Saturday, November 21, 2020

KARAKTERISTIK ISLAM NUSANTARA

 

Karakteristik Islam Nusantara

Sejarah Islam Nusantara

Sebenarnya corak Islam Nusantara telah lama terwujud di wilayah Nusantara. Sebuah model pemikiran, pemahaman dan pengamalan ajaran-ajaran Islam dengan mempertimbangkan tradisi atau budaya lokal, sehingga dalam hal-hal di luar substansi, mampu menunjukkan model berislam yang khas Nusantara dan membedakan dengan model berislam lainnya baik di Timur Tengah, India, Turki dan sebagainya. Secara konseptual, identitas Islam Nusantara ini telah ditulis oleh beberapa penulis, antara lain: Azyumardi Azra (2015) dengan judul Islam Nusantara Jaringan Global dan Lokal dan Nor Huda (2013) dengan judul Islam Nusantara Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia.

Maka istilah Islam Nusantara bukanlah istilah baru, melainkan telah dikenal cukup lama, termasuk yang diperkenalkan kedua penulis tersebut. Hanya saja, kedua penulis ini menjelaskan Islam Nusantara ini dari segi tinjauan historis, belum banyak menyentuh tinjauan hukum. Beberapa tahun terakhir, Islam Nusantara menjadi lebih populer karena dijadikan tema utama Muktamar Nahdatul Ulama (NU) ke-33 di Jombang Jawa Timur yang berlangsung pada 1-5 Agustus 2015. Sementara NU mewakili umat Islam mainstream Indonesia, Islam Nusantara makin terpublikasikan dalam masyarakat Muslim Indonesia yang lebih luas, menembus masyarakat perkotaan hingga pedesaan.

Penentuan tema utama Islam Nusantara dalam muktamar tersebut sebagai respons terhadap citra Islam di pentas internasional yang semakin merosot bahkan cenderung dinilai negatif, lantaran kasus-kasus kekerasan yang dilakukan dengan mengatasnamakan Islam, baik pembunuhan, penyanderaan, pemboman dan sebagainya. 200 Islam Nusantara el Harakah Vol.17 No.2 Tahun 2015 Identitas pelaku tindakan radikal dan pengatasnamaan Islam tersebut melahirkan anggapan yang salah bahwa Islam itu mengajarkan kekerasan, pertumpahan darah, tindakan keji, perlakuan kejam dan sadis, perbuatan barbar, dan tindakan-tindakan dehumanisasi lainnya. Padahal Islam lebih banyak mengajarkan kedamaian, kerukunan, keharmonisan, toleransi, dan keterbukaan. Sayangnya ajaran-ajaran yang indah dan sejuk ini kurang ditonjolkan, sehingga kurang dikenal oleh dunia internasional. Demikian pula, mayoritas umat Islam justru lebih mengutamakan kedamaian daripada kekerasan. Uniknya, tindakan kekerasan yang dilakukan oleh segelintir umat Islam inilah yang mengundang perhatian negatif-pejoratif dari masyarakat internasional,

Islam Nusantara atau model Islam Indonesia adalah suatu wujud empiris Islam yang dikembangkan di Nusantara setidaknya sejak abad ke-16, sebagai hasil interaksi, kontekstualisasi, indigenisasi, interpretasi, dan vernakularisasi terhadap ajaran dan nilai-nilai Islam yang universal, yang sesuai dengan realitas sosio-kultural Indonesia. Istilah ini secara perdana resmi diperkenalkan dan digalakkan oleh organisasi Islam Nahdlatul Ulama pada 2015, sebagai bentuk penafsiran alternatif masyarakat Islam global yang selama ini selalu didominasi perspektif Arab dan Timur Tengah.

Penyebaran Islam di Indonesia adalah proses yang perlahan, bertahap, dan berlangsung secara damai. Satu teori menyebutkan bahwa Islam datang secara langsung dari jazirah Arab sebelum abad ke-9 M, sementara pihak lain menyebutkan peranan kaum pedagang dan ulama Sufi yang membawa Islam ke Nusantara pada kurun abad ke-12 atau ke-13, baik melalui Gujarat di India atau langsung dari Timur Tengah. Pada abad ke-16, Islam menggantikan agama Hindu dan Buddha sebagai agama mayoritas di Nusantara. Islam tradisional yang pertama kali berkembang di Indonesia adalah cabang dari Sunni Ahlus Sunnah wal Jamaah, yang diajarkan oleh kaum ulama, para kyai di pesantren. Model penyebaran Islam seperti ini terutama ditemukan di Jawa. Beberapa aspek dari Islam tradisional telah memasukkan berbagai budaya dan adat istiadat setempat.

Praktik Islam awal di Nusantara sedikit banyak dipengaruhi oleh ajaran Sufisme dan aliran spiritual Jawa yang telah ada sebelumnya. Beberapa tradisi, seperti menghormati otoritas kyai, menghormati tokoh-tokoh Islam seperti Wali Songo, juga ikut ambil bagian dalam tradisi Islam seperti ziarah kubur, tahlilan, dan memperingati maulid nabi, termasuk perayaan sekaten, secara taat dijalankan oleh Muslim tradisional Indonesia. Akan tetapi, setelah datangnya Islam aliran Salafi modernis yang disusul datangnya ajaran Wahhabi dari Arab, golongan Islam puritan skripturalis ini menolak semua bentuk tradisi itu dan mencelanya sebagai perbuatan syirik atau bidah, direndahkan sebagai bentuk sinkretisme yang merusak kesucian Islam. Kondisi ini telah menimbulkan ketegangan beragama, kebersamaan yang kurang mengenakkan, dan persaingan spiritual antara Nahdlatul Ulama yang tradisional dan Muhammadiyah yang modernis dan puritan.

