Monday, July 13, 2020

EVALUASI MANAJEMAN KURIKULUM

EVALUASI MANAJEMAN KURIKULUM

.. 16

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah salah satu fokus dunia untuk meningkatkan performa dari masyarakatnya termasuk generasi selanjutnya. Indonesia sendiri telah mewajibkan pendidikan itu bagi seluruh masyarakatnya. Pada pembukaan UUD 1945 tertulis jelas bahwa “mencerdaskan kehidupan bangsa.” Oleh karenanya, penyediaan pendidikan yang bermutu ialah tugas dari pemerintah. Apabila kita membicarakan mengenai pendidikan, maka permasalahan yang sering didengar adalah pergantian kurikulum yang terus-menerus terjadi. Seolah-olah pergantian menteri akan diiringi dengan pergantian kurikulum. Pendidikan Indonesia sendiri telah berganti kurikulum lebih kurangnya sepuluh kali. Pergantian kurikulum ini didasarkan akan beberapa hal yang belum mencapai target.

Sebelum kurikulum ditetapkan pastinya kurikulum telah dirancang dengan baik. Setelah perencanaan pasti adanya pengimplementasian akan kurikulum tersebut. Namun, dalam prakteknya, kurikulum akan selalu diawasi dan dievaluasi. Kurikulum yang telah berlaku akan selalu dievaluasi dan dinilai untuk melihat perkembangan kurikulum tersebut dalam mencapai tujuan pendidikan nasional maupun tujuan kurikulum itu sendiri. Oleh karenanya evaluasi kurikulum merupakan bahasan yang dapat menyebabkan kurikulum itu berubah seiring berjalannya zaman.

B.     Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:

1.      Apa pengertian dan tujuan evaluasi kurikulum?

2.      Apa saja prinsip-prinsip evaluasi kurikulum?

3.      Apa saja aspek-aspek evaluasi kurikulum?

4.      Bagaimana proses evaluasi kurikulum?

5.      Apa saja model evaluasi kurikulum?

C.    Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :

1.      Untuk mengetahui pengertian dan tujuan evaluasi kurikulum

2.      Untuk mengetahui prinsip-prinsip evaluasi kurikulum?

3.      Untuk mengetahui aspek-aspek evaluasi kurikulum?

4.      Untuk mengetahui proses evaluasi kurikulum?

5.      Untuk mengetahui model evaluasi kurikulum?

D.    Metode Penulisan Ilmiah

Metode penulisan makalah yang dipilih oleh penulis adalah metode pustaka. Metode pustaka adalah metode yang dilakukan dalam mempelajari dan mengumpulkan data dari pustaka yang berhubungan baik dengan materi makalah ini, seperti buku, jurnal maupun informasi dari internet.

E.     Sistematika Penulisan Makalah

sistematika penulisan makalah ini terdiri dari :

BAB I pendahuluan yang didalamnya terdapat latar belakang masalah, indetifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan makalah, manfaat penulisan makalah, metode penulisan makalah dan sistematika penulisan makalah.

BAB II yang terdiri dari pembahasan materi seperti pengertian dan tujuan evaluasi kurikulum, prinsip-prinsip evaluasi kurikulum, aspek-aspek evaluasi kurikulum, proses evaluasi kurikulum, dan model kurikulum.

BAB III penutup yang didalamnya terdapat kesimpulan materi makalah ini serta saran dari penulis.

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Definisi dan Tujuan Evaluasi Kurikulum

1.      Definisi Evaluasi Kurikulum

Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia telah diatur oleh undang-undang No. 20 Tahun 2003. Mulai dari tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan hingga kurikulum yang memuat tujuan, isi, bahan materi pelajaran hingga metode pengajaran yang harus diterapkan oleh seluruh sekolah di selurh wilayah Indonesia. Bersama kita ketahui bahwa kurikulum di Indonesia kerap kali berganti, sehingga terdapat istilah “ganti menteri, ganti kurikulum.” Hal ini memunculkan pro kontra yang hangat dalam dunia pendidikan Indonesia saat ini. Pasalnya, perubahan yang terjadi akan menimbulkan kesulitan bagi sekolah (terutama guru) dalam kegiatan belajar mengajar. Dikarenakan pergantian kurikulum yang terjadi tidak sejalan dengan pembinaan yang dilakukan terhadap tenaga pendidik. Oleh karenanya, masih ada beberapa sekolah yang masih tertinggal kurikulum di sekolahnya.

