Wednesday, October 28, 2020

ASPEK AJARAN ISLAM TENTANG EKONOMI


 

ASPEK AJARANISLAM TENTANG EKONOMI

 


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................... ii

BAB I   PENDAHULUAN

1 .1          Latar Belakang Masalah .................................................... 1

1 .2          Rumusan Masalah ............................................................. 1

1 .3          Tujuan Penulisan ............................................................... 2

1 .4          Sistematika Penulisan ................................................ ....... 2

BAB II  PEMBAHASAN

2 .1          Definisi Ekonomi Islam ..................................................... 3

2 .2          Sumber Hukum Ekonomi Islam ......................................... 4

2 .3          Visi dan Misi Ekonomi Islam ............................................ 6

2 .4          Karakteristik Ekonomi Islam ............................................. 6

2 .5          Prinsip – prinsip Ekonomi Syari’ah ............................ ....... 7

2 .6          Perilaku Islami dalam Perekonomian.................................. 10

2 .7          Asas – asas Ekonomi Islam ................................................ 10

2 .8          Tujuan Ekonomi Islam ...................................................... 12

2 .9          Faktor yang mengakibatkan haramnya Ekonomi Syariah        12

2 .10     Lembaga Keuangan dalam Islam ................................ ....... 12

BAB III PENUTUP

3 .1          Kesimpulan....................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

1 .1       Latar Belakang Masalah

Kebahagiaan merupakan tujuan utama kehidupan manusia. Manusia akan memperoleh kebahagiaan ketika seluruh kebutuhan dan keinginannya terpenuhi, baik dalam aspek materialmaupu spiritual, dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Terpenuhinnya kebutuhan yang bersifat material, seperti sandang rumah, dan kekayaan lainnya, dewasa ini lebih banyak mendapatkan perhatian dalam ilmu ekonomi. Terpenuhinnya kebutuhan material inilah yang disebut dengan sejahtera. Dalam upaya mewujudkan kesejahteraan manusia menghadapi kendala pokok yaitu, kurangnya sumber daya yang bisa digunakan untuk mewujudkan kebutuhan tersebut.

Ekonomi Islam merupakan suatu cabang ilmu yang mempelajari metode untuk memahami dan memecahkan masalah ekonomi yang didasarkan atas ajaran agama Islam. Perilaku manusia dan masyarakat yang didasarkan atas ajaran Islam inilah yang kemudian disebut sebagai perilaku rasional Islam yang akan menjadi dasar pembentukan suatu perekonomian Islam. Ekonomi Islam mempelajari bagaimana manusia memenuhi kebutuhan materinya di dunia ini sehingga tercapai kesejahteraan yang akan membawa kepada kebahagiaan di dunia dan di akhirat (falah).

1 .2       Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas sertauntuk mempermudah pembahasan, dalam makalah ini dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

(1)        Apa pengertian Ekonomi?

(2)        Apa saja sumber hukum Ekonomi Islam?

(3)        Bagaimana Visi dan Misi Ekonomi Islam?

(4)        Apa saja karakteristik Ekonomi Islam?

(5)        Apa saja prinsip – prinsip Ekonomi Syari’ah?

(6)        Bagaimana perilaku Islami dalam Perekonomian?

(7)        Apa saja asas – asas dalam Ekonomi Islam?

(8)        Apa tujuan Ekonomi Islam?

(9)        Apa faktor yang mengakibatkan haramnya Ekonomi Syariah?

(10)    Apa saja lembaga keuangan dalam Islam?

1 .3       Tujuan Penulisan

Tujuan Umum

1.     Untuk mengetahui definisi Ekonomi Islam

2.     Untuk mengetahui Sumber hukum,  Visi dan Misi, Karakteristik, Prinsip – prinsip, Asas – asas, Tujuan ekonomi Islam, Faktor yang mengakibatkan haramnya ekonomi Syariah, serta Lembaga-lembaga  Keuangan dalam Islam.

Tujuan Khusus

Memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Studi Islam

1 .4       Sistematika Penulisan

Dalam menulis makalah ini, penyusun membuat makalah secara sistematis supaya isi makalah dapat dipahami. Makalah ini terdiri dari 3 BAB, yaitu :

1.        Pendahuluan, yaitu latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan.

2.        Pembahasan, yaitu definisi Ekonomi Islam, Sumber hukum,  Visi Dan Misi, Karakteristik, Prinsip – prinsip, Asas – asas, Tujuan ekonomi Islam, Faktor yang mengakibatkan haramnya ekonomi Syariah, serta Lembaga-lembaga  Keuangan dalam Islam.

