Monday, June 1, 2020

MANAJEMEN MUTU DAN PRODUKTIVITAS KERJA

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Keberadaan SDM merupakan hal terpenting dalam proses pengendalian mutu, sebab tenaga kerja sebagai pelaku utama dalam melakukan pengawasan. Semakin baik kualitas tenaga kerja semakin baik pula proses pengendalian mutu yang dilakukan. Jadi tenaga kerja sebagai pelaku utama tidak boleh dikesampingkan juga keberadaannya, dengan kata lain proses peningkatan SDM harus selalu ditingkatkan baik melalui pelatihan, dan pengembangan kemampuan lainnya.

Dalam era industrialisasi yang semakin kompetitif, setiap pelaku bisnis yang ingin memenangkan kompetisi dalam dunia industri akan memberikan perhatian penuh pada kualitas. Perhatian penuh pada kualitas akan memberikan dampak positif kepada bisnis melalui dua cara, yaitu : dampak terhadap biaya produksi dan dampak terhadap pendapatan (Gaspersz, 1997 : 4).

Dalam suatu perusahaan tujuan awal adalah meraih keberhasilan yang berdampak pada kemajuan suatu perusahaan. Salah satu ukuran keberhasilan kinerja individu, organisasi atau perusahaan terletak pada produktivitasnya. Apabila produktivitasnya tinggi atau bertambah, maka suatu organisasi atau perusahaan tersebut bisa dikatakan berhasil. Apabila lebih rendah dari standar atau menurun, bisa dinyatakan tidak atau kurang berhasil (Wibowo, 2007: 109).

Tiap perusahaan akan mengukur produktivitas dan mutu berdasarkan keunikan tujuan dan sasarannya. Sebagai contoh, suatu perusahaan akan lebih fokus pada upaya-upaya pengembangan pangsa pasar sementara yang lain mungkin fokus pada pengurangan derajad kerusakan produk. Selain itu, mungkin ada pula yang akan memperbaiki dalam hal cara produksi, sedang yang lain fokus pada mengembangkan pemasaran hasil. Perusahaan atau suatu wirausahawan yang sukses harus memiliki kemampuan dalam meningkatkan mutu dan produktivitas, apabila produktivitasnya tinggi mencapai produktivitas yang tinggi sumber daya manusia harus mampu bekerja atau mampu melakukan kegiatan yang mempunyai nilai ekonomis.

Untuk merancang suatu program perbaikan efektivitas keorganisasian, perusahaan pertama kali harus menentukan sesuatu yang terjadi secara faktual apakah dalam hal produktivitas atau mutu produk. Ukuran  dari kriteria kunci suatu mutu adalah syarat pokok untuk menilai suatu proses perbaikan. Intervensi produktivitas atau mutu seharusnya tidak diinisiasi tanpa  adanya kriteria  kunci ukuran yang handal dan absah.

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, penyusun dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut :

1.      Apa pengertian, makna dan ruang lingkup manajemen mutu ?

2.      Apa pengertian dan dimensi produktivitas ?

3.      Bagaimana kaitan manajemen mutu dengan produktivitas kerja ?

 

C.     Tujuan Penulisan

Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh penyusun dari beberapa masalah yang telah dirumuskan :

1.      Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia;

2.      Untuk mengetahui dan memahami  pengertian dan  ruang lingkup manajemen mutu;

3.      Untuk mengetahui dan memahami pengertian dan dimensi produktivitas;

4.      Memberikan informasi kepada pembaca tentang kaitan manajemen mutu dan produktivitas kerja.

 

D.    Metode Penulisan

Penyusunan makalah ini menggunakan metode pengumpulan  data-data yang berhubungan dengan materi yang akan dibahas di makalah ini. Data-data tersebut terdiri dari buku, internet atau sumber lainnya

E.     Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan  dalam penyusunan makalah ini yaitu:

1.      Pendahuluan yaitu terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan  penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

2.      Pembahasan yaitu membahas pengertian, makna, dan ruang lingkup manajemen mutu, pengertian dan dimensi produktivitas kerja, dan kaitan manajemen  mutu dengan produktivitas kerja.