Namun, pergantian kurikulum tidak semata-mata diganti begitu saja. Terdapat proses evaluasi yang dilakukan terlebih dahulu sebelum diadakannya pergantian kurikulum itu sendiri. Kurikulum itu sendiri dalam UU No. 20 tahun 2003 memiliki pengertian “seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.”[1] Sedangkan, evaluasi memiliki pengertian “suatu proses membuat keputusan tentang nilai suatu objek.”[2] Pengambilan keputusan yang manilai tentang suatu objek tertentu yang akan melihat objek tersebut masih layak atau sudah tidak layak untuk ditetapkan. Biasanya akan terjadi pembaharuan dan penambahan dalam bagian-bagian tertentu agar objek tersebut semakin tertata dengan baik. Layaknya pada kurikulum 2013 yang ditambahkan atau direvisi setelah pengimplementasiannya.

Tyler berpendapat mengenai evaluasi kurikulum ini, dimana menurutnya “evaluasi berfokus pada upaya yang menentukan tingkat perubahan yang terjadi pada hasil belajar.”[3] Pendapat Tyler ini bertujuan dalam melihat peningkatan hasil belajar dari peserta didiknya. Evaluasi kurikulum yang dimaksudkan mengenai hasil dari proses implementasi kurikulum yang telah dilakukan. Rumusan evaluasi yang dicetuskan oleh Gronlund ialah “suatu proses yang sistematis dari pengumpulan, analisis dan interpretasi informasi atau data untuk menentukan sejauh mana siswa telah mencapai tujuan pembelajaran.”[4] Evaluasi kurikulum dalam konsep Grounlund dapat diartikan sebagai sistem dalam mengolah data, yang bertujuan untuk melihat ketercapaian tujuan kurikulum tersebut. Dalam pandangan Morisson mengartikan evaluasi sebagai mempertimbangakan sesuatu sesuai dengan kriteria yang telah disetujui dan dipertanggungjawabkan. Terdapat tiga faktor utama yang ada pada evaluasi itu, yaitu: pertimbangan, objek penilaian, dan kriteria penilaian yang dipertanggungjawabkan.[5]

Dari beberapa pandangan ahli diatas dapat disimpulkan bahwa evaluasi kurikulum itu ialah sebuah proses yang tersusun secara sistematis yang terdiri dari beberapa faktor (pertimbangan, objek penilaian, dan kriteria penilaian), yang dimaksudkan untuk menilai dan memeprtimbangankan sebuah kurikulum dalam ketercapaian hasil dan terlaksana tujuan kurikulum tersebut.

2.      Tujuan Evaluasi Kurikulum

Program evaluasi kurikulum ini sangat penting untuk mengukur dan menilai mengenai kurang atau lebihnya kurikulum tersebut. Tujuan akan diadakannya evaluasi kurikulm ini adalah sebagai penyempurna kurikulum yang dilakukan dengan cara pengungkapan proses pelaksanaan kurikulum yang telah berhasil mencapai tujuan yang ditetapkan pada kurikulum tersebut.[6] Ditambah pendapat Eisner yang menyatakan bahwa tujuan dari evaluasi kurikulum itu sendiri ialah sebagai bahan merevisi kurikulum. Oleh karenanya evaluasi kurikulum diperlukan untuk mengontrol berjalannya kurikulum itu sendiri. Pada dasarnya tujuan dilakukannya kegiatan evaluasi, baik itu evaluasi kurikulum atau lainnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a.       Menyediakan informasi mengenai pelaksanaan dan pengembangan kurikulum sebagai masukan dalam pengambilan keputusan

b.      Menentukan tingkat keberhasilan dan kegagalan sebuah kurikulum serta faktor yang berkontribusi dalam suatu lingkaran tertentu

c.       Mengembangkan berbagai alternatif pemecahan masalah yang dapt digunakan dalam perbaikan kurikulum

d.      Memahami dan menjelaskan karakteristik sebuah kurikulum dan pelaksanaan kurikulum.[7]

Menurut Ibrahim dalam buku Manajemen Kurikulum menyatakan bahwa evaluasi kurikulum ini diadakan untuk:

a.       Perbaikan Program

b.      Pertanggungjawaban kepada berbagai pihak

c.       Penentuan tindak lanjut.[8]

B.     Prinsip-Prinsip Evaluasi Kurikulum

Menurut Oemar Hamalik prinsip-prinsip kurikulum meliputi beberapa hal:

1.      Tujuan tertentu, maksudnya program evaluasi kurikulum terarah dalam mencapai tujuan yang ditetapkan secara spesifik.

2.      Bersifat objektif, evaluasi kurikulum haruslah sesuai dengan keadaan sebenarnya yang sesuai dengan data nyata dan akurat yang diperoleh dengan cara yang terpercaya.

3.      Bersifat komprehensif, maksudnya harus mencakup akan keselurhan dimensi dan aspek yang ada dalam ruang lingkup kurikulum. Seblum pengambilan keputusan haruslah memperhatikan dan mempertimbangkan komponen yang terdapat dalam kurikulum secara seksama.

4.      Kooperatif dan bertanggung jawab dalam perencanaan. Pelaksanaan dan keberhasilan evaluasi kurikulum ialah tangung jawab semua pihak yang terlibat dalam proses pendidikan.

5.      Efisien, dalam menggunakan waktu, biaya, tenaga dan peralatan seharusnya diupayakan menghasilkan evaluasi yang lebih tinggi atau paling tidak seimbang dengan materil yang digunakan.

6.      Berkesinambungan, evaluasi ini harus dilakukan terus menerus secara berkala sehingga peran kepala sekolah dan guru sangat penting untuk menilai sejauh mana keberhasilan dan permasalahan dalam pelaksanaan kurikulum tersebut.[9]

C.    Aspek-Aspek Evaluasi Kurikulum

Dalam buku Oemar Hamalik mengemukakan aspek-aspek evaluasi kurikulum sebagai berikut:

1.      Kategori masukan, meliputi:

a.       Ketercapaian target kurikulum yang telah ditentukan

b.      Kemampuan awal pada peserta didik program pendidikan

c.       Derajat kmampuan professional tenaga pelatih/pembimbing/guru

d.      Kuantitas dan mutu sarana prasarana kelembagaan

e.       Jumlah dan pemanfaatan waktu yang tersedia untuk kegiatan-kegiatan kurikuler

f.       Penyediaan dan pemanfaatan sumber informasi bagi pelaksanaan kurikulum.

2.      Kategori proses, meliputi:

a.       Koherensi anatara unsur-unsur dalan program pengajaran

b.      Kedayagunaan dan keterlaksanaan program pengajaran dalam proses belajar-mengajar

c.       Perumusan isi kurikulum

d.      Pemilihan dan penggunaan strategi belajar-mengajar dan media pengajaran

e.       Pengorganisasian kurikulum

f.       Prosedur evaluasi

g.      Bimbingan, penyukuhan dan pengajaran remidi.

3.      Kategori produk/kelulusan, meliputi:

a.       Kuantitas dan kualitas yang didapat oleh peserta didik

b.      Jumlah lulusan program pendidikan

c.       Karya yang dibuat oleh lulusan

d.      Keteraksanaan dan dampak program pendidikan.[10]

D.    Proses Evaluasi Kurikulum

 

Proses adalah serangkaian langkah-langkah untuk melakukan sesuatu. Proses atau dapat dikatakan sebagai prosedur dalam evaluasi kurikulum diartikan sebagai serangkaian langkah-langkah yang tersusun dalam menilai sebuah kurikulum yang sedang diterapkan. Proses evaluasi terkait asesmen hasil belajar untuk mengungkap apakah perubahan tingkah laku siswa yang diinginkan telah tercapai. Menurut Cronbach dan Stufflebeam proses evaluasi fokus pada pengumpulan data dan penggunaanya bagi pengambilan keputusan. Dan penyediaan data bagi penentuan alternatif keputusan.[11]

Dalam proses evaluasi kurikulum terdapat beberapa langkah yang meliputi:

1.      Evaluasi kebutuhan dan Feasiblity

Evaluasi ini dapat dilaksanakan oleh organisasi atau administrator tingkat pelaksana. Proses yang dilakukan adalah merumuskan tipe dan jenis mata pelajaran atau program yang sekarang disampaikan dan menetapkan program yang dibutuhkan. Hal ini dilakukan dengan menilai riset yang telah ada, baik riset setempat maupun riset tingkat nasional yang sama atau berhubungan, menetapkan Feasibility pelaksanaan program sesuai dengan sumber-sumber yang ada (materiil dan manusiawi), mengenali masalah-masalah yang mendasari kebutuhan, menentukan bagaimana proyek akan dikembangkan guna berkontribusi pada sistem sekolah atau sekolah setempat.

2.      Evaluasi masukan (input)

Evaluasi masukan melibatkan para supervisor, konsultan dan ahli mata pelajaran yang dapat merumuskan pemecahan masalah, yang dilihat hubungannya dengan hambatan, kecakapan kerja, keampuhan, dan biaya ekonomi. Jadi evaluasi masukan menuju kearah perkembangan berbagai strategi dan prosedur, yang dalam pembuatan keputusannya sangat dibutuhkan informasi yang akurat. Selain itu, masukan juga berusaha mengenali daerah permasalahan tersebut agar dapat diawasi selam berlangsungnya implementasi.

3.      Evaluasi proses

Evaluasi proses adalah sistem pengelolaan informasi dalam upaya membuat keputusan yang berkenaan dengan ekspansi, kontraksi, modifikasi, dan klasifikasi strategi pemecahan atau pemecahan masalah. Dalam hal ini, staf perpustakaan memainkan peran penting karena mereka secara langsung melakukan monitoring terhadap desain dan prosedur pelaksanaan program, serta memberikan informasi tentang kegiatan-kegiatan program.

4.      Evaluasi produk

Evaluasi ini berkenaan dengan pengukuran terhadap hasil-hasil program kaitannya dengan tercapainya tujuan. Berbagai variabel yang diuji bergantung pada tujuan, perubahan sikap, perbaikan kemampuan, dan perbaikan tingkat kehadiran.[12]

Langkah-langkah evaluasi ini haruslah dilakukan seorang evaluator dalam pengevaluasian. Adapun prosedur pengevaluasian dalam revisi dari model evaluasi PSP yang dikemukakan oleh Storang dan Helm:

1.      Kajian terhadap evaluan

Tahap awal dari sebuah proses evaluasi kurikulum yang harus dilakukan seorang evaluator. Tahap ini bertujuan untuk memahami karakteristik dari kuriulum yang akan di evaluasi. Seoarang evaluator harus mengetahui latar belakang, filosofi, ide, proses implementasi kurikulum hingga evaluasi hasil belajar dari sebuah kurikulum. Dengan demikian seorang evaluator dapat berfokus dengan evaluasi yang akan dilakukannya.

2.      Pengembangan proposal

Setelah seorang evaluator memahami karakteristik dari kurikulum yang akan dievaluasi, maka selanjutnya evaluator mengembangkan proposalnya. Seorang dilakukan, baik itu evaluasi kuantitatif atau kualitatif. Dalam pengembangan proposal terdapat beberapa komponen. Komponen awal yang harus ditentukan ialah tujuan dari evaluasi maksudnya tujuan yang diinginkan dari evaluasi bukan tujuan pengumpulan data. Komponen proposal lainnya adalah pendekatan yang akan digunakan. 

3.      Pertemuan/diskusi proposal dengan penggunaan jasa evaluasi

Langkah berikutnya ialah mengadakan pertemuan dan diskusi bersama pengguna jasa evaluasi. Dalam hal ini evaluator harus membicarakan mengenai berbagai aspek yang bersangkutan dengan evaluasi yang akan dilakukan.

4.      Revisi proposal

Revisi proposal merupakan langkah berikutnya setelah pertemuan dan diskusi sebelumnya. Dalam melakukan revisi seorang evaluator tidak boleh mengorbankan objektivitas dan kualitas pekerjaan. Evaluator boleh melakukan revisi terhadap tujuan, pendekatan dan juga model evaluasi yang akan digunakan. Evaluator harus memperhatikan kepentingan pengguna jasa.

5.      Rekruitmen personalia

Langkah ini bisa saja dilakukan pada saat menyusun proposal, maka pada proposal jumlah orang, nama serta kualifikasinya harus dicantumkan pada proposal. Jika rekruitmen belum dilakukan pada waktu penyusunan proposal maka yang dicantumkan pada proposal adalah jumlah orang serta kualiikasinya. 

6.      Pengurusan persyaratan administrasi

Pada kegiatan evaluasi kurikulum diperlukan formalitas administrasi yang di dalamnya seorang evaluator harus mendapatkan izin dari pengguna kurikulum, pimpinan sekolah, dan juga pejabat yang terkait.

7.      Pengorganisasian pelaksanaan

Pengorganisasian pelaksanaan memiliki pengertian suatu kegiatan manajemen yang tingkat kerumitannya ditentukan oleh ruang lingkup pekerjaan evaluasi dan jumlah evaluator yang terlibat.

8.      Analisis data

Proses pengumpulan data dibutuhkan dalam evaluasi kurikulum. Setelah itu, maka proses analisis data ialah tahap yang dilakukan oleh sang evaluator. Analisis data bergantung pada model yang digunakan, entah itu model kuantitatif ataupun kualitatif. Analisis data ialah bentuk tanggung jawab professional dan memerlukan wawasan dan pemahaman terhadap evaluan untuk menghasilkan analisis yang dapat dipertanggungjawabkan.

9.      Penulisan laporan

Penulisan laporan harus dilakukan dengan evaluator dan tim sesuai dengan kesepakatan yang dilakukan pada waktu awal. Pada umumnya dikenal dua jenis laporan yaitu laporan eksekutif dan laporan lengkap.

10.  Pembahasan laporan dengan pemakai jasa

Pembahasan ini diperlukan untuk melihat kelengkapan laporan. Apabila pengguna jasa memerlukan informasi tambahan maka kewajiban evaluator dalam melengkapi laporan tersebut.

11.  Penulisan laporan akhir

Tahap akhir ini ialah sebagai hasil dari revisi yang harus dilakukan evaluator ketika terjadi pembahasan laporan dengan pengguna jasa.[13]

Dalam proses atau prosedur evaluasi kurikulum ini terdaat beberapa pendekatan yang dibagi sebagai berikut:

1.      Evaluasi kuantitatif

Adapun prosedur evaluasi kurikulum secara kuantitatif adalah:

a.       Penentuan masalah dan pertanyaan evaluasi

b.      Penentuan variabel, jenis data dan sumber data

c.       Penentuan metodologi

d.      Pengembangan instrumen

e.       Penentuan proses pengumpulan data

f.       Penentuan proses pengolahan data

2.      Evaluasi kualitatif

Adapun prosedur evaluasi kurikulum secara kulitatif adalah:

a.       Menentukan fokus evaluasi

b.      Perumusan masalah dan pengumpulan data

c.       Proses pengolahan data

d.      Menentukan perbaikan dan perubahan program[14]

E.     Model Evaluasi Kurikulum

Dalam setiap hasil keputusan yang telah dijalankan, pasti haruslah ada evaluasi untuk melihat dan menilai keberhasilan dan kegagalan dari program yang telah ditentukan. Pada evaluasi terdapat model-model evaluasi, dimana pada tiap model evaluasi itu melekat jenis data yang dikumpulkan, teknik analisis data, refleksi orientasi kurikulum dan evaluasi. Menurut Prof. Mohamad Ansyar, Ph. D. dalam bukunya membagi model evaluasi menjadi beberapa model, yaitu:

1.      Model Diskrepansi Provus

Model Deskrepansi (Descrepancy Model) oleh Malcom Provus didasarkan pada asumsi bahwa evaluasi program untuk mencapai dua tujuan : (1) proses pengembangan program, dan (2) cara mengkaji manfaat program. Model ini juga mengaitkan evaluasi dengan teori manajemen sistem yang terdiri atas empat tingkat: (1) menentukan standar program, (2) menentukan unjuk kerja program, (3) membandingkan unjuk kerja dan standar, (4) menetapkan apakah terdapat kesenjangan antara unjuk kerja dan standar.[15]  Informasi yang terkumpul disediakan bagi dua tingkat pengambilan keputusan: (1) personel program yang bertanggung jawab atas organisasi persiapan, pengembangan dan implementasi program sekolah, dan (2) personel tingkat pengambil keputusan atau tingkat administrasi. Kaitan antara kedua tingkat ini dihubungkan oleh evaluasi , yang menurut provus (1972), adalah pelayan pengambangan program dan penasihat yang diam bagi administrator, tetapi bekerja menurut aturan permainannya sendiri, terlepas dari kekuasaan unit program.[16]

Evaluasi, menurut model ini, merupakan perbandingan antara hasil program yang sebenarnya dan standar yang ditetapkan. Perbandingan antara unjuk kerja program dan standar disebut “diskrepansi”. Evaluasi harus dapat memberikan informasi tentang diskrepansi ini dan pengambil keputusan dapat bertindak berdasarkan diskrepansi itu. Tingkat 1: Standar program yang dievaluasi ditetapkan. Provus menganjurkan agar pada perbandingan pertama, program ditinjau dari seperangkat elemen yang berpasang-pasangan; satu pasang mencakup input dan output. Sejalan dengan ini, timbul pula proses yang membawa perubahan dari input menjadi output. Tingkat 2 membandingkan antara hasil program dan desain. Tingkat 3, yang dinamakan proses microlevel evaluation, mengkaji proses dan hasil untuk menentukan hubungan sebab-akibat. Tingkat 4, evaluasi tingkat macrolevel evaluation, melihat dampak program secara keseluruhan terhadap perubahan tingkah laku siswa yang dikaji untuk mengetahui apakah program telah mencapai sasaran. Tingkat 5 semua data dikumpulkan dan dibandingkan: antara program yang dievaluasi dan desain lain yang menuju sasaran yang sama.

2.      Model Contigency-Congruence

Stake (1967) mengajukan model Contigency-Congruence sebagai kerangka kerja (framework) bagi pengembangan rancangan evaluasi. Perhatian utamanya ialah tujuan evaluasi dan keputusan berikutnya tentang hakikat data yang terkumpul. Stake melihat ada diskrepansi antara harapan evaluator dan harapan guru. Model ini didesain untuk mengumpulkan semua data yang relevan dan diberikan kepada yang memerlukan data untuk evaluasi.[17] Jadi, model Countenance Stake berfokus pada evaluasi proses pembelajaran di dalam kelas yang berorientasi transaksi. Hasil transaksi menurut Stake (1967), tidak harus berupa keluaran tingkah laku, tetapi dapat berupa keluaran apa saja, termasuk yang taksonomik dan humanistik.[18]

3.      Model CIPP

Komite Pengkajian Nasional Phi Delta Kappa tentang evaluasi (The Phi Delta Kappa National Study Committee on Evaluation) oleh Daniel L Stufflebeam et al. (1970) mengajukan model evaluasi berbasis manajemen. Premis yang mendasari model ini ialah bahwa evaluasi bertujuan membantu pengambilan keputusan untuk memperbaiki kurikulum.[19] Model ini terkenal dengan ”the CIPP model”, akronim secara berturut dari Context, input, proses, dan product. Model CIPP bertumpu pada definisi evaluasi bahwa evaluasi adalah suatu proses penggambaran, perolehan, dan penyediaan informasi bagi penetapan beberapa alternatif keputusan. Menurut Ornstein & Hunkins, model CIPP dianggap model evaluasi dan evaluasi kurikulum yang komprehensif. Alasannya ialah karena model CIPP tidak hanya fokus pada evaluasi produk (sumatif) saja, tetapi juga pada evaluasi formatif yang mencakup evaluasi konteks, evaluasi input, evaluasi proses. Selain itu model CIPP merupakan suatu proses yang berkelanjutan dengan tekanan terutama pada evaluasi formatif daripada evaluasi sumatif saja.[20] Karena model evaluasi CIPP memandang evaluasi sebagai proses berkelanjutan, model ini menetapkan tujuan, metode, dan saling kaitan antara tiap-tiap evaluasi dan pengambilan keputusan dalam konteks perubahan untuk meningkatkan efektivitas kurikulum melalui beberapa tipe keputusan kurikulum.

Terdapat 4 tipe keputusan kurikulum dalam model ini : (1) keputusan perencanaan (planning decisions), (2) keputusan strukturisasi (structring decisions), (3) keputusan implementasi (implementing decisions), dan (4) keputusan daur ulang (recycling decisions). Berkorespondensi dengan keempat tipe keputusan tersebut terdapat pula empat tipe evaluasi: (1) evaluasi konteks, (2) evaluasi input, (3) evaluasi proses, dan (4) evaluasi produk.

4.      Model Surrogate Experience Kemmis

Model evaluasi Kemmis (1964) didasarkan pandangan bahwa kurikulum tidak bisa diakses secara tepat dan secara objektif, tetapi memerlukan evaluasi yang luas dengan mengkaji banyak variabel.[21] Tugas evaluator harus mengungkapkan kurikulum apa adanya dengan menunjukkan potret kurikulum: hakikatnya, isu-isu tentang kurikulum, dan orag-orang yang mengimplementasi kurikulum. Sasarannya ialah menunjukkan betapa kompleks dan beragamnya realita yang ada sekitar kurikulum, sehingga tidak begitu mudah dipahami jika evaluasi hanya didasarkan pada hasil asesmen melalui hasil tes dan instrumen evaluasi lain. Terlihat bahwa model evaluasi ini mengutamakan dimensi kemanusiaan yang sarat dengan nuansa pendekatan psikologi humanis dan penelitian kualitatif.

5.      Model Riset Tindakan Kelas

Model evaluasi tindakan kelas (action research model) menggabungkan pendekatan saintifik dan humanistik. Model ini menurt Greene (1995), terkait dengan modifikasi terus menerus pengalaman pendidikan sehingga tiap even pengalaman selalu segar. Karena itu, model ini mengutamakan partisipasi dalam kurikulum, karena menurut Palker Palmer (1998), satu-satunya cara untuk mengevaluasi proses pembelajaran adalah keberadaan peneliti dalam lingkungan pendidikan. Ini berarti, guru merupakan pemain kunci dalam model evaluasi ini sehingga dia, bukan saja mengevaluasi kurikulum, tetapi juga implementasi, dalam proses pembelajaran di kelas.[22] Penyesuaian komponen kurikulum itu dapat dilakukan dalam beberapa langkah, guru: (1) mengidentifikasi apa yang akan dicapainya melalui suatu pelaksanaan aspek kurikulum atau pedagogi tertentu dan apa pula yang akan dicapai siswa dari aspek kurikulum itu; (2) menetapkan bagaimana memonitor hasil implementasi kurikulum; (3) menginterpretasi data yang terkumpul dari hasil monitoring; dan (4) meneruskan proses riset tindakan kelas.

6.      Model Studi Kasus Stake

Stake’s Case Study Model yang diajukan Stake (1976) fokus pada situasi penelitian spesifik dengan ciri-ciri: (1) deskripsi beberapa variabel yang tidak selalu bisa diisolasi; (2) data berasal dari hasil observasi personel; (3) komparasi yang mungkin implisit daripada eksplisit; (4) pentingnya pemahaman tentang kasus studi itu sendiri; (5) generalisasi sebagai hasil pengalaman evaluator itu sendiri yang berasal dari pengetahuannya tentang hal terkait apa, mengapa, dan bagaimana semua yang dialami peneliti selama proses penelitian berlangsung; dan (6) gaya laporan penelitian bernada informal.[23]

 

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Evaluasi kurikulum itu ialah sebuah proses yang tersusun secara sistematis yang terdiri dari beberapa faktor (pertimbangan, objek penilaian, dan kriteria penilaian), yang dimaksudkan untuk menilai dan memeprtimbangankan sebuah kurikulum dalam ketercapaian hasil dan terlaksana tujuan kurikulum tersebut. Evaluasi kurikulum diperlukan untuk mengontrol berjalannya kurikulum itu sendiri. Evaluasi kurikulum memiliki beberapa aspek-aspek dama pengevaluasian yang terdiri dari kategori masukan, kategori proses, dan kategori produk atau lulusan.

Proses pengevaluasian kurikulum terdapat beberapa tahapan dengan dua pendekatan. Pendekatan kuantitatif dan kualitatif yang masing-masing dapat digunakan oleh evaluator untuk melakukan evaluasi kurikulum. Model evaluasi kurikulum terdiri dan dikumukakan oleh beberapa ahli, seperti: Model Diskrepansi Provus, Model Contigency-Congruence, Model CIPP, Model Surrogate Experience Kemmis, Model Riset Tindakan Kelas dan Model Studi Kasus Stake.

B.     Saran

Saran yang dapat disampaikan penyusun adalah semoga makalah ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai bahan rujukan oleh pembaca. Makalah ini diharapkan juga dapat diterapkan dalam kegiatan penulisan lainnya. Makalah ini tentunya masih memiliki banyak kekurangan dan kesalahan, untuk itu saran dan kritik dari para pembaca sangat penyusun harapkan demi perbaikan penyusunan makalah di masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

 

Ansyar, Mohamad. Kurikulum: hakikat, fondasi, desain & pengembangan. Jakarta: Prenadamedia Grup. 2015.

Hamalik, Oemar. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2006.

Hasan, Hamid. Evaluasi Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2009.

Rusman. Manajemen Kurikulum. Jakarta: Rajawali Pers. 2009.

Wahyudin, Dinn. Manajemen Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2014.

 



[1]  Undang-Undnag Nomor 20 Tahun 2003, hal. 4.

[2] Dinn Wahyudin, Manajemen Kurikulum, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2014), cet. 1,  hal. 148.

[3] Hamid Hasan, Evaluasi Kurikulum, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), cet. 2, hal. 35.

[4] Rusman, Manajemen Kurikulum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), ed. 1, cet. 1, hal. 93.

[5]Rusman, Ibid, hal. 93.

[6]Dinn Wahyudin, Manajemen Kurikulum, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2014), cet. 1, hal. 149

[7]Hamid Hasan, Evaluasi Kurikulum, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), cet. 2, hal. 43.

[8]Dinn Wahyudin, Op.Cit, hal. 149-150.

[9] Dinn Wahyudin, Ibid, hal. 149.

[10] Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), cet. 1, hal. 240-241.

[11]Mohamad Ansyar, Kurikulum: hakikat, fondasi, desain & pengembangan, (Jakarta: Prenadamedia Grup, 2015), hal.467-468.

[12] Dinn Wahyudin, Manajemen Kurikulum, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2014),  hal.150-151

[13] Hamid Hasan, Evaluasi Kurikulum, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), cet. 2, hal. 160-167.

[14] Hamid Hasan, Ibid, hal. 167-173.

[15] Miller & Seller, 1985, 257

[16] Ibid, 310

[17] Miller & Seller, 313-317

[18] Ibid, 317

[19] Ibid, 317

[20] Ornstein & Hunkins, 1988, 261

[21] Brady & Kennedy, 2007, 262

[22] Ornstein & Hunkins, 2013, 260

[23] Brady & Kennedy, 2007, 259-260


No comments:

Post a Comment