3.        Penutup, yaitu kesimpulan

BAB II

PEMBAHASAN

2. 1            Definisi  Ekonomi Islam

Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani Kuno (Greek) yaitu oicos dan nomos yang berarti rumah dan aturan (emngatur urusan rumah tangga). Dalam bahasa Arab, ekonomi dinamakan al-mu’amalah al-madiyah, yaitu aturan-aturan tentang pergaulan dan perhubungan manusia mengenai kebutuhan hidupnya. Disebut juga al-iqtishad, yaitu pengaturan soal-soal penghidupan manusia dengan sehemat-hematnya dan secermat-cermatnya.[1]

Ekonomi, secara umum, didefinisikan sebagai hal yang mempelajari perilaku manusia dalam mengunakan sumber daya yang langka untuk memproduksi barang dan jasa yang dibutuhkan manusia. Dengan demikian, ekonomi merupakan suatu bagian dari agama. Ruang lingkup ekonomi meliputi satu bidang perilaku manusia terkait dengan konsumsi, produksi, dan distribusi.[2]

Dalam perspektif Islam, An-Nabhani (1986) mengambil makna istilah ekonomi sebagai kegiatan mengatur urusan harta kekayaan, baik yang menyangkut kepemilikan, pengembangan maupun distribusi.[3]

Secara sederhana, Ekonomi Islam adalah ekonomi yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran Islam. Namun dalam pengertian yan lebih luas, ekonomi islam pada hakikatnya adalah upaya pengalokasian sumber-sumber daya untuk memproduksi barang atau jasa sesuai dengan petunjuk Allah Swt, dalam rangka memperoleh ridha-Nya.[4]

Ekonomi Islam adalah kumpulan dari dasar-dasar umum ekonomi yang diambil dari Al-Quran dan Sunah Rasulullah serta dari tatanan ekonomi yang dibangun di atas dasar-dasar tersebut, sesuai dengan berbagai macam bi’ah (lingkungan) dan setiap zaman.[5]

Definisi Ekonomi Islam Menurut Para Ahli

Menurut Mannan (1986:18) Ilmu yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat dalam prespektif nilai-nilai Islam.[6]

Menurut M. Umer Capra mendefinisikan ekonomi Islam dengan cabang pengetahuan yang membantu merealisasikan kesejahteraan manusia melalui suatu alokasi dan distribusi sumber-sumber daya langka yang seirama dengan muqashid, tanpa mengekang kebebasan individu, menciptakan ketidakseimbangan makroekonomi dan ekologiyang berkepanjangan, ataumelemahkan solidaritas keluarga dan sosial serta jaringan masyarakat.[7]

        Menurut Dr. Muhammad Abdullah al-‘Arabi, ekonomi syariah merupakan sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang yang kita simpulkan dari itlaf, Al-Quran dan As-Sunnah, dan merupakan bangunan perekonomian yang kita dirikan di atas landasan dasar-dasar tersebut sesuai tiap lingkungan dan masa. Sedangkan Menurut Prof. Dr. Zainuddin Ali, ekonomi syariah adalah kumpulan norma hukum yang bersumber dari Al-Quran dan Al-Hadits yang mengatur perekonomian umat manusia.

Berdasarkan uraian beberapa definisi ekonomi Islam dapat ditarik benang merah bahwa ekonomi syariah merupakan sistem ekonomi yang bersumber dari wahyu (Al-Quran dan As-Sunnah/ Al-Hadits) dan sumber interpretasi dari wahyu yang disebut dengan ijtihad. Hukum-hukum yang diambil dari sumber nash Al-Quran dan Al-Hadits yang merupakan nash qath’i itu secara konsep dan prinsip adalah tetap (tidak dapat berubah kapan pun dan dimana pun), tetapi dalam hal yang berhubungan dengan nash yang bersifat zhanni, itu dapat berubah yang dipengaruhi oleh waktu, tempat dan keadaan. [8]