3.      Penutup yaitu bagian akhir yang diambil dari keseluruhan topik manajemen mutu dan  produktivitaskerja.

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian, Makna dan Ruang Lingkup Manajemen Mutu

1.    Pengertian Mutu

Mutu ialah tingkat kesempurnaan dalam produk, pelayanan penjualan, dan pelayanan purna jual. Hansen dan Mowen (1997) menjelaskan bahwa mutu ialah kepuasan pelanggan dalam delapan dimensi:

1.      Kinerja (performance). Kinerja adalah tingkat konsistensi dan kebaikan fungsi-fungsi produk. Kinerja jasa terdiri dari : daya tanggap (responsiveness), kepastian atau jaminan (assurance), dan empati (empathy). Daya tanggap ialah keinginan untuk membantu pelanggan dan menyediakan pelayanan yang konsisten dan bersifat segera. Kepastian atau jaminan berkaitan dengan pengetahuan dan keramahan karyawan serta kemampuan mereka membangun kepercayaan dan keyakinan pelanggan. Empati berarti pemberian perhatian kepada pelanggan.

2.      Estetika (aesthetics), estetika ialah penampilan wujud produk yaitu gaya, keindahan, penampilan fasilitas, peralatan, personalia, dan materi komunikasi yang berkaitan dengan jasa.

3.      Kemudahan perawatan dan perbaikan (serviceability), kemudahan perawatan dan perbaikan berkaitan dengan tingkat kemudahan merawat dan memperbaiki produk.

4.      Keunikan (features), keunikan (mutu desain) adalah karakteristik produk yang berbeda secara fungsional dari produk-produk sejenis.

5.      Reliabilitas (reliability), reliabilitas adalah probabilitas produk atau jasa menjalankan fungsinya dalam jangka waktu tertentu.

6.      Durabilitas (durability), durabilitas ialah umur manfaat dari fungsi produk.

7.      Tingkat kesesuaian (quality of conformance), tingkat kesesuaian ialah ukuran mengenai apakah sebuah produk atau jasa telah memenuhi spesifikasinya.

8.      Pemanfaatan (fitness for use), pemanfaatan ialah kecocokan dari sebuah produk menjalankan fungsinya sebagaimana yang diiklankan.

Terdapat dua pandangan tentang mutu :

1)      Pandangan Tradisional : mutu produk, mutu pelayanan penjualan dan mutu pelayanan purna jual  boleh kurang dengan presentase tertentu dari mutu yang telah ditentukan, boleh ada produk cacat dan pelayanan cacat.

2)      Pandangan Kontemporer : mutu produk, mutu pelayanan penjualan dan mutu pelayanan purna jual tidak boleh kurang dengan presentase tertentu dari mutu yang telah ditentukan, produk cacat harus nol dan pelayanan cacat harus nol. Dalam hal ini manajer harys bertindak sebagai pengendali mutu total berdasar “Manajemen Mutu Total

Perusahaan yang bermutu memproduksi produksi tanpa cacat. Produk cacat  adalah produk yang tidak sesuai dengan spesifikasinya. Cacat nol (zero defect) berarti semua produk yang diproduksi sesuai dengan spesifikasinya. Terdapat dua pandangan tentang produk cacat yaitu :

1)      Pandangan Tradisional : terdapat rentang nilai yang bisa diterima bagi setiap karakteristik spesifikasi atau mutu, ada variasi produk cacat.

2)      Pandangan mutu kaku : mengejar nilai target setiap saat, tanpa cacat.

Perusahaan harus meningkatkan dan memperbaiki mutu, maka ia akan semakin kompetitif. Oleh sebab itu semua level manajer harus :

1)      Memfokuskan perhatian pada mutu dalam mepertahanakan daya saingnya.

2)      Mengendalikan berbagai biaya mutu untuk meningkatkan profitabilitas dan untuk lebih kompetitif.

3)      Bekerja sama yang baik dengan para pemasok meningkatkan dan memperbaiki mutu barang yang dipasok. Pemasok harus dijadikan partner bisnis bukan pihak yang dieksploitasi.[1]

2.      Ruang Lingkup Manajemen Mutu

Pengendalian mutu adalah kegiatan terpadu mulai dari pengendalian standar mutu bahan, standar proses produksi, barang setengah jadi, barang jadi, sampai standar pengiriman produk akhir ke konsumen agar barang atau jasa yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi mutu yang direncanakan.

Berbagai tingkat pengawasan standar mutu tersebut harus ditentukan lebih dahulu sesuai dengan standar mutu yang direncanakan. Bertolak dari standar mutu barang, dapat ditentukan hal-hal sebagai berikut.

a)      Standar mutu bahan baku yang akan digunakan.

b)      Standar mutu proses produksi (mesin dan tenaga kerja yang melaksanakan).

c)      Standar mutu barang setengah jadi.

d)     Standar mutu barang jadi.

e)      Standar administrasi, pengepakan, dan pengiriman produk akhir tersebut sampai ke tangan konsumen.

Misalnya, seorang produsen lemari buku sebelum membuat lemari tersebut, ia akan menentukan dulu ukuran, bahan kayu, warna pelitur, dan mutu pelitur yang akan digunakan. Dengan perkataan lain, ahli rancangnya akan terlebih dahulu membuat desain (rancang bangun) lemari buku. Lalu bahan kayu yang akan digunakan ditentukan: kayu jati atau kayu kamper (borneo). Setelah itu, ia akan menentukan jumlah kebutuhan kayu, paku, dan pelitur (cat) sesuai dengan keperluan. Waktu membeli bahan tersebut akan dilakukan pemeriksaan mutu kayu dan pelitur (cat) agar sesuai dengan kebutuhan standar mutu lemari.

Selanjuthya ia akan menentukan siapa yang akan melakukan penyerutan, pemotongan, dan penggergajian kayu. Lalu kegiatan memulai pembuatan lemari tersebut dengan membuat potongan-potongan kayu dan potongan papan sesuai dengan mutu lemari yang direncanakan. Kemudian, potongan kayu dan papan dirakit satu sama lain sehingga menjadi bentuk lemari kayu yang diharapkan.


Tahap proses akhir pun merupakan hal penting dalam pengawasan mutu, yakni memelitur kayu atau mengecat kayu. Bila salah memilih atau salah mengecat dapat mengakibatkan lemari buku tersebut hasilnya tidak sesuai dengan rencana. Berarti walaupun ukurannya benar, tetapi bila penampilan jelek akan dinilai bermutu jelek pula.

Demikian pula pengiriman lemari buku ke konsumen atau pemesan, harus dilakukan secara hati-hati dan cermat agar tidak cacat selama dalam perjalanan. Sekilas telah dibahas tentang proses dan pengertian mutu, sesuai dengan DAP (diagram alur proses) yang telah diterangkan dalam bab sebelumnya.

Hal yang perlu diperhatikan di sini bahwa keadaan atau bahan dan proses produksi harus sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Bila dalam tahap proses kegiatan terdapat hasil pekerjaan yang menyimpang, harus cepat diperbaiki sebagai tindakan koreksi. Bila tindakan tersebut secara tegas dilaksanakan maka mutu barang yang dihasilkan akan sesuai dengan standar yang direncanakan. Secara umum pengendalian atau pengawasan mutu terpadu dalam suatu perusahaan manufaktur dilakukan secara bertahap sebagai berikut.

a)      Pemeriksaan dan pengawasan kualitas bahan mentah (bahan baku, bahan baku penolong, dan sebagainya).

b)      Pemeriksaan atas produk sebagai hasil proses pembuatan. Hal ini berlaku untuk barang setengah jadi maupun barang jadi.

c)      Pemeriksaan cars pengepakan dan pengiriman barang ke konsumen.

d)     Mesin, tenaga kerja, dan fasilitas lain yang dipakai dalam proses produksi harus juga diawasi sesuai dengan standar kebutuhan.

Jadi, secara keseluruhan tahap pengendalian mutu meliputi hal-hal sebagai berikut.

a)      Pemeriksaan mutu bahan baku, mutu bahan dalam proses, dan mutu produk jadi. Demikian pula standar jumlah dan komposisinya.

b)      Pemeriksaan yang dilakukan tersebut memberi gambaran apakah proses produksi berjalan seperti yang telah ditetapkan atau tidak.

c)      Melakukan analisis fakta untuk mengetahui penyimpangan yang mungkin teijadi.

d)     Apabila terjadi penyimpangan, harus segera dilakukan koreksi agar produk yang dihasilkan memenuhi standar yang direncanakan.

Secara umum pengawasan mutu dapat digambarkan sebagai suatu kegiatan inspeksi bertahap dari mulai mengamati lalu mengumpulkan fakta, kemudian melakukan tindakan-tindakan yang perlu dilakukan.

Hal ini perlu dilaksanakan untuk mencapai dan memperiahankan mutu produk yang telah ditetapkan. Jadi, pada hakikatnya pengertian pengawasan mutu adalah usaha mencegah terjadinya penyimpangan atau kerusakan. Bila timbul penyimpangan atau kerusakan mutu maka akan diambil tindakan koreksi untuk mencegah timbulnya kembali penyimpangan tersebut. Misalnya, bila standar ukuran jari-jari sepeda 30 cm, berarti produk jari-jari tersebut harus berukuran 30 cm pula, tidak boleh 29 cm atau 31 cm.          

B.     Pengertian dan Dimensi Produktivitas Kerja

1.      PengertianProduktivitas Kerja

Produktivitas berasal dari kata “produktiv” artinya sesuatu yang mengandung potensi untuk digali, sehingga produktivitas dapatlah dikatakan sesuatu proses kegitan yang terstruktur guna menggali potensi yang ada dalam sebuah komoditi/objek. Filosofi produktivitas sebenarnya dapat mengandung arti keinginan dan usaha dari setiap manusia (individu atau kelompok) untuk selalu meningkatkan mutu kehidupannya dan penghidupannya.

Produktivitas secara umum diartikan sebagai hubungan antara keluaran (barang-barangataujasa) dengan masukan (tenaga kerja, bahan, uang). Produktivitas adalah ukuran efisiensi produktif. Suatu perbandingan antara hasil keluaran dan masukan. Masukan sering dibatasi dengan tenaga kerja, sedangkan keluaran diukur dalam kesatuan fisik, bentuk dan nilai.

Menurut Melayu S.P. Hasibuan (1996:126) Produktivitas adalah perbandingan antara output (hasil) dengan input (masukan). Jika Produktivitas naik ini hanya dimungkinkan oleh adanya peningkatan efisiensi (waktu-bahan-tenaga) dan sisitem kerja, teknik produksi dan adanya peningkatan keterampilan dari tenaga kerjanya.[2]

Laeham dan Wexley, seperti yang dikutip oleh sedarmayanti (2001:65) menyatakan bahwa produktivitas kerja  bukan semata-mata ditujukan untuk mendapatkan hasil kerja sebanyak-banyaknya, melainkan kualitas untuk kerja juga penting diperhatikan.

            Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, jelas bahwa produktivitas merupakan perbandingan antara hasil kerja dengan bahan, waktu, dan tenaga yang digunakan dalam memproduksi barang atau jasa dengan menggunakan sumber-sumber yang ada  secara efektif dan efisien, tetapi tetap menjaga mutu barang atau jasa yang dihasilkan.

Produktivitas kerja merupakan sikap mental. Sikap mental yang selalu mencari perbaikan terhadap apa yang telah ada. Suatu keyakinan bahwa seseorang dapat melakukan pekerjaan lebih baik hari ini dari pada hari kemarin dan hari esok lebih baik hari ini. Sikap yang demikian akan mendorong seseorang untuk tidak cepat merasa puas, akan tetapi harus mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan kerja dengan cara selalu mencari perbaikan-perbaikan dan peningkatan.

2.      Dimensi Produktivitas Kerja

Menurut George J. Washin, produktivitas mengandung dua konsep utama, yaitu efisiensi dan efektivitas. Efisiensi mengukur tingkat sumber daya baik manusia, keuangan, maupun alam yang dibutuhkan untuk memenuhi tingkat pelayanan yang dikehendaki, efektivitas mengukur hasil mutu pelayanan yang dicapai.[3]

            Umar Husein (2004:9), mengemukakan dua dimensi produktivitas sebagai berikut:

“Produktivitas mengimplikasikan dua dimensi, yakni efektivitas dan efisiensi. Pengertian efektivitas itu sendiri adalah “doing the right thing”. Melaksanakan  sesuatu yang benar dalam memenuhi kebutuhan organisasi berkaitan dengan pencapaian unjuk kerja yang maksimal, dalam arti pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Sedangkan dimensi kedua yaitu efisiensi adalah: “doing things right”. Melakukan yang benar dengan proses yang benar berkaitan dengan upaya membandingkan masukan dengan realisasi penggunaannya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan. Untuk itu, produktivitas biasanya dicapai melalui efektivitas pencapaian tujuan dan efisiensi penggunaan sumber daya”.

Efisiensi adalah ukuran yang menunjukan bagaimana baiknya sumber-sumber daya yang digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan output. Efisiensi merupakan karakteristik proses yang mengukur performansi actual dari sumberdaya relative terhadap standar yang ditetapkan.

Perbedaanproduktivitas dengan efektivitas dan efisiensi adalah bahwa produktivitas merupakan ukuran tingkat efisiensi dan efektivitas  dari setiap sumber yang digunakan selama produksi berlangsung dengan membandingkan antara jumlah yang dihasilkan  (output) dengan masukan dari  setiap sumber yang dipergunakan atau seluruh sumber (input).

Tinggi rendahnya efisiensi ditentukan oleh nilai input dan output, sedangkan tinggi rendahnya nilai efektivitas ditentukan oleh pencapaian target. Efisiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan input yang direncanakan dengan input yang sebenarnya. Apabila input yang sebenarnya digunakan semakin besar penghematannya, maka tingkat efisiensi semakin tinggi. Tetapi semakin kecil input yang dapat dihematakan semakin rendah tingkat efisiensinya. Efektivitas merupakan ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat dicapai.

Pada dasarnya peningkatan produktivitas menggunakan pendekatan system yang berfokus pada perbaikan terus-menerus terhadap kualitas, efektivitas pencapaian tujuan, dan efisiensi penggunaan sumber-sumber daya dari perusahaan.

·         Faktor-FaktorYang Mempengaruhi Produktivitas Kerja

      Setiap perusahaan berkeinginan agar tenaga kerja yang dimiliki mampu meningkatkan produktivitas yang tinggi.Ada beberapa Faktor yang dapat memengaruhi produktivitas kerja karyawan, yaitu :

1)      Pelatihan

Latihan kerja dimaksudkan untuk melengkapi karyawan dengan keterampilan dan cara-cara yang tepat untuk menggunakan peralatan kerja. Untuk itu, latihan kerja diperlukan bukan saja sebagai pelengkap akan tetapi sekaligus untuk memberikan dasar-dasar pengetahuan. Karena dengan latihan berarti para karyawan belajar untuk mengerjakan sesuatu dengan benar-benar dan tepat, serta dapat memperkecil atau meninggalkan kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan.

2)      Mental dan kemampuan fisik karyawan

Keadaan mental dan fisik karyawan merupakan hal yang sangat penting untuk menjadi perhatian bagi organisasi, sebab keadaan fisik dan mental karyawan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan produktivitas kerja karyawan.

3)      Hubunganantara atasan dan bawahan

Hubungan atasan dan bawahan akan memengaruhi kegiatan yang dilakukan sehari-hari. Bagaimana pandangan atasan terhadap bawahan, sejauh mana bawahan diikutsertakan dalam penentuan tujuan. Sikap yang saling jalin-menjalin telah mampu meningkatkan produktivitas karyawan dalam bekerja. Dengan demikian jika karyawan diperlakukan secara baik, maka karyawan tersebut akan berpartisipasi dengan baik pula dalam proses produksi, sehingga akan berpengaruh pada tingkat produktivitas kerja.[4]

·         Indikator Produktivitas

Produktivitas merupakan hal yang sangat penting bagi para karyawan yang ada di perusahaan. Dengan adanya produktivitas kerja diharapkan pekerjaan yang akan terlaksana secara efisien dan efektif, sehingga ini semua akhirnya sangat diperlukan dalam pencapaian tujuan yang sudah ditetapkan. Untuk mengukur produktivitas kerja, diperlukan suatu indicator sebagaiberikut :

a)      Kemampuan

Mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas. Kemampuanseorang karyawan sangat tergantung pada keterampilan yang dimiliki serta profesionalis memereka dalam bekerja. Ini memberikan daya untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diembannya kepada mereka.

b)      Meningkatkan hasil yang dicapai

Berusaha untuk meningkatkan hasil yang dicapai. Hasil merupakan salah satu yang dapat dirasakan baik oleh yang mengerjakan maupun menikmati hasil pekerjaan tersebut. Jadi upaya untuk memanfaatkan produktivitas kerja bagi masing-masing yang terlibat dalam suatu pekerjaan.

c)      Semangat kerja

Ini merupakan usaha untuk lebih baik dari hari kemarin. Indikator ini dapat dilihat dari etos kerja dan hasil yang dicapai dalam satu hari kemudian dibandingkan dengan hari  sebelumnya.

d)     Pengembangandiri

Senantiasa mengembangkan diri untuk meningkatkan kemampuan kerja. Pengembangan diri dapat dilakukan dengan melihat tantangan dan harapan dengan apa yang akan dihadapi. Sebab semakin kuat tantangannya, pengembangan diri mutlak dilakukan. Begitu juga harapan untuk menjadi lebih baik pada gilirannya akan sangat berdampak pada keinginan karyawan untuk meningkatkan kemampuan.

e)      Mutu

Selalu berusaha untuk meningkatkan mutu lebih baik dari yang telah lalu. Mutu merupakan hasil pekerjaan yang dapat menunjukan kualitas kerja seorang pegawai. Jadi meningkatkan mutu bertujuan untuk memberikan hasil yang terbaik yang pada gilirannya akan sangat berguna bagi perusahaan dan dirinya sendiri.

f)       Efisiensi

Perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan. Masukan dan keluaran merupakan aspek produktivitas yang memberikan pengaruh yang cukup signifikan bagi karyawan.[5]

C.     Kaitan Manajemen Mutu dengan Produktivitas Kerja

Mutu ialah kepuasan pelanggan. Produktivitas ialah output dibagi input atau efektivitas dibagi efisiensi. Semua karyawan harus mengenal teori mutu dan produtivitas, karena mereka adalah pihak yang menciptakan barang dagangan untuk pasar (pelanggan) melalui kerja yang efektiv dan efisiensi.

Untuk menigkatkan mutu dan produktivitas, tim kerja harus berdiskusi minimum satu jam setiap mingggu untuk memecahkan masalah yang dihadapi dan untuk merencanakan kerja waktu mendatang. Dalam diskusi itu bias dipandu oleh konsultan, auditor, dan pengendali mutu. Dalam diskusi itu setiap masalah yang dihadapi harus di analisis, dan dicarikan jalan pemecahannya.

Manajer harus bertindak sebagai penanggungjawab mutu, mulai dari mutu SDM, mutu material, mutu alat produksi, mutu proses bisnis internal, dan mutu proses bisnis eksternal. Ia harus bertanggungjawab mutu mulai daripra-proses, proses, sampai kepuasan pelanggan. Paradigma ini dikenal dengan manajemen mutu terpadu (total quality management atau TQM). Yang dimaksud mutu terpadu ialah mutu karyawan, pemasok, kreditur, proses bisnis internal, dan bisnis eksternal (pelayanan purna jual). Keputusan harus dibuat secara demokratis dari bawah keatas, keputusan atas harus dipatuhi karena hasil daribawah.

Jika terjadi kesalahan harus diperbaiki jika mungkin, jika tidak mugkin harus diadakan penataan ulang roses (rekayasa ulang) untuk perbaikan terus-menerus agar biaya dapat direduksi, mutu dapat ditingkatkan, dan kecepatan proses bisnis 

BAB III

PENUTUP

A.     Kesimpulan

1.      Mutu ialah tingkat kesempurnaan dalam produk, pelayanan penjualan, dan pelayanan purna jual.

2.      Ruang lingkup Manajemen Sumber Daya Manusia menjadi suatu proses sistematik untuk membawa perubahan yang diinginkan dalam perilaku karyawan dengan melibatkan hal-hal berikut ini :

a)      Perencanaan Sumber daya manusia yang dibutuhkan oleh Organisasi atau Perusahaan (Human Resource Planning)

b)      Menganalisi Jabatan dan Pekerjaan

c)      Perekrutan dan penyeleksian karyawan

d)     Memperkenalkan Latar Belakang perusahaan, Budaya Organisasi Perusahaan,

e)      Pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia dalam organisasi

f)       Penilaian prestasi dan kinerja karyawan

g)      Perencanaan dan Pemberian Kompensasi atau upah

h)      Memotivasi Karyawan

i)        Menjaga hubungan dan melakukan komunikasi dengan serikat

3.      Produktivitas adalah ukuran efisiensi produktif. Suatu perbandingan antara hasil keluaran dan masukan. Masukan sering dibatasi dengan tenaga kerja, sedangkan keluaran diukur dalam kesatuan fisik, bentuk dan nilai.

4.      Mutu ialah kepuasan pelanggan. Produktivitas ialah output dibagi input atau efektivitas dibagi efisiensi. Semua karyawan harus mengenal teori mutu dan produtivitas, karena mereka adalah pihak yang menciptakan barang dagangan untuk pasar (pelanggan) melalui kerja yang efektiv dan efisiensi.

DAFTAR PUSTAKA

Darsono P, Tjatjuksiswandoko, 2011. manajemensumberdayamanusiaabad 21.jakarta :nusantara consulting.

EdySutrisno, 2015. ManajemenSumberDayaManusia, Jakarta : Kencana

Mila Badriyah, 2015. ManajemenSumberDayaManusia, Bandung :PustakaSetia

Melayu S.P Hasibuan, 1996. Organisasi Dan Motivasi, DasarPeningakatanProduktivitas, Jakarta: BumiAksra Putra

Kho, Budi. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (Msdm) dan Ruang Lingkupnya, diakses dari,http://ilmumanajemenindustri.com/pengertian-manajemen-sumber-daya-manusia-msdm-ruang-lingkup-msdm/. Akses pada 17 Juni 2016

                                                              

 

 



[1] Darsono p, tjatjuksiswandoko,manajemensumberdayamanusiaabad 21(JAKARTA : nusantara consulting,2011), hlm.48

[2]Melayu S.P Hasibuan, Organisasi Dan Motivasi, DasarPeningakatanProduktivitas, Jakarta: BumiAksra Putra,1996,hml 126.

[3]Mila Badriyah, ManajemenSumberDayaManusia, (Bandung :PustakaSetia), 2015, hlm : 184.

[4] Edy Sutrisno, ManajemenSumberDayaManusia, (Jakarta : Kencana), cet 7, 2015, hlm 103

[5]Ibid,hlm 105

[6]Darsono p, tjatjuksiswandoko,manajemensumberdayamanusiaabad 21(JAKARTA : nusantara consulting,2011), hlm.48-49.


Sunday, May 31, 2020

MANAJEMEN DAN PENILAIAN KINERJA

MANAJEMEN DAN PENILAIAN KINERJA


BAB I

PENDAHULUAN 

1.1. Latar Belakang

Sebagai salah satu cabang ilmu social, teori dan penerapan ilmu manajemen telah menyentuh keselurh jenis organisasi dan seluruh aspek kehidupan, dari yang sifatnya pribadi hingga Negara.[1] Manajemen biasanya diartikan sebagai proses mencapai hasil melalui dan dengan orang lain dengan memaksimumkan pendayagunaan sumber daya yang tersedia.[2]

Manajemen merupakan suatu proses yang sangat dibutuhkan dalam dunia perusahan, karena dalam proses manajemen terdapat langkah-langkah atau tahapan dalam mencapai tujuan perusahaan sehingga dapat mencapai tujuan tersebut secara efektif dan efisien.

Selain proses manajemen yang perlu diperhatikan dalam sebuah instansi atau organisasi, kinerja dalam sebuah instansi juga perlu diperhatikan. Karena, kinerja merupakan hasil kerja dan juga penilaian atas kerja seseorang yang berkecimpung dalam dunia kerja sebuah instansi. Oleh karenanya, kinerja juga membutuhkan manajemen, