apa
saja Tugas kepala
sekolah dan guru dalam implementasi kurikulum ?
6.
Apa
saja Tugas
pengawas dalam implementasi kurikulum ?
1.
Untuk mengetahui pengertian implementasi
kurikulum.
2.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam implementasi
kurikulum.
3.
Untuk mengetahui tahap
implementasi kurikulum.
4.
Untuk mengetahui model-model implemtasi kurikulum.
5.
Untuk mengetahui tugas kepala sekolah dan guru
dalam implementasi
6.
Untuk mengetahui tugas pengawas dalam
implementasi kurikulum.
A.
Pengertian Implementasi Kurikulum
Dalam
Oxford Advance learner’s Dictionary dikemukakan
bahwa implementasi adalah : “outsome
think into effect” atau penerapan sesuatu yang memberikan efek.
Implementasi kurikulum juga dapat diartikan sebagai aktualisasi kurikulum tertulis
(written curriculum) dalam bentuk
pemebelajaran. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan Miller and Seller
(1985): bahwa “in some case
implementation has been identified with instruction” lebih lanjut
dijelaskan bahwa implementasi kurikulum merupakan suatu penerapan konsep ide
program atau tatanan kurikulum ke dalam praktik pemebelajaran atau berhabagai
kreativitas baru sehingga terjadinya perubahan pada sekelompok orang yang
diharapkan untuk berubah. Fullan (991:65-66) mendefinisikan suatu gagasan,
program atau kumpulan kegiatan yang baru bagi orang-orang yang berusaha atau
diharapkan untuk berubah. Dengan demikian, implementasi kurikulum adalah
penerahan atau pelaksanaan program kurikulum yang telah dikembangkan dalam
tahap sebelumnya, kemudian situasi dan konsisi lapangan dan karakteristik
peserta didik baik perkembangan intektual, emosial, serta fisik[1].
Implementasi
merupakan aktualisasi atau pelaksanaan kurikulum tertulis. Olivia mengartikan
implementasi kurikulum (Curriculum
implementation) sebagai Translating
plans into action. Menurut Anik Ghufron, implemenatsi kurikulum merupakan
suatu kegiatan yang bertujuan untuk mewujudkan atau melaksanakan kurikulum
(dalam arti rencana tertulis) ke dalam bentuk nyata dikelas, yaitu terjadinya
proses tranmisi dan transformasi segenap pengalaman belajar kepada peserta
didik. Istilah yang sering disepadankan dengan implementasi kurikulum adalah
proses pembelajaran atau proses belajar mengajar.[2]
Mulyasa
menyatakan bahwa implemntasi kurikulum dapat diartikan sebagai suatu proses
penerapan ide, konsep, dan kebijakan kurikulum (kurikulum potensial) dalam
suatu aktivitas pembelajaran sehingga peserta didik menguasi seperangkat
kompetensi tertentu, sebagia hasil interkasi dengan lingkungan[3].
Oemar hamalik
menyatakan bahwa implementasi kurikulum merupakan penerapan atau pelaksanaan
program kurikulum yang telah dikembangkan dalam tahap sebelumnya ke dalam
praktik pembelajaran atau berbagai aktivitas baru sehingga terjadi perubahan
pada sekelompok orang yang diharapkan untuk berubah[4]
B.
Faktor-Faktor yang Perlu Dipertimbangkan dalam
Implementasi Kurikulum
Mulyasa
mengemukakan sedikitnya implementasi kurikulum dipengaruhi oleh tiga faktor, sebagai
berikut :
1. Karakteristik
kurikulum: yang mencakup ruang lingkup ide baru suatu kurikulum dan
kejelasaanya bagi pengguna di lapangan. Dalam faktor karakteristik kurikulum orang
yang ingin menerapkan kurikulum yang baru perlu memahami karakteristik
dari perubahan yang sedang
dipertimbangkan. Sering orang-orang akan menentang inovasi sebab kebutuhan akan
perubahan tidaklah diberitahukan. Kebutuhan dipengaruhi oleh nilai-nilai yang
kita jaga. Perubahan pandangan bersamaan dengan nilai-nilai, mereka jadi lebih
berkeinginan menerima inovasi yang sedang diusulkan.
2. Strategi
implementasi: yaitu strategi yang digunakan dalam implementasi, seperti diskusi
profesi, seminar, penataran, loka karya, penyediaan buku kurikulum, dan
kegiatan-kegiatan yang dapat mendorong penggunaan kurikulum di lapangan.