2. 2            Sumber Hukum Ekonomi Islam

Pada hakikatnya, syariat Islam itu hanya mempunyai satu sumber hukum, yakni wahyu Illahi, yang di kelompokkan menjadi dua macam: pertama, wahyu yang berupa Al-Quran.  Kedua, berupa As-Sunnah an-Nabawiyah.

a.       Al-Quran

Al-Quran adalah sumber pertama dan utama bagi ekonomi syariah, di dalamnya dapat kita temui hal ihwal yang berkaitan dengan ekonomi dan juga terdapat hukum-hukum dan undang-undang diharamkannya riba, dan diperbolehkannya jual-beli yang tertera pada Surah Al-Baqarah ayat 275:

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

 “...padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba) maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan) dan urusannya, (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba) maka orang itu penghuni-penghuni neraka, mereka kekal didalamnya.”

b.       As-Sunnah an-Nabawiyah

As-Sunnah adalah sumber kedua dalam perundang undangan Islam. Didalamnya dapat kita jumpai khazanah aturan perekonomiann syariah. Diantaranya seperti sebuah hadis yang isinya memerintahkan untuk menjaga dan melindungi harta, baik milik pribadi maupun umum serta tidak boleh mengambil yang bukan miliknya, “sesungguhnya (menumpahkan) darah kalian, (mengambil) harta kalian, (mengganggu) kehormatan kalian haram sebagaimana haramnya hari kalian saat ini, di bulan ini, di negeri ini...” (HR. Bukhari). Dasar hukum hadist atau sunnah sebagai rujukan setiap persoalan termasuk bidang manajemen setelah Al Qu’ran adalah surah Al-Hasyr ayat 7: “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah”.[9]

Dalam pelbagai hadis Nabi dapat ditemukan arahan-arahan Nabi berkaitan dengan pengaturan pelbagai kegiatan ekonomi, seperti cara memperoleh harta, membelanjakan harta, jual beli, pinjem meminjam, gadai dan lain sebagainya. Demikian pula hal-hal yang terkait dengan aspek-aspek produksi, distribusi, dan konsumsi dalam kegiatan perekonomian.[10]

2. 3            Visi dan Misi Ekonomi Islam

Dengan terkumpulnya petunjuk Al-Quran dan Hadis tentang ekonomi maka ada tanda-tanda yang jelas tentang telah beroperasinya suatu sistem ekonomi melalui pebentukan perilaku ekonomi yang sesuai dengan ajaran Islam. Mulai dari sinilah dapat ditelurusi visi, misi mekanisme dan perangkat ekonomi yang dikembangkan sepanjang sejarah.

Dilihat dari Visi-nya yaitu gambaran masa depan yang hendak dicapai sistem ekonomi Islami adalah diperolehnya kebaikan atau kesejahteraan didunia dan akhirat bagi umat manusia.

Misi yang hendak dicapai dalam sistem ekonomi Islami antara umat manusia sehingga di sini perlu ditegakkan keadilan terutama dalam distribusi pendapatan. Secara makro, misi ini mengarah kepada terwujudnya negeri yang baik (yang mampu mewujudkan kehidupan masyarakat yang adil dan makmur) serta diridhai Allah SWT (baldatun toyyibatun wa rabbun ghafuur).[11]

 

2. 4            Karakteristik Ekonomi Islam

Terdapat beberapa karakteristik yang merupakan kelebihan dalam sistem ekonomi Islam menurut Abdullah At-Tariqi (2004), antara lain:

A.   Bersumber dari Illahiyah

Sumber awal ekonomi Islam yang merupakan bagian dari muamalah¸ berbeda dengan sumber sistem ekonomi lainnya karena merupakan peraturan dari Allah. Ekonomi Islam dihasilkan dari agama Allah dan mengikat semua manusia tanpa terkecuali. Sistem ini meliputi semua aspek universal dan pertikular dari kehidupan dalam bentuk. Dalam posisi sebagai pondasi, sistem ekonomi Islam tidak berubah, sedangkan yang berubah adalah cabang dan bagian partikularnya, namun bukan dalam sisi pokok dan sifat uiniversalnya.