Sementara warga Indonesia secara seksama memperhatikan kehancuran Timur Tengah yang tercabik-cabik konflik dan perang berkepanjangan; mulai dari Konflik Israel–Palestina, Kebangkitan dunia Arab, perang di Irak dan Suriah, disadari bahwa ada aspek keagamaan dalam konflik ini, yaitu munculnya masalah Islam radikal. Indonesia juga menderita akibat serangan teroris yang dilancarkan oleh kelompok jihadi seperti Jamaah Islamiyah yang menyerang Bali. Doktrin ultra konservatif Salafi dan Wahhabi yang disponsori pemerintah Arab Saudi selama ini telah mendominasi diskursus global mengenai Islam. Kekhawatiran semakin diperparah dengan munculnya ISIS pada 2013 yang melakukan tindakan kejahatan perang nan keji atas nama Islam. Di dalam negeri, beberapa organisasi berhaluan Islamis seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Front Pembela Islam (FPI), juga Partai Keadilan Sejahtera (PKS) telah secara aktif bergerak dalam dunia politik Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini. Hal ini menggerogoti pengaruh institusi Islam tradisional khususnya Nahdlatul Ulama. Elemen Islamis dalam politik Indonesia ini kerap dicurigai dapat melemahkan Pancasila.

Akibatnya, muncullah desakan dari golongan cendekiawan Muslim moderat yang hendak mengambil jarak dan membedakan diri mereka dari apa yang disebut Islam Arab, dengan mendefinisikan Islam Indonesia. Dibandingkan dengan Muslim Timur Tengah, Muslim di Indonesia menikmati perdamaian dan keselarasan selama beberapa dekade. Dipercaya hal ini berkat pemahaman Islam di Indonesia yang bersifat moderat, inklusif, dan toleran. Ditambah lagi telah muncul dukungan dari dunia internasional yang mendorong Indonesia — sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar, agar berkontribusi dalam evolusi dan perkembangan dunia Islam, dengan menawarkan aliran Islam Nusantara sebagai alternatif terhadap Wahhabisme Saudi. Maka selanjutnya, Islam Nusantara diidentifikasi, dirumuskan, dipromosikan, dan digalakkan

Karakteristik Islam Nusantara

Ciri utama dari Islam Nusantara adalah tawasut (moderat), rahmah (pengasih), anti-radikal, inklusif dan toleran. Dalam hubungannya dengan budaya lokal, Islam Nusantara menggunakan pendekatan budaya yang simpatik dalam menjalankan syiar Islam; ia tidak menghancurkan, merusak, atau membasmi budaya asli, tetapi sebaliknya, merangkul, menghormati, memelihara, serta melestarikan budaya lokal. Salah satu ciri utama dari Islam Nusantara adalah memepertimbangkan unsur budaya Indonesia dalam merumuskan fikih.

Islam Nusantara dikembangkan secara lokal melalui institusi pendidikan tradisional pesantren. Pendidikan ini dibangun berdasarkan sopan santun dan tata krama ketimuran; yakni menekankan penghormatan kepada kyai dan ulama sebagai guru agama. Para santri memerlukan bimbingan dari guru agama mereka agar tidak tersesat sehingga mengembangkan paham yang salah atau radikal. Salah satu aspek khas adalah penekanan pada prinsip Rahmatan lil Alamin (rahmat bagi semesta alam) sebagai nilai universal Islam, yang memajukan perdamaian, toleransi, saling hormat-menghormati, serta pandangan yang berbineka dalam hubungannya dengan sesama umat Islam, ataupun hubungan antaragama dengan pemeluk agama lain.

Dalam konteks karakteristik islam nusantara dapat dilihat setidaknya dengan delapan ciri-ciri menonjol yaitu:

Ø  Pertama islam nusantara adalah hasil produk dari dakwah yang kemudian dikenal tokoh-tokohnya sebagai wali songo, yaitu proses pengislaman dengan cara damai melalui akulturasi budaya dan ajaran inti islam. Karenanya islam dapat berkembang dengan cepat tanpa kekerasan. Keadaan ini dinilai oleh pengkaji islam diantara Anwar Ibrahim, sebagai sebuah proses pengislaman yang terbaik.

Ø  Kedua, penganut setia faham Ahlusunnah dengan watak moderat. Ini ciri yang menonjol dalam diri Islam Nusantara. Hal ini sangat bertolak belakang dengan cara berpikir islam timur tengah.

Ø  Ketiga, para ulama atau masyarakat islam nusantara dalam memilih mazhab bukan sembarangan dan asal pilih. Selama ini yang dipilih atau dijadikan panutan adalah mereka yang mempunyai kapabilitas intelektual yang memadai dan teruji daam sejarah sserta mereka yang mempunyai integritas, sosok ulama yang benar-benar independen, sehingga hasil ijtihadnya merupakan hasil dari pengetahuan yang lengkap dan hati yang jernih tanpa diintervensi kepentingan nafsu. Masyarakat islam nusantara dalam bidang fiqih mengikut salah satu mazhab fiqih yaitu hanafi, maliki, syafi’i dan hanbali. Namun demikian yang paling populer dan yang diajarkan dan menjadi pilihan faforit adalah mazhab syafi’i, sehingga wajar jika kitab-kitab literatur daam lingkungan masyarakat Islam Nusantara didominasikan kita-kitab mazhab syafi’i.

Ø  Keempat, mayoritas masyarakat islam nusantara adalah pengamal ajaran tasawuf karena itu tarekat berkembang dengan subur. Tokoh-tokoh tasawuf yang menjadi panutan antara lain Imam Ghazali, Syaikh Abdul Qadir Jailani, Imam Syazili dan lain sebagainya yang sangat populer dikalangan islam nusantara. Dari sanalah kemudian islam nusantara menjadi islam yang sangat harmoni, toleran, dan menghargai pluralitas sebagai watak asli ajaran tasawuf.

Ø  Kelima, dalam bermasyarakat mengutamakan kedamaian, harmoni dan toleran. Masyarakat islam nusantara telah mengamalkan sikap toleran atau tasamuh ini sebagai bagian dari landasan ajaran islam yang memberi kebebasan beragama. Islam bukan saja mengecam pemaksaan agama, tetapi lebih dari itu sangat menjunjung tinggi hak-hak non muslim dalam pemerintahan kerajaan islam, karena hubungan islam dan non islam adalah hubungan damai, kecuali jika terjadi perkara-perkara yang dapat menyebabkan pertentangan antara kedua belah pihak

Ø  Keenam, adaptasi budaya secara alami masyarakat islam nusantara berpandangan keartitan lokal tidak dapat dihilangkan saja, ia perlu dilestarikan sebagai jati diri sebuah bangsa selama tidak bertentangan dengan syariat dan ini dibenarkan daam alquran bahwa allah menciptakan manusia dalam berbagai suku (qobail) dan berbangsa bangsa (syu’uba) lita’taarafu untuk saling ta’aruf (saling pengertian) tentang suku bangsa, tentu juga dengan budaya.

Ø  Ketujuh, visi islam rahmatan lil’alamin mendominasi pemikiran ke islaman nusantara masyarakat islam berusaha mengusung visi islam rahamat lil’alamin sebagai misi utama dalam mengimplementasikan ajaran islam dalam kehidupan. Dalam hal ini selalu merujuk kepada tugas utama mulia Nabi Muhammad SAW, yaitu tugas yang suci, tugas yang sempurna dan tugas yang meyeluruh dari ajaran yang dibawa oleh nabi-nabi. Karena itu jelas bahwa risalah islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw adalah memberi rahmat sebagaimana firman Allah artinya “Tiada kami utus engkau Muhammad melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam” Al Anbiya 107. Tidak diragukan lagi bahwa islam sebagai rahmat dan hidayah, cahaya yang akan membawa keselamatan. Hal ini bermaksud rahmat akan membawa keselamatan baik dunia maupun diakhirat.

Ø  Kedelapan, dalam memahami nash menggunakan pendekatan literal dalam hal yang bersifat Qath’i, seperti wajibnya solat serta tata cara ibadah mahdhah, rukun islam, rukun iman, dan sebagainya. Oleh karena itu pendekatan literal dalam menggunakan nash lebih terfokus pada hal-hal yang bersifat ibadah mahdhah dan persoalan teologi. Sedangkan dalam kaitan kemasyarakatan lebih menggunakan pendekatan kontekstual.

Pendekatan ini tidak hanya mengambil makna teks tetapi lebih banyak mengambil substansi atau nilai-nilai yang terkandung dalam nash.

Islam dan budaya lokal seimbang dalam wilayah nilai-nilai universal. Sebagimana dijelasakan Ishom Syauqi, bahwa Islam Nusantara hendak mewujudkan budaya dan peradaban baru dunia yang berbasis pada nilai-nilai luhur dan universal keislaman dan kenusantaraan. Di sini, nilai Islam dan kenusantaraan sejajar, sehingga keduanya menghasilkan peradaban baru. Islam merasa sejajar dalam wilayah teologis (sistem kepercayaan) dan peribadatan dengan budaya lokal, tetapi di antara keduanya tidak ada saling sapa melainkan saling menghormati atau toleransi. Ini dibuktikan dengan adanya UUD dan Pancasila yang dijadikan sebagai dasar negara Indonesia. Argumentasi yang cukup komprehensif diungkapkan oleh Musthofa Bisri dengan ungkapan toleransi: “Islam Nusantara yang telah memiliki wajah yang mencolok, sekaligus meneguhkan nilai-nilai harmoni sosial dan toleransi dalam kehidupan masyarakatnya…….. Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 serta bersendikan Bhinneka Tunggal Ika, secara nyata merupakan konsep yang mencerminkan pemahaman Islam ahl as-sunnah wa al-jama’ah yang berintikan rahmat (www.nu.or.id 2016).”

Praktek Islam Nusantara dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara

Gagasan Islam Nusantara merupakan salah satu pemikiran yang khas untuk Indonesia dari dulu dan saat ini. Secara historis, berdasarkan data-data filologis (naskah catatan tulis tangan), keislaman orang Nusantara telah mampu memberikan penafsiran ajarannya sesuai dengan konteksnya, tanpa menimbulkan peperangan fisik dan penolakan dari masyarakat. Contohnya, ajaran-ajaran itu dikemas melalui adat dan tradisi masyarakat, makanya terdapat ungkapan di Minangkabau adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Lalu, pada saat itu di Buton terdapat ajaran martabat tujuh dari tasawuf menjadi bagian tak terpisahkan dari undang-undang kesultanan Buton. Hal serupa di Jawa, baik melalui ajaran Walisongo ataupun gelar seorang raja dengan menggabungkan tradisi lokal dan tradisi Arab, seperti Senopati ing Alogo Sayyidin Panatagama Khalifatullah Tanah Jawa. Dengan demikian, praktik Islam Nusantara mampu memberikan kedamaian umat manusia. Pada saat itu di Nusantara, baik kepulauan Jawa, Sumatera, Sulawesi dan sekitarnya para ulama dalam hal menuliskan ajarannya juga mempunyai tradisi akulturatif dan adaptif. Strategi dakwah tersebut tertulis dalam berbagai aksara dan bahasa sesuai dengan wilayahnya. Di Jawa terdapat aksara carakan, dan pegon dengan bahasa Jawa, Sunda, atau Madura, yang diadaptasi dari aksara dan bahasa Arab. Di Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, terdapat aksara Jawi dengan bahasa Melayu, dan aksara/bahasa lokal sesuai sukunya, Bugis, Batak.

Praktik Islam Nusantara mampu memberikan kedamaian umat manusia. Karya-karya ulama Nusantara dalam bahasa lokal tersebut untuk penyebaran Islam merupakan salah satu dari kelebihan dan kekhasan Islam Nusantara. Ajaran Islam Nusantara, baik dalam bidang fikih (hukum), tauhid (teologi), ataupun tasawuf (sufism) sebagian telah diadaptasi dengan aksara dan bahasa lokal.

Praktik keislaman Nusantara, seperti tahlilan, tujuh bulanan, muludan, bedug/kentongan sesungguhnya dapat memberi kontribusi pada harmoni, keseimbangan hidup di masyarakat. Adat yang tetap berpegang dengan syari’at Islam itu dapat membuktikan praktik hidup yang toleran, moderat, dan menghargai kebiasaan pribumi.

Jejaring Islam Nusantara di dunia penting dilakukan untuk mengantisipasi politik global yang terkesan bagian dari terorisme global. Karakter Islam Nusantara dapat menjadi pedoman berfikir dan bertindak untuk memahami ajaran Islam saat ini, sehingga terhindar dari pemikiran dan tindakan radikal yang berujung pada kekerasan fisik, dan kerusakan alam.

Kritikan terhadap Islam Nusantara

Segera setelah diumumkan, Islam Nusantara menghadapi tentangan dan kritik dari aliran Islam yang lain. Tentangan datang khususnya dari para penganut aliran wahhabi dan salafi, atau aliran serupa yang hendak "membersihkan" Islam dari unsur-unsur lokal yang dianggap tidak Islami, yang sering dihujat sebagai praktik syirik atau bidah. Hizbut Tahrir Indonesia telah secara terang-terangan menentang konsep Islam Nusantara. Islam Nusantara dikritik sebagai suatu bentuk Islam sinkretisme yang merusak "kesempurnaan" dan ketunggalan Islam, serta dianggap merusak persatuan umat.

Muhammadiyah, salah satu organisasi Islam berpengaruh di Indonesia walaupun tidak menentang secara langsung konsep ini, menekankan bahwa istilah Islam Nusantara harus digunakan secara berhati-hati dan proporsional, agar tidak menindas aliran Islam lain yang memiliki pemahaman berbeda tentang Islam. Jika Islam Nusantara didukung dan diangkat sebagai aliran Islam utama oleh negara, maka ditakutkan aliran Islam lain akan mengalami penindasan dan diskriminasi.

      Mereka yang menolak Islam Nusantara memiliki pandangan bahwa Islam itu hanya satu. Islam yang satu itu merupakan Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Islam tidak bisa diberikan identitas berdasarkan suatu pendekatan, corak, peranan maupun kawasan sehingga membentuk identitas Islam khusus seperti Islam Nusantara itu. Kalau terdapat Islam lain di luar Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad itu harus segera menyesuaikan diri dengan Islam standar tersebut, sehingga keunikan identitas Islam tertentu justru dipandang negatif karena telah melakukan penyimpangan dari format Islam yang ideal (Islam yang sebenarnya). Keunikan Islam Indonesia sedang menghadapi gugatan seiring dengan kehadiran fenomena radikalisme belakangan ini (Rahmat dalam Rahmat et al., 2003: xvi). Pemahaman keagamaan mainstream umat Islam Indonesia dinilai sebagai pemahaman yang salah, karena berbeda dengan Islam ideal, Islam yang dicontohkan oleh salaf al-shalih. Keunikan ekpresi keislaman masyarakat Indonesia dicerca sebagai ‘jahiliyah modern’ yang menyimpang dari Islam yang benar, otentik, dan asli. Otensitas Islam hilang ketika bercampur dengan unsur luar, termasuk unsur Nusantara.

Islam senantiasa satu kapan pun dan dimanapun. Islam tidak akan mengalami perubahan meskipun menghadapi masa modern sekalipun, dan Islam juga tidak akan mengalami perubahan ketika agama yang dibawa Nabi Muhammad ini disebarluaskan dan dikembangkan di luar Makkah, termasuk misalnya ketika disebarkan dan dikembangkan di Indonesia. Ada pandangan seolah-olah Islam Indonesia itu berbeda dengan Islam kawasan lain (Langgulung dalam Azhari & Saleh, 1989: 157). Islam adalah Islam dimana saja berada. Jadi, sifat Islam itu mutlak, kekal, dan abadi. Kemungkinan berbeda hanya pada tataran pelaksanaannya. Ketiga sifat Islam itulah yang mengawal kesatuan identitas Islam sehingga Islam berada dimanapun dan kapanpun tetap sebagai Islam seperti Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Pada bagian lain dalam posisi yang berlawanan dengan pandanganpandangan yang menolak Islam Nusantara itu, terdapat beberapa pemikir yang justru menyetujuinya. Azra (dalam Sahal & Aziz, 2015: 171-172) menyatakan bahwa Islam satu itu hanya ada pada level al Quran. Namun al Quran (serta hadits) membutuhkan rumusan yang rinci, sehingga ayat-ayatnya perlu ditafsirkan dan dijelaskan maksudnya. Hasilnya berupa kemunculan penafsiran dan penjelasan yang berbeda-beda, kemudian menjadi madzhab atau aliran.

Bagi pemikir-pemikir Islam yang mendukung identitas Islam Nusantara ini tampaknya mereka memandang bahwa substansi Islam memang satu, namun ekpresinya sangat beragam. Ketika mereka mengakui keberadaan identitas Islam Nusantara, mereka hanya memandang identitas Islam itu dari tinjauan ekpresinya.Ekpresi Islam Nusantara ini ketika menunjukkan fenomena-fenomena yang sama secara berkesinambungan dari generasi ke generasi berikutnya, pada gilirannya akan membentuk karakteristik-karakteristik tertentu yang dapat diidentifikasi, diketahui dan dipahami sehingga memudahkan orang lain dalam memahami Islam Nusantara tersebut.

Daftar Pustaka

https://id.wikipedia.org/wiki/Islam_Nusantara

http://hasanxch.blogspot.co.id/2016/11/karakteristik-islam-nusantara.html

https://www.researchgate.net/publication/312264515_Islam_Nusantara_Relasi_Islam_dan_Budaya_Lokal/fulltext/587e038708ae9275d4eb4714/312264515_Islam_Nusantara_Relasi_Islam_dan_Budaya_Lokal.pdf?origin=publication_detail

http://kelompok8studis.blogspot.co.id/2016/04/makalah-studi-islam-tentang-islam.html

Thursday, November 19, 2020

KETERAMPILAN MENGAJAR KELOMPOK KECIL DAN PERSEORANGAN

 

KeterampilanMengajar Kelompok Kecil dan Perseorangan

Abstract

Technological developments that increasingly rapidly a teacher required to further increase the quality of science with a lot of learning from various sources of knowledge owned by teachers should be taught to students with good teaching skills. In addition to only the science knowledge that must be added teachers also have to master some teaching skills. Because the maximum knowledge that is owned by a teacher if the teacher does not have or master the skills in teaching it will be difficult for students to absorb the knowledge that has been taught by the teacher. Learning is an integral part of an education must be able to carry out the process of quality learning in accordance with the educational concept of education for all that implies that education must be able to serve and develop students in accordance with the potential, interests and talents. In reality today many teachers are teaching with traditional patterns and ignoring these very basic skills (Wongkar, 2011). Therefore, these skills should be trained and developed so that later colon teachers and teachers can have many options to be able to have many options to be able to serve students in the learning process.

               Based on the above explanation so here I will try to give an explanation of the discussion about the teaching skills of small groups and individuals. Please allow prospective teachers and teachers to work with professionals so as to improve the quality of education in the future.

Perkembangan teknologi yang semakin hari semakin pesat seorang guru dituntut untuk lebih menambah kualitas ilmu dengan banyak belajar dari berbagai sumber ilmu yang dimiliki oleh guru harus diajarkan kepada siswa dengan keterampilan mengajar yang baik. Selain hanya pengetahuan ilmu yang harus ditambah guru juga harus menguasai beberapa keterampilan mengajar. Karena setinggi-tingginya ilmu yang dimiliki oleh seorang guru jika guru tersebut tidak memiliki ataupun menguasai ketrampilan dalam mengajar maka akan sulit bagi siswa untuk menyerap ilmu yang telah diajarkan oleh guru tersebut. Pembelajaran merupakan bagian integral dari sebuah pendidikan harus mampu melaksanakan proses pembelajaran  yang berkualitas sesuai dengan konsep pendidikan yaitu pendidikan untuk semua yang mengandung makna bahwa pendidikan harus mampu melayani dan mengembangkan siswa sesuai dengan potensi, minat dan bakat. Pada kenyataannya dewasa ini banyak para guru yang mengajar dengan pola tradisional dan mengabaikan keterampilan-keterampilan yang sangat mendasar ini (Wongkar, 2011). Oleh karena itu keterampilan ini harus dilatih dan dikembangkan sehingga nantinya para colon guru maupun guru dapat memiliki banyak pilihan untuk dapat memiliki banyak pilihan untuk dapat melayani siswa di dalam melakukan proses pembelajaran.

Berdasarkan penjelasan diatas dengan demikian disini saya akan berusaha memberikan penjelasan pembahasan tentang keterampilan mengajar kelompok kecil dan perseorangan. Harapanya agar para calon guru maupun guru akan dapat bekerja dengan profesional sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan kedepannya.

Kata Kunci: Keterampilan Mengajar kelompok kecil dan perseorangan

Pendahuluan

Pembelajaran sebagai bagian integral dari pendidikan harus mampu melaksanakan proses pembelajaran yang berkualitas yang dinikmati oleh setiap warga. Konsep pendidikan untuk semua (education for all), mengandung makna bahwa pendidikan harus mampu melayani dan mengembangkan siswa sesuai dengan potensi, minat dan bakat yang dimilikinya.

Pendidikan sebagai upaya untuk memanusiakan manusia, memiliki makna bahwa proses pendidikan dan pembelajaran yang dilakukan harus bisa memberikan pelayanan yang optimal kepada setiap siswa baik untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat kelompok maupun kebutuhan individual. Salah satu implikasi untuk mewujudkan pelayanan yang dapat memenuhi karakteristik siswa yang berbeda-beda itu adalah dengan menerapkan model mengajar secara berkelompok atau perorangan atau disebut dengan keterampilan mengajar kelompok kecil dan perseorangan.

Pendidikan dan pembelajaran di satu sisi harus dapat mengantarkan manusia (siswa) dalam kebersamaan, artinya mengembangkan kehidupan sosial. Di sisi lain bahwa setiap manusia (siswa) juga memiliki kebutuhan yang bersifat individual. Pendidikan dan pembelajaran yang efektif tentu saja adalah yang dapat memenuhi atau memfasilitasi adanya kebersamaan disamping terpenuhinya kebutuhan secara individual.

Keterampilan dasar mengajar kelompok kecil dan perseorangan adalah salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memfasilitasi sistem pembelajaran yang dibutuhkan oleh siswa baik secara klasikal maupun individu. Karena adanya keterampilan dasar mengajar kelompok kecil dan perseorangan, kegiatan pembelajaran menjadi lebih simple dan praktis. Oleh karena itu keterampilan ini harus dilatih dan dikembangkan, sehingga para calon guru maupun guru dapat memiliki banyak pilihan untuk dapat melayani siswa dalam melakukan proses pembelajaran.

PENGERTIAN KETRAMPILAN MENGAJAR KELOMPOK KECIL DAN PERSEORANGAN

Pengertian ketrampilan yaitu kemampuan untuk menggunakan akal, pikiran ide, dan kreatifitas dalam mengerjakan, mengubah ataupun membuat sesuatu lebih bermakna sehingga menghasilkan sebuah nilai dari hasil pekerjaan tersebut Sadirman, interaksi dan motivasi belajar mengajar (jakarta: rajawali pers, 2011: 211). Ketrampilan dasar mengajar (teaching skill) adalah kemampuan atau ketrampilan yang bersifat khusus (most specific intructional behaviors)yang harus dimiliki oleh guru, dosen, instruktur atau widyaiswara agar dapat melaksanakan tugas mengajar secara efektif, efisien dan profesional (As. Gilcman, 1991).

Ketrampilan mengajar kelompok kecil dan perseorangan adalah kemampuan guru / instruktur / widyaiswara dalam mengembangkan terjadinya hubungan interpersonal yang sehat dan akrab antar guru dengan siswa, maupun antar siswa dan siswa, baik dalam kelompok kecil maupun perorangan Didi Suprieadi dan Deni Darmawan bandung pt remaja rosdakarya (2012: 158). Dequeliy dan Gazali (Slameto, 2010: 30) mendefinisikan mengajar adalah menambah pengetahuan pada seseorang dengan cara paling singkat dan tepat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ketrampilan merupakan kecakapan untuk menyelesaikan tugas, sedangakan mengajar adalah melatih. Jadi ketrampilan mengajar kelompok kecil dan perseorangan adalah kecakapan menanamkan pengetahuan yang dilakukan pada sekelompok siswa dan pada siswa secara individu (muhidin, 2011).

Secara fisik bentuk pengajaran ini ialah berjumlah terbatas, yaitu berkisar 3-8 orang untuk kelompok kecil, dan seorang untuk perseorangan. Pengajaran kelompok kecil dan perseorangan memungkinkan guru memberikan perhatian terhadap setiap siswa serta terjadinya hubungan yang lebih akrab antara guru dan siswa dengan siswa (muhidin, 2011). Mengajar kelompok kecil dan perseorangan merupakan suatu bentuk pembelajaran yang memungkinkan guru memberikan perhatian terhadap setiap peserta didik, dan menjalin hubungan yang lebih akarab antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa. Khusus dengan cara melakukakan pebelajaran perseorangan perlu diperhatikan kemampuan dan kematangna berfikir peseta didik, agar apa yang dismapaikan bisa diserap dan diterima oleh siswa (Djoeulie,2010).

Ciri-Ciri Pengajaran Kelompok Kecil dan Perseorangan

Mengajar kelompok kecil dan perseorangan ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:

-          Terjadinya hubungan (interaksi) yang akrab dan sehat antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa.

-          Siswa belajar sesuai dengan kecepatan, cara kemampuan dan minatnya sendiri.

-          Siswa mendapat bantuan dari guru sesuai dengan kebutuhannya.

-           Siswa dilibatkan dalam penentuan cara-cara belajar yang akan ditempuh dan alat yang akan digunakan.

PERAN GURU DALAM MENGAJAR KELOMPOK KECIL DAN PERSEORANGAN

Adapun peran guru dalam pengajaran kelompok kecil dan perorangan adalah sebagai berikut:

1.      Organisator kegiatan belajar mengajar.

Dalam pengorganisasian ini yang paling utama adalah mengatur siswa dan memberikan tanggung jawab kepadanya untuk melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru entah itu cara siswa melakukan kegiatan, mengatur lingkunganbelajar, ataupun mengoptimalkan sumber belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.

 

2.      Sumber informasi bagi siswa.

Guru adalah salah satu sumber informasi bagi siswa baik informasi mengenai langkah-langkah pelaksanaan tugas maupun informasi lainnya yang diperlukan oleh siswa.

 

3.      Pendorong bagi siswa untuk belajar.

Guru memberikan dorongan berupa motivasi agar siswa mau belajar. Guru harus menciptakan kondisi kelas yang merangsang siswa untuk melakukan kegiatan belajar dalam kelompok kecil dan perseorangan.

 

4.      Orang yang mendiagnosa kesulitan siswa serta memberikan bantuan yang sesuai dengan kebutuhan siswa.

Guru mempunyai peranan mendiagnosa dalam proses pembelajaran diantaranya mengenal anak secara individual mengenai kemajuan belajar ataupun kesulitan yang dihadapi.

 

5.      Penyedia materi dan kesempatan belajar bagi siswa. 

Guru juga harus menyediakan meteri pelajaran yang akan diajarkan / dipelajari oleh siswa dalam pengajaran kelompok kecil maupun perseorangan.

 

6.      Peserta kegiatan yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama seperti siswa yang lainnya. 

Ini berarti guru ikut menyumbangkan pendapatnya untuk memecahkan masalah atau mencari kesepakatan bersama sebagaimana siswa lainnya melakukannya.

 

SYARAT-SYARAT AGAR MENGAJAR KELOMPOK KECIL DAN PERSEORANGAN AGAR DAPAT TERWUJUD

Setiap siswa memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Untuk itu diperlukan variasi untuk menanganinya. Pengajaran kelompok kecil dan perorangan akan terwujud jika terpenuhinya syarat-syarat sebagai berikut:

1.      Adanya hubungan yang sehat dan akrab antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa

2.      Siswa belajar dengan kecepatan, kemampuan, cara dan minat sendiri

3.      Siswa mendapatkan bantuan sesuai dengan kebutuhannya

4.      Siswa dilibatkan dalam perencanaan belajar

5.      Guru dapat memainkan berbagai peran

PRINSIP-PRINSIP MENGAJAR KELOMPOK KECIL DAN PERORANGAN

Adapun prinsip-prinsip dalam mengajar kelompok kecil dan perseorangan diantaranya:

1.      Tidak semua topik dapat disajikan dalam format kelompok kecil dan perseorangan

2.      Lakukan pengajaran kelompok kecil dan perseorangan secara bertahap

3.      Pengorganisasian siswa, sumber / materi, ruangan, dan waktu harus dilakukan secara cermat

4.      Guru harus mengenal siswa secara pribadi

 

HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM MENGAJAR KELOMPOK KECIL DAN PERORANGAN

 

Dalam mengajar kelompok kecil dan perorangan harus memberhatikan hal-hal sebagai berikut:

1.      Pembelajaran dilakukan berdasarkan perbedaan individu. 

Karakteristik yang dimiliki oleh anak SD sangatlah beragam dan berbeda-beda entah itu kemampuan berfikir,tingkat emosional, bakat, minat, maupun perbedaan daya tangkapnya. Misal siswa yang agak agresif bisa dijadikan menjadi satu kelompok dengan siswa yang agak agresif atau siswa yang memiliki daya tangkap agak kurang juga dijadikan satu kelompok dengan siswa yang juga memiliki daya tangkap yang agak kurang juga. Lalu siswa-siswa yang sudah berada di dalam kelompok-kelompoknya diberikan layanan bimbingan belajar secara khusus. Cara ini bisa membantu meningkatkan ketrampilan sosial melalui belajar kelompok.

 

2.      Memperhatikan dan melayani kebutuhan siswa. 

Pada dasarnya siswa memiliki latar belakang yang berbeda-beda baik lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, maupun lingkungan masyarakat. Misal jika ada siswa yang tidak mampu membeli buku paket sebaiknya guru meminta siswa lainnya untuk bersedia bersama-sama / bisa juga pihak sekolah memberikan pinjaman.

 

3.      Mengupayakan proses belajar mengajar yang aktif dan efektif. 

Cara untuk membuat pembelajaran aktif dan efektif guru harus berusaha semaksimal mungkin aktif di dalam memberikan bimbingan belajar. Misal setelah guru memberikan tugas diskusi kelompok guru harus selalu mengawasi jalanya diskusi dan juga membantu / membimbing siswa yang membutuhkan bantuan saat mengalami kesulitan.

 

4.      Merangsang tumbuh kembangnya kemampuan optimal siswa. 

Tugas guru tidak hanya mengajar saja akan tetapi tugas guru pada dasarnya adalah membantu tumbuh kembang siswa secara optimal baik aspek intelektual, aspek moral, aspek sosial, maupun aspek fisik. Secara tidak langsung guru telah membantu tumbuh kembang siswa-siswanya. Misal dari segi aspek moral, aspek emosional, aspek sosial dilakukan melalui teladan, cara pola asuh guru terhadap siswa, tutur bicara siswa / guru yaitu penggunaan bahasa yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Dari segi aspek fisik misal guru mengadakan senam satu minggu sekali, guru mengadakan ekstrakulikuler olah raga. Dan siswa bisa mengikuti ekstrakulikuler tersebut sesuai bakat ataupun minat.

 

5.      Pergeseran dari pengajaran klasikal ke pengajaran kelompok dan perseorangan. 

Bagi calon guru sebaiknya dimulai dengan pengajaran perseorangan kemudian secara bertahap kepada pengajaran kelompok kecil. Sedangkan bagi guru yang sudah terbiasa menggunakan pengajaran klasikal sebaiknya mulai secara pengajaran kelompok kemudian kepada perseorangan. Karena tidak semua topk pembahasan bisa di selesaikan dengan cara kelompok kecil maupun perseorangan. Misal jika siswa diminta memahami teori, konsep maupun prinsip Sumber Daya Alam (SDA) maka akan efektif jika pembelajaran dilakukan dengan cara klasikal sedangkan jika siswa diminta untuk membuktikan sifat-sifat konduktor, konduksi, dan radiasi melalui eksperimen sebaiknya dilakukan secara kelompok kecil atau perorangan.

 

6.      Langkah pengajaran kelompok kecil dan perorangan. 

Dalam kelompok kecil langkah-langkahnya adalah mengorganisasi siswa, sumber, materi, ruangan, serta waktu yang diperlukan. Dalam pengajaran perorangan guru terlebih dahulu harus mengenal pribadi siswanya. Misal siswa yang memiliki kesulitan soal maematika penjumlahan guru perlu memberikan bimbingan perseorangan.

 

7.      Menggunakan berbagai variasi dalam pengorganisasiannya. 

Ada tiga variasi pengorganisasian yaitu variasi pengelompokan, variasi penataan ruang, dan variasi sumber belajar. Di dalam pembelajaran pasti akan ada kebosanan dikarenakan guru tidak akan mungkin bisa mengontrol secara terus menerus terhadap semua kelompok belajar. Untuk menghindari kebosanan ini haruslah ada variasi dalam pembelajaran. Misal siswa diminta memilih sendiri kelompok belajarnya, bisa juga siswa ditawarkan untuk memilih sumber belajar yang diinginkan saat kegiatan pembelajaran.

Kelebihan dan kekerungan mengajar kelompok kecil dan perseorangan

 

A.  Kelebihan

1. Dalam proses mengajar ini memungkinkan penyerapan pelajaran pada setiap siswa dapat lebih maksimal.

2. Guru dapat lebih mudah melakukan pendekatan pada setiap masing-masing siswa sehingga guru dapat memahami karakter masing-masing siswa, jadi guru lebih mudah menentukan metode pembelajaran yang cocok untuk siswa.

B.  Kekurangan

1. Pengembangan informasi kurang luas karena keterbatasan siswa.

2. Kurangnya motivasi siswa dalam bersaing karena variasi karakter siswa terbatas.

3. Kurangnya jiwa sosial pada siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Ali Muhidin,Sambas. 2011. Ketrampilan mengajar kelompok kecil perorangan,

http://pgsd-unlambjb.tk/ketrampilan-mengajar-kelompok-kecil-dan-perorangan- dalam-pkr/, diakses 20 Agustus 2011

Cyndi Wongkar,Livia.ketrampilan mengajar kelompok kecil

http://www.mirat.cc.cc/2009/08/ketrampilan-mengajar-kelompok-kecil.html, diakses 20 Agustus 2011

Didi Supriadie dan Deni Darmawan, komunikasi pembelajaran, Bandung: remaja   rosdakarya, 2012: 158

Djoulie,Adie. 2010. Ketrampilan mengajar kelompok kecil

http://joe11penjasorkes.blogspot.com/2010/04/ketrampilan-mengajar-kelompok-kecil.html, diakses 20 Agustus 2011

http://listyanurmaulinablogspot.com/2013/06/ketrampilan-dasar-mengajar-html, diakses 20 Agustus 2011

Sadirman, interaksi dan motivasi belajar mengajar Jakarta: rajawali pers, 2011: 211

http://sitijumairiapgmi.blogspot.co.id/2010/07/mengajar-kelompok-kecil-dan-perorangan.html