3. Karakteristik
pengguna kurikulum: yang meliputi pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap
guru terhadap kurikulum, serta kemampuannya untuk merealisasikan kurikulum
dalam pembelajaran.[5]
Selanjutnya
menurut Mars (dalam Mulyasa: 2006 hal.94) mengemukakan ada tiga faktor yang
mempengaruhi implementasi kurikulum yakni adalah dukungan kepala sekolah,
dukungan rekan sejawat guru dan dukungan internal yang datang dalam diri guru
sendiri. Dari berbagai faktor tersebut guru menjadi faktor penentu keberhasilan
implementasi kurikulum dengan kata lain faktor terbesarnya ditentukan oleh
guru, bagaimanapun fasilitas, sarana dan prasarana pendidikan apabila guru
tidak melaksanakan dengan baik maka hasil dari kurikulum pembelajaran tidak
akan memuaskan.
Keberhasilan
implementasi kurikulum dipengaruhi oleh kemampuan guru yang akan menerapkan dan
mengaktualisasikan kurikulum tersebut. Kemampuan guru tersebut terutama yang
sangat berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan, serta tugas yang
dibebankan kepadanya. Tidak jarang kegagalan implementasi kurikulum disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan guru dalam memahami
tugas-tugas yang harus dilaksanakannya.
Dalam kurikulum 2004, guru diberikan kebebasan
untuk mengubah memodifikasi bahkan membuat sendiri silabus yang sesuai dengan
kondisi sekolah dan daerah. Hal ini demikian tampaknya terlalu ideal dan
terlalu teoritik, karena dalam kenyataannya pemerintah telah menyiapkan secara
lengkap silabus untuk seluruh mata pelajaran. Meskipun demikian, guru diberikan
kewenangan secara leluasa untuk menganalisis silabus tersebut sesuai dengan
karakteristik dan kondisi sekolah/madrasah dan menjabarkannya menjadi persiapan
mengajar yang siap dijadikan pedoman pembentukan kemampuan peserta didik.[6]
Dengan demikian, kemampuan yang dimiliki oleh setiap guru akan menujukan
kualitas dalam mengimplementasikan kurikulum. Kemampuan tersebut akan terwujud
dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan secara profesional dalam
menjalankan fungsinya sebagai guru. Artinya guru bukan saja harus mengetahui
dan memahami tapi juga harus terampil mentransfer seluruh pengetahuan kepada
peserta didik.
C.
Tahap Implementasi Kurikulum
Secara
garis besar tahapan implementasi kurikulum meliputi tahap perecanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi[7].
1.
Tahap
Perencanaan Implementasi
Tahap ini bertujuan untuk
menguraikan visi dan misi atau menegembangkan tujuan implementasi (operasinal)
yang ingin dicapai. Dalam setiap penetapan berbagai elemen yang akan digunakan
dalam proses implementasi kurikulum terhadap proses pembuatan keputusan yang
meliputi; 1) Identifikasi masalah yang dihadapi (tujuan yang ingin di capai);
2) Pengembangan setiap alternative metode, evaluasi, personalia, anggaran dan
waktu, 3) Evaluasi setiap alternative tersebut, 4) Penentuan alternative yang
paling tepat ( Poster 1996).
2.
Tahap
Pelaksanaan Implementasi
Tahap ini bertujuan untuk
melaksanakan Blue Print yang telah
disusun dalam perencanaan dengan menggunakan sejumlah teknik dan sumber daya
yang ada dan telah ditentukan pada tahap perencanaan sebelumnya.
Pelaksanaan dilakukan oleh satu
tim terpadu, menurut departemen/divisi/seksi masing-masing atau gabungan,
tergantung pada perencanaan sebelumnya, hasil dari pekerjaan ini adalah
tercapainya tujuan-tujuan tercapai yang telah ditetapkan.
3.
Tahap
Evaluasi Implementasi
Tahap ini bertujuan untuk
melihat dua hal; 1) melihat proses pelaksanaan yang sedang berjalan sebgai
tugas control, apakah pelaksanaan evaluasi telah sesuai dengan rencana dan
sebagia fungsi perbaikan jika selama proses terdapat kekurangan. 2) Melihat
hasil akhir yang dicapai. Hasil akhir ini merujuk pada kriteria waktu dan hasil
yang dicapai dibandingkan terhadap fase perenanaan. Evaluasi dilaksanakan
dengan menggunakan suatu metode, srana dan prasarana, anggaran personal dan
waktu yang ditentukan dalam tahap perencanaan.[8]
D.
Model-Model Implemtasi Kurikulum
Dalam
perspektif enactment curriculum, kurikulum
sebagai proses akan tumbuh dan berkembang dalam interaksi antara guru dan
siswa, terutama dalam membentuk kemampuan berfikir dan bertindak. Menurut Allan
C. orntein dan Francis P. hunkins dalam bukunya Curriculum Foundations, principles, and isseus, dinyatakan bahwa model implementasi kurikulum
terdiri dari empat model, di antaranya sebagai berikut [9]:
1.
Overcoming
Resistance to Change (ORC)
Model penanggulangan resistensi
perubahan didasarkan pada asumsi Neal Gross yang menyatakan bahwa keberhasilan
atau kegagalan upaya perubahan yang teroganisir secara rencana pada dasarnya
merupakan fungsi dari kemampuan pemimpin dalam menanggulangi penolakan staf
terhadap perubahan pada saat sebelum dan selama inovasi diperkenalkan.
2.
Organization
Development (OD)
Model pengembangan organisasi
ini menurut Schmunck dan Miles secara khusus diarahkan untuk menjebatani
perubahan dan pengembangan dalam suatu organisasi. Dengan memandang kurikulum
sebagai pengembangan organisasi, maka penerapan kurikulum memerlukan
implementasi yang tak pernah berakhir. Pada pendekatan ini selalu muncul
gagasan baru yang dibawa ke program baru. Demikian pula materi dan metode ui coba
muncul hal-hal yang baru.
3.
Model
Bagian, Unit, dan Lingkaran Organisasi
Model ini menyadari bahwa
sekolah merupakan suatu oranisasi yang secara nyata terdiri dari unit-unit
seperti jurusan, kelas, dan personalia. Bagian-bagian ini mempunyai hubungan
yang fleksibel, walaupun system administrasi bersifat sentralistrik, kebanyakan
sekolah memiliki pengendalian sentralistrik demikian kecil khususnya apa yang
terjadi di ruang kelas.
4.
Model
Perubahan Pendidikan.
Seorang yang akan
mengimplementasikan kurikulum perlu memahami karakter perubahan yang akan
dihadapi. Seiring seorang menolak suatu inovasi karena kebutuhan untuk
melakukan perubahan tidak dikenalinya, atau bila ia telah mengetahui tapi tidak
menerimanya berarti orang tersebut tidak dipengaruhi oleh nilai yang
dipegangnya. Ketika orang memandang perubahan sejalan dengan nilai yang ada
pada mereka maka mereka akan menerima inovasi tersebut dengan senag hati. Untuk
menerima suatu inovasi, orang perlu merasakan tentang kualitas, manfaatnya dan
kepraktisannya. Kita mengarapkan bahwa inovasi kurikulum akan memiliki kualitas
tinggi dan jelas, sering kali para pengembang melakukan kesalahn dalam
mempraktikkannya.
Terdapat juga
pendapat lain, model-model implemntasi kurikulum ini, Miller dan Seller
(1985:249-250) menggolongkan model dalam implementasi menjadi tiga, yaitu The concerns-based adaption model, model
leitwood, dan Model TORI[10].
1)
The Concerns-Based Adaption
Model (CBAM)
Model CBAM ini adalah sebuah
model desktiptif yang dikembangkan melalui pengidentifikasian tingkat
kepedulian guru terhadap sebuah inovasi. Perubahan dalam inovasi ini ada dua
dimensi, yakni tingkatan-tingkatan kepedulian terhadap inovasi serta
tingkatan-tingkatan pengguna inovasi. Perubahan yang terjadi merupakan suatu
proses bukan peristiwa yang sering terjadi ketika program baru diberikan kepada
guru, menrupakan pengalaman pribadi, dan individu yang melakukan perubahan.
2)
Model Leitwood
Model ini memfokuskan pada guru. Asumsi yang mendasari model ini adalah
1) setiap guru mempuyai kesiapan yang berbeda; 2) implemntasi merupakan proses
timbal balik; serta 3) pertumbuhan dna perkembangan memungkinkan adanya
tahap-tahap individu untuk identifikasi. Intinya membolehkan para guru dan
pengembangan kurikulum mengembangkan profil yang merupakan hambatan untuk
perubahan dan bagaimana para guru dapat mengatsai hambatan tersebut. Model ini
tidak hanya menggambarkan hambatan dalam implementasi, tetapi juga menawarkan
cara dan strategi para guru dalam mengatasi hambatan yang dihadapinya tersebut.
3)
Model TORI
Model ini dimaksudkan untuk
menggugah masyarakat dalam mengadakan perubahan. Dengan model ini diharapkan
adanya minat (interest) 1_ Trusting: menumbuhkan kepercayaan diri,
; 2) Opening: menumbuhakan dan
membuka keinginan, ; 3) Realizing:
mewujudkan, dalam arti setiap orang bebas berbuat dan mewujudkan keinginan
untuk perbaikan; 4) Interdepending saling ketergantungan dengan lingkungan. Inti
dari model ini mwmfokuskan pada perubahan personal dan perubahan social. Model
ini menyediakan suatu skala yang membantu guru menidentifikasi, bagaimana
lingkungan akan meneriman ide-ide baru sebagai harapan untuk
mengimplementasikan inovasi dalam prkatik serta menyediakan beberapa petunjuk
untuk menyediakan perubahan.
E.
Tugas Kepala Sekolah dan Guru dalam Implementasi
Kurikulum
Dalam
dunia pendidikan, peran kepala sekolah sangat menentukan untuk memperlancar
kegiatan belajar mengajar (KBM). Perannya bukan hanya menguasai teori teori
kepemimpinan, lebih dari itu seorang kepala sekolah harus bisa
mengimplementasikan kemampuannya dalam aplikasi teori secara nyata. Untuk itu
seorang kepala sekolah sudah sepatutnya memiliki ilmu pendidikan secara
menyeluruh. Kepala sekolah/madrasah dalam satuan pendidikan merupakan pemimpin.
Ia mempuyai dua jabatan dan peran penting dalam melaksanakan proses pendidikan.
Pertama, kepala sekolah adalah pengelola pendidikan di sekolah, dan kedua,
kepala sekolah adalah pemimpin formal pendidikan disekolahnya.
Soewadji
Lazaruth menjelaskan kepala sekolah adalah pemimpin pendidikan yang mempunyai
peranan sangat besar dalam mengembangkan mutu pendidikan di sekolah.
Berkembangnya semangat kerja, kerja sama yang harmonis, minat terhadap
perkembangan pendidikan, suasana kerja yang menyenangkan dan perkembangan mutu
profesional di antara para guru banyak ditentukan oleh kualitas kepemimpinan
kepala sekolah. Sebagai pemimpin
pendidikan kepala sekolah harus mampu menolong stafnya untuk memahami tujuan
bersama yang akan dicapai. Kepala sekolah harus memberi kesempatan kepada staf
untuk saling bertukar pendapat dan gagasan sebelum menentukan tujuan[11].
Peranan
kepala sekolah sangat penting dalam menentukan operasional kerja harian,
mingguan, bulanan, semesteran, dan tahunan yang dapat memecahkan berbagai
problematika pendidikan di sekolah. Pemecahan berbagai problematika ini sebagai
komitmen dalam meningkatkan mutu pendidikan
melalui supervisi pengajaran, konsultasi dan perbaikan-perbaikan penting guna
meningkatkan kualitas pengajaran[12].
Peran
kepala sekolah yang paling penting untuk memastikan kesuksesan pembelajaran
siswa adalah adanya kepemimpinan (dalam) pengajaran yang efektif. Kepala
sekolah yang berfokus pada visi yang telah ditetapkan untuk sekolahnya, akan
menjaga kemampuan memimpin dalam diri guru. Selain itu, kepala sekolah juga
memberi contoh pengajaran dan pembelajaran yang efektif, sehingga sekolah
berjalan dengan arah yang benar[13].
Menurut
Ordway Tead dalam buku Administrasi Pendidikan berpendapat bahwa peranan
pemimpin akan berhasil apabila memilki 10 sifat kepemimpinan sebagai berikut:
1.
Energi
jasmiah dan mental. Ia memiliki kekuatan fisik yang tangguh dan mentalitas baja
yang tak pernah menyerah dalam menjalankan kepemimpinannya.
2.
Kesadaran
akan tujuan dan arah. Ia menyadari betul memelihara tujuan dan mengupayakan
keberhasilan.
3.
Antusiasme.
Ia memilki keyakinan dalam usahanya sehingga bekerja dengan optimisme yang
tinggi.
4.
Keramahan
dan kecintaan. Sikap ramah yang menguntungkan pemimpin adalah keramahan yang
tulus diikuti dengan penuh kasih sayang kepada sesama.
5.
Integritas.
Pemimpin yang memilki integritas adalah seorang yang memilki kepribadian utuh
yang dapat dijadikan teladan.
6.
Penguasaan
teknis. Penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian dalam bidangnya
membuat bawahan percaya dan ini menimbulkan kewibawaan.
7.
Ketegasan
dalam mengambil keputusan. Saat mengambil keputusan pemimpin harus tegas dalam
memutuskan persoalan dengan didasari prosedur yang benar dan pelaksanaan yang
konsisten.
8.
Kecerdasan.
Pemimpin yang cerdas adalah pemimpin yang mampu berfikir rasional dan
menggunakan hati dalam melaksanakan kepemimpinannya.
9.
Keterampilan
mengajar. Ia harus mampu mendidik, melatih, dan membimbing anggota secara
emphatik.
10. Kepercayaan (faith). Pemimpin
yang dipercaya akan disenangi dan dengan penuh kerelaan anggota akan mengikuti
semua perintah[14]
Berdasarkan
pengertian diatas mengenai peran kepala sekolah sebagai (EMASLIM), maka dapat
disimpulkan bahwa kepala sekolah adalah seorang pemimpin yang menjalankan
perannya dalam memimpin sekolah sebagai lembaga pendidikan. Kepala sekolah
perlu terus mengembangkan diri agar pelaksanaan dan tugasnya dapat mendorong
organisasi sekolah kearah yang lebih efektif dan berkualitas sesuai dengan
tuntutan masyarakat yang terus berkembang.
F.
Tugas Pengawas dalam Implementasi Kurikulum
Di dalam buku kerja pengawas sekolah,
dijelaskan bahwa korwas adalah pengawas sekolah yang dipilih oleh para pengawas
sekolah seluruh jenis dan jenjang pendidikan kabupaten/kota dan dikukuhkan
melalui surat Keputusan Kepala Dinas pendidikan kabupaten.
Tugas dan wewenang korwas yang tercantum
dalam buku kerja pengawasan sekolah, meliputi:
1. Mengatur pembagian tugas pengawas sekolah
2. Mengkoordinasikan seluruh kegiatan pengawas sekolah
3. Mengkoordinasikan kegiatan pegembangan profesional
pengawas sekolah
4. Melaporkan hasil kegiatan pengawas sekolah kepada
kepala dinas pendidikan
5. Mengusulkan penetapan angka kredit pengawas sekolah
6. Menghimpun dan menyampaikan hasil penilaian
pelaksaan kinerja para pengawas sekolah kepada kepala dinas pendidikan
kabupaten[15].
PERMENPAN dan Reformasi
Birokrasi NO. 21 Tahun 2010 pasal 5. Jabatan pengawas sekolah merupakan jabatan
fungsional yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab, da wewenang
untuk melaksanakan kegiatan pengawasan akademik dan manajerial pada satuan
pendidikan.
Secara umum tugas pokok pengawas
sekolah meliputi tugas pengawasan akademik dan manajerial yang meliputi:
1.
Penyusunan
program pengawasan
2.
Pelaksanaan
pembinaan
3.
Pemantauan
pelaksanaan 8 SNP
4.
Penilaian
5.
Pembimbingan
dan pelatihan professional guru
6.
Evaluasi
pelaksanaan program pengawasan
7.
pelaksanaan
tugas pengawasan di daerah khusus.
Dapat diambil kesimpulan bahwa
peran pengawas pengawas dalam implementasi kurikulum, diantaranya: (1) pengawas
sekolah memeriksa persiapan guru tentang pemilihan materi yang sesuai dalam penyusunan
setiap rencana program pembelajaran yang telah dibuat oleh guru dalam
implementasi kurikulum, pemeriksaan yang dimaksud disini adalah pemeriksaan
terhadap perangkat yang dibuat oleh guru dengan menyesuaikan antara KI, KD, dan
indicator; (2) pengawas sekolah dalam
mensupervisi dan menindaklanjuti hasil pertemuan,dalam rangka penyesuaian
metode pembelajaran yang harus sesuai dengan yang ditetapkan kurikulum; (3) melakukan
evaluasi terhadap kinerja guru, dan menindaklanjuti pelaksanaa implementasi
kurikulum secara kontinu.
BAB III
Implemntasi kurikulum dapat diartikan sebagai
suatu proses penerapan ide, konsep, dan kebijakan kurikulum (kurikulum
potensial) dalam suatu aktivitas pembelajaran sehingga peserta didik menguasi
seperangkat kompetensi tertentu, sebagia hasil interkasi dengan lingkungan.
Faktor yang Perlu Dipertimbangkan dalam keberhasilan
implementasi kurikulum salah satunya dipengaruhi oleh kemampuan guru yang akan
menerapkan dan mengaktualisasikan kurikulum tersebut. Kemampuan guru tersebut
terutama yang sangat berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan, serta tugas
yang dibebankan kepadanya. Tidak jarang kegagalan implementasi kurikulum
disebabkan oleh kurangnya pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan guru dalam
memahami tugas-tugas yang harus dilaksanakannya.
Secara garis besar tahapan implementasi
kurikulum meliputi 3 tahapan, yaitu Tahap Perencanaan Implementasi, Tahap
Pelaksanaan Implementasi, Tahap Evaluasi Implementasi.
Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat
memberikan beberapa pengetahuan bagi para pembaca mengenai Implementasian
Kurikulum yang diantaranya mengai faktor-faktor yang perlu dipertimbangan dalam
implementasi kurikulum, tahap implementasi kurikulum, model-model impelemtasi
kurikulum, tugas kepala sekolah serta para guru dalam implementasi kurikulum,
dan tugas pengawas dalam implementasi kurikulum.
DAFTAR PUSTAKA
Aqib, Zainal. 2009. Standar
Pengawasan Sekolah /Madrasah. Bandung: Yrama widya,
Dinn Wahyudin, 2014, Manajemen
Kurikulum, Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA,
E. Mulyasa, 2007, Kurikulum
Berbasis Komptensi; Konsep, Karakteristik, dan Implementasi, Bandung: PT REMAJA,
Engkoswara,
2012, Administasi Pendidikan,
Bandung: Alfabeta, hal. 179
ROSDAKARYA,
James, 2013, Kualitas
Kepala Sekolah yang Efektif, Jakarta: Tim Indeks,
Oemar Hamalik, 2008, Dasar-Dasar
Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA,
Soewadji
Lazaruth, 1994, Kepala Sekolah dan
Tanggung Jawabnya, Yogyakarta: Kanisius,
Sukiman, 2015, Pengembangan
Kurikulum Perguruan Tinggi, Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA,
Syaiful Sagala,
2013, Administrasi Pendidikan Kontemporer,
Bandung: Alfabeta,
[1] Dinn Wahyudin, 2014, Manajemen Kurikulum, Bandung: PT REMAJA
ROSDAKARYA, hal. 93-94
[2] Sukiman, 2015, Pengembangan Kurikulum Perguruan Tinggi, Bandung:
PT REMAJA ROSDAKARYA, hal. 163-164
[3] E. Mulyasa, 2007, Kurikulum Berbasis Komptensi; Konsep,
Karakteristik, dan Implementasi, Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, hal. 93
[4] Oemar Hamalik, 2008, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, Bandung:
PT REMAJA ROSDAKARYA, hal. 238
[5]
Warni Tune Sumar dan Intan Abdul Razak, 2016, Strategi Pembelajaran dan Implementasi Kurikulum Berbasis Soft Skill, Yogyakarta:
DEEPUBLISH, hal. 38
[6]
Warni Tune Sumar dan Intan Abdul Razak, 2016, Strategi Pembelajaran dan Implementasi Kurikulum Berbasis Soft Skill, Yogyakarta:
DEEPUBLISH, hal. 39
[7] Dinn Wahyudin, 2014, Manajemen Kurikulum, Bandung: PT REMAJA
ROSDAKARYA, hal. 103
[8] Dinn Wahyudin, 2014, Manajemen Kurikulum, Bandung: PT REMAJA
ROSDAKARYA, hal. 103
[9] Dinn Wahyudin, 2014, Manajemen Kurikulum, Bandung: PT REMAJA
ROSDAKARYA, hal. 96-97
[10] Dinn Wahyudin, 2014, Manajemen Kurikulum, Bandung: PT REMAJA
ROSDAKARYA, hal. 97-98
[11]
Soewadji Lazaruth, 1994, Kepala Sekolah
dan Tanggung Jawabnya, Yogyakarta: Kanisius, hal. 60
[12]
Syaiful Sagala, 2013, Administrasi
Pendidikan Kontemporer, Bandung: Alfabeta, hal. 170
[13] James, 2013, Kualitas Kepala Sekolah yang Efektif,
Jakarta: Tim Indeks, hal. 13
[14]
Engkoswara, 2012, Administasi Pendidikan,
Bandung: Alfabeta, hal. 179
[15]
Aqib, Zainal, 2009, Standar Pengawasan Sekolah /Madrasah, Bandung: Yrama widya,
hal. 5
No comments:
Post a Comment