B.    Ekonomi Pertengahan dan Berimbang

Ekonomi Islam memadukan kepentingan pribadi dan kemaslahatan masyarakat dalam bentuk yang berimbang. Ekonomi Islam berposisidi antara aliran individu(kapitalis) yang melihat bahwa hak kepemilikan individu bersifat absolute dan tidakboleh diintervensi oleh siapa pun, dan aliran sosialis komunis yang menyatakan ketiadaan hak individu dan mengubahnya ke dalam kepemilikan bersama dengan menempatkannya di bawah dominasi Negara.

C.   Ekonomi Berkecukupan dan Berkeadilan

Ekonomi Islam memiliki kelebihan dengan menjadikan manusia sebagai fokus perhatian. Manusia diposisikan sebagai pengganti Allah di bumi untuk memakmurkannya dan tidak hanya untuk memenuhi dan mencukupi kebutuhan manusia. Hal ini berbeda dengan ekonomi kapitalisdan sosialis dimana fokus perhatiannya adalah kekayaan. Jaminan sosial dalam Islam dipusatkan atas dua asas pokok, yaitu asuransi umum dan masyarakat dalam sumber-sumber umum negara.

D.   Ekonomi Pertumbuhan dan Keberkahan

Ekonomi Islam memiliki kelebihan dari sistem yang lain, yaitu beroperasi atas dasar pertumbuhan dan investasi harta secara legal, agar tidak berhenti dari rotasinya dalam kehidupan sebagai bagian dari meditasi jaminan kebutuhan pokok bagi manusia. Islam memandang harta dapat dikembangkan hanya dengan bekerja. Hal itu hanya dapat terwujud dalam usaha keras untuk menumbuhkan kemitraan dan memperluas unsur-unsur produksi demi terciptanya pertumbuhan ekonomi dan keberkahan secara kebersamaan.[12]

 

2. 5            Prinsip-prinsip Ekonomi Islam

Sistem ekonomi Islam memiliki prinsip-prinsip dasar yang membedakan dirinya dengan sistem ekonomi lainnya. Ia merupakan sistem ekonomi yang diIlhami oleh pandangan Islam mengenai alam, kehidupan, dan manusia yang berdasarkan akidah (tauhid). Prinsip-prinsip ini merupakan tiang penyangga yang kokoh dan permanen. Oleh sebeb itu, Ia bersifat tetap dan tidak dapat berubah akibat perubahan ruang dan waktu. Prinsip-prinsip ini tidak dapat diposisikan sebagai sebuah teori yang tunduk pada kajian dan penelitian, sebab Ia berasal dari syariat Islam yang menjadi landasan teori dan praktik dalam sistem ekonomi Islam.[13] Prinsip ekonomi dalam Islam merupakan kaidah-kaidah pokok yang membangun struktur atau kerangka ekonomi Islam yang digali dari Alquran dan Sunnah. Prinsip ini berfungsi sebagai pedoman dasar bagi setiap individu dalam berperilaku ekonomi.

Menurut Abdul Manan (1993) landasan ekonomi Islam didasarkan pada tiga konsep fundamental, yaitu: keimanan kepada Allah (tauhid), kepemimpinan (khilafah), dan keadilan (a’dalah). Tauhid adalah konsep yang paling penting dan mendasar, sebab konsep yang pertama adalah dasar pelaksanaan segala aktivitas baik yang menyangkut ubudiah / ibadah mahdah (berkait sholat, zikir, shiam,tilawat-al Quran dsb), mu’amalah (termasuk ekonomi), muasyarah, hingga akhlak. Tauhid mengandung implikasi bahwa alam semesta diciptakanoleh Allah Yang Maha Kuasa, segala sesuatu yang Dia ciptakan mempunyai satu tujuan yang memberikan makna dari setiap eksistensi alam semesta di mana manusia merupakan salah satu bagian di dalamnya. Kalau demikian halnya, manusia yang dibekali dengan kehendak bebas, rasionalitas, kesadaran moral yang dikombinasikan dengan ketuhanan yang dituntut untuk hidup dalam kepatuhandan ibadah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Dengan demikian, konsep tauhid bukanlah sekedar pengakuan realitas, tetapi juga suatu respons aktif terhadap.

Manusia adalah khalifah Allah dimuka bumi sebagaimana firman Allah SWT: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah dimuka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpakan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Al Baqarah: 30). Sebagai khalifah Allah, manusia bertanggung jawab kepada-Nya dan mereka akan diberi pahala (reward) atau azab (punishment) dihari akhirat kelak. Berdasarkan apakah kehidupan mereka di dunia ini sesuai atau bertentangan dengan petunjuk yang telah diberikan oleh Allah SWT. karena itu, konsep kedua yang harus diperhatikan dalam pembangunan adalah konsep kepemimpinan (khalifah) dalam rangka bertanggung jawab terhadap manajemen dalam dunia ini dan kelak akan dipertanggungjawabkan di akhirat.

Dalam pandangan Islam, setiap orang pada dasarnya bukan seseorang tertentu atau anggota ras, kelompok atau Negara teretntu. Dengan kata lain, setiap orang adalah bagian dari orang lain karena merupakan hamba Allah dari satu sumber keturunan sehingga pada dasarnya mengandung makna persatuan fundamental dan persaudaraan umat manusia. Konsep persaudaraan ini akan menjadi seimbang dengan disertai konsep a’dalah atau keadilan. Oleh karena itu menegakkan keadilan dinyatakan dalam Al-Quran sebagai salah satu sifat yang sangat ditekankan, sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Hadiid ayat 25: “Sesungguhnya Kami (Allah) telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan Rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.”

Dapat diambil kesimpulan bahwa ekonomi atau iqtishod yang merupakan bagian dari muamalah secara umum di dalam konsep Islam harus memperhatikan prinsip tauhid, khalifah dan keadilan (a’dalah), yang harus berdampingan manakala akan mewujudkan suatu kehidupan masyarakat yang sejahtera (al falah)[14]

Landasan Filosofis atau Nilai-nilai Dasar Ekonomi Islam

Ekonomi Islam dibangun berdasarkan empat landasan filsuf, yaitu tauhid, keadilan dan keseimbangan, kebebasan, serta pertanggungjawaban.[15]

a.      Tauhid, secara harfiah tauhid artinya mengesakan Allah SWT. yakni bahwa semua yang ada merupakan ciptaan dan milik Allah SWT, dan hanya Dia yang mengatur segala sesuatunya, termasuk mekanisme hubungan antara manusia, cara memperoleh rezeki, dan sebagainya (rububiyah).

b.     Keadilan dan keseimbangan, yang dimaksud dengan landasan keadilan dan keseimbangan ini adalah bahwa seluruh kebijakan dan kegiatan ekonomi harus dilandasi paham keadilan, yakni menimbulkan dampak positif bagi pertumbuhan dan pemerataan pendapatan dan keseimbangan seluruh lapisan masyarakat. Adapun yang dimaksud dengan keseimbangan adalah suatu keadaan yang mencerminkan kesetaraan antara pendapatan dan pengeluaran, pertumbuhan dan pemdistribusia, dan antara pendapatan kaum yang mampu kurang mampu.

c.      Kebebasan, mengandung pengertian bahwa manusia bebas melakukan seluruh aktivitas ekonominya sepanjang tidak ada ketentuan Tuhan yang melarangnya. Landasan kebebasan ini menunjukkan bahwa melakukan inovasi dan kreativitas dalam ekonomi adalah suatu keharusan.

d.     Pertanggungjawaban, menurut Islam manusia diberikan kebebasan, namun kebebasannya ini harus bertanggung jawab, atau dapat dipertanggung jawabkan secara sosial, etik dan moral, yakni kebebasan yang dapat dipertanggungjawabkan di hadapan manusia atau kebebasan yang tidak bertentangan dengan kebebasan orang lain, serta kebebasan yang berjalan diatas landasan etika dan sopan santun masyarakat yang beradab, dan bukan kebebasan tanpa etika seperti kebebasan binatang, dan kebebasan yang sejalan dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi, seperti kejujuran, keadilan, dan kebenaran.

2. 6            Perilaku Islami dalam Perekonomian

Sekarang kita telah memiliki landasan teori yang kuat, serta prinsip-prinsip sistem ekonomi Islami yang mantap. Namun, dua hal ini belum cukup karena teori dan sistem menuntut adanya manusia yang menerapakan nilai-nilai yang terkandung dalam teori dan sistem tersebut. Dengan kata lain, harus ada manusia yang berperilaku, berakhlak secara professional (ihsan, itqan) dalam bidang ekonomi. Baik dia itu dalam posisi sebagai produsen, konsumen, pengusaha, karyawan atau sebagai pejabat pemerintahan. Karena teori yang unggul dan sistem-sistem ekonomi yang sesuai syariah sama sekali bukan merupakan jaminan bahwa perekonomian umat Islam akan otomatis maju. Sistem ekonomi islami hanya memastikan bahwa tidak ada transaksi ekonomi yang bertentangan dengan syariah. Tetapi kinerja bisnis tergantung pada man behind the gun-nya. Karena itu pelaku ekonomi dalam kerangka ini dapat saja dipegang oleh umat non-Muslim. Perekonomian umat Islam baru dapat maju bila pola pikir dan pola laku Muslimin dan Muslimat sudah itqan (tekun) dan ihsan (profesional). Ini mungkin salah satu rahasia sabda Nabi Saw: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.” Karena akhlak (perilaku) menjadi indikator baik-buruknya manusia. Baik buruknya perilaku bisnis para pengusaha menentukan sukses-gagalnya bisnis yang dijalankan.[16]

2. 7            Asas –asas Ekonomi Islam

Sistem ekonomi mencakup pembahasan tentang tata cara peroleh harta kekayaan dan pemanfaatannya baik untuk kegiatan konsumsi maupun distribusi. Dalam hukum syara’ dijelaskan bagaimana seharusnya harta kekayaan (barang dan jasa) diperoleh, juga menjelaskan bagaimana manusia mengelola (mengonsumsi dan mengembangkan) harta secara bagaimana mendistribusikan kekayaan yang ada. Inilah yang sesungguhnya diangap oleh Islam sebagai masalah ekonomi bagi suatu masyarakat. Atas dasar ini, maka asas-asas ekonomi Islam yang digunakan membangun sistem ekonomi berdiri di atas tiga asas (fundamental) yaitu: bagaimana harta diperoleh yakni menyangkut hak milik (tamalluk), pengelolaan (tasharruf) hak milik, serta distribusi kekayaan di tengah masyarakat.[17]

2. 8            Tujuan Ekonomi Islam

Tujuan ekonomi Islam dalah mashlahah (kemaslahatan) bagi umat manusia, yaitu dengan mengusahakan segala aktifitas demi tercapainya hal-hal yang berakibat pada adanya kemaslahatan bagi manusia, atau dengan mengusahakan aktivitas yang secara langsung dapat menggapai kemaslahatan adalah menghindari diri dari segala hal yang membawa mafzadat (kerusakan) bagi manusia. Menjaga kemaslahatan bisa dengan cara min haytsu al-wujud yaitu dangan cara mengusahakan segala bentuk aktivitas dalam ekonomi yang bisa membawa kepada kemaslahatan.[18]

 

2. 9            Faktor yang mengakibatkan haramnya Ekonomi Syariah

Ada tiga faktor yang mengakibatkan haramnya Ekonomi Syariah

1.     Haram zatnya yaitu transaksi karena objeknya (barang dan/ jasa) bertentangan (haram) dari sudut pandang islam, misalnya transaksi miras, daging babi dan sebagainya

2.     Haram selain zatnya yaitu transaksi yang melanggar prisip “an taradhin minkum”, artinya adalah prinsip-prinsip kerelaan antara kedua pihak (sama-sama ridha) yang didasarkan pada informasi yang sama (complete information), atau dengan kata lain tidak didasarkan pada informasi yang tidak sama (assyimetrikk)

3.     Tidak sah atau tidak lengkap akadnya ketika syarat dan rukunnya tidak terpenuhi dikarenakan ta’alluq (adanya dua akad yang saling dikaitkan, dimana berlakunya akad satu tergantung pada akad kedua)

Dengan demikian system ekonomi Islam tidak menghemdaki adanya riba (usuri dan interest), gharar (uncertainty), masyir (spekulatif/judi), ryswah (suap- menyuap), serta kebathilan yang sering di sebut al-magrib.

 

2. 10        Lembaga Keuangan dalam Islam

Yang dimaksud dengan lembaga atau isntitusi keuangan dalam Islam tidak semata-mata diartikan sebagai lembaga atau institusi dalam bentuk fisik seperti perbankan, perpajakan, pegadaian atau lainnya, melainkan lembaga keuangan termasuk pula yang bersifat nonfisik, namun memiliki sistem dan metode kerja tertentu. Dengan mengacu pada Al-Quran dan Al-Sunah, uma Islam,melalui para ulama dan mujtahidanya telah berupaya merumuskan berbagai lembaga keuangan yang dapat dikatakan cukup lengkap pada masanya. Lembaga keuangan tersebut antara lain:

1.     Al-Wadiah (titipan/simpanan)

Secara harfiah al-Wadiah artinya titipan murni dari satuoihak ke pihak lain, baik individu, maupun badan hukum yang harus dijaga, dan dikembalikan kapan saja kepada si penitip menghendaki.

2.     Al-Musyarakah (kerja sama modal usaha)

Al-Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan konstribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keutungan dari risiko akan di tanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

3.     Al-Mudharabah (kerja sama mitra usaha dan investasi)

Al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak, dengan cara pihak pertama (shahih al-maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak pihaklainnya menjadi pengelola.

4.     Al-Muzara’ah (kerja sama bagi hasil pengelolaan pertanian)

Al-Muzara’ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap, dengan cara pemilik lahan memberikan lahan pertaian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (presentase) dari hsail panen.

5.     Al-Musaqah (kerja sama pemeliharaan pertanian)

Al-Musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah, yang dilakukan dengan cara si penggarap hanya bertanggung jawabatas penyraman dan pemeliharaan. Sebagai ilbalan, si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.

Bai’ al-Murabahah (jual beli dengan pembayaran tangguh)

Bai’ al-Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengantambahan keuntungan yang disepakati.

6.     Bai’ al-Salam (jual beli dengan pembayaran di muka)

Bai’ al-Salam adalah pembelianbarang yang diserahkan dikemudian hari, sementara pembayaran dilakukan dimuka.

7.     Bai’ al-Istishna’ (jual beli berdasarkan pesanan)

Praktik ekonomi Bai’ al-Istihna’ merupakan kontak anta penjual dengan pembeli dan pembuat barang. Dalam jual beli istishna’ barang diserahkan di belakang, walaupun uangnya sama-sama dibayarkan secara cicilan.

8.     Al-Ijarah (sewa)

Al-Ijarah artinya akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri

9.     Al-Ijarah al-Muntahia Bittamlik (sewa beli)

Praktik ekonomi al-Ijarah al-Muntahia Bittamlik (sewa beli) merupakan sejenis perpaduan anatara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang ditangan si penyewa. Sifat kepemilikan ini pula yang membedakan dengan ujarah biasa.

10. Al-Wakalah (jasa perwakilan)

Al-Wakalah atau wakilah, berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberi mandat.

11. Al-Kafalah (jsa penjaminan)

Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.

12. Al-Hawalah (jasa transfer, pengalihan hak dan tanggung jawab)

Al-Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya.

13. Al-Rahn (gadai)

Al-Rahn adalah menahan dalah satu harta milik sipeminjam sebagai jaminan atas peminjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan memiliki nilai ekonomis.

14. Al-Qardh (pinjaman kebajikan)

Al-Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan benda atau uang, tanpa mengharapkan imbalan.[19]

BAB III

PENUTUP

3 .2            Kesimpulan

Dalam perspektif Islam, An-Nabhani (1986) mengambil makna istilah ekonomi sebagai kegiatan mengatur urusan harta kekayaan, baik yang menyangkut kepemilikan, pengembangan maupun distribusi. Secara sederhana, Ekonomi Islam adalah ekonomi yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran Islam. Namun dalam pengertian yan lebih luas, ekonomi islam pada hakikatnya adalah upaya pengalokasian sumber-sumber daya untuk memproduksi barang atau jasa sesuai dengan petunjuk Allah Swt, dalam rangka memperoleh ridha-Nya.

Pada hakikatnya, syariat Islam itu hanya mempunyai satu sumber hukum, yakni wahyu Illahi, yang di kelompokkan menjadi dua macam: pertama, wahyu yang berupa Al-Quran.  Kedua, berupa As-Sunnah an-Nabawiyah. Ekonomi Islam dibangun berdasarkan empat landasan filsuf, yaitu tauhid, keadilan dan keseimbangan, kebebasan, serta pertanggungjawaban.

Asas - asas ekonomi Islam yang digunakan membangun sistem ekonomi berdiri di atas tiga asas (fundamental) yaitu: bagaimana harta diperoleh yakni menyangkut hak milik (tamalluk), pengelolaan (tasharruf) hak milik, serta distribusi kekayaan di tengah masyarakat.

Manusia yang berperilaku, berakhlak secara professional (ihsan, itqan) dalam bidang ekonomi, baik dalam posisi sebagai produsen, konsumen, pengusaha, karyawan atau sebagai pejabat pemerintahan. Karena teori yang unggul dan sistem-sistem ekonomi yang sesuai syariah sama sekali bukan merupakan jaminan bahwa perekonomian umat Islam akan otomatis maju. Perekonomian umat Islam baru dapat maju bila pola pikir dan pola laku Muslimin dan Muslimat sudah itqan (tekun) dan ihsan (profesional). Karena akhlak (perilaku) menjadi indikator baik-buruknya manusia. Baik buruknya perilaku bisnis para pengusaha menentukan sukses-gagalnya bisnis yang dijalankan.

Tujuan ekonomi Islam dalah mashlahah (kemaslahatan) bagi umat manusia, yaitu dengan mengusahakan segala aktifitas demi tercapainya hal-hal yang berakibat pada adanya kemaslahatan bagi manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Adam, Panji. 2018. Fatwa-fatwa Ekonomi Islam. Jakarta: Amzah

Ditulis oleh Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI). 2007. Ekonomi Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Hakim, Lukman. 2012. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam. Jakarta: Erlangga

Indri, H. 2015. Hadis Ekonomi. Jakarta: Prenadamedia Group.

Izzan, Ahmad. 2006. Referensi Ekonomi Syariah, Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Karnaen A. Perwataatmadja dan Anis Byarwati, 2008. Jejak Rekam Ekonomi Islam. Jakarta: Cicero Publishing.

Karim, Adiwarman A. 2007. Ekonomi Mikro Islami Edisi Ketiga. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Khoirudin, Ahmad. Sistem Ekonomi Islam (http://bit.ly/2Q36boL) diakses pada tanggal 09 November 2019 pada pukul 17.00 WIB

M. Sholahuddin, S.E., M.Si. 2007. Asas-asas Ekonomi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Nata, Abuddin. 2011. Studi Islam Komprehensif. Jakarta: Prenadamedia Group



[1] Prof. Dr. H. Indri, M.Ag., Hadis Ekonomi (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015) hlm. 1

[2] Ditulis oleh Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 14

[3] M. Sholahuddin, S.E., M.Si., Asas-asas Ekonomi Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 3

[4] Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., Studi Islam Komprehensif, (Jakarta: PrenadamediaGroup, 2011), hlm. 412

[5] Dr. H. Ahmad Izzan, M. Ag., Referensi Ekonomi Syariah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 32

[6] M. Sholahuddin, S.E., M.Si., op. cit., hlm. 3

[7] Prof. Dr. H. Indri, M.Ag., op. cit., hlm. 1

[8] Khoirudin, Ahmad, Sistem Ekonomi Islam (http://bit.ly/2Q36boL) diakses pada tanggal 09 November 2019 pada pukul 17.00 WIB

[9] Lukman Hakim, Prinsip-prinsip Ekonomi Islam (Jakarta: Erlangga, 2012), hlm. 20

[10] Panji Adam, S.Sy., M.H., Fatwa-fatwa Ekonomi Islam (Jakarta: Amzah, 2018) hlm. 16.

[11] Karnaen A. Perwataatmadja dan Anis Byarwati, Jejak Rekam Ekonomi Islam, (Jakarta: Cicero Publishing, 2008) hlm. 11

[12] Lukman Hakim, op. cit., hlm. 10

[13] Panji Adam, S.Sy., M.H., op. cit., hlm. 8.

[14] Lukman Hakim, op. cit., hlm. 4-5

[15] Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., op. cit., hlm 414

[16] Ir. Adiwarman A. Karim, S.E., M.B.A., M.A.E.P., Ekonomi Mikro Islami Edisi Ketiga (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007) hlm. 46.

[17] M. Sholahuddin, S.E., M.Si., op. cit., hlm. 32

[18] Panji Adam, S.Sy., M.H., op. cit., hlm. 9.

[19] Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., op. cit., hlm. 427

No comments:

Post a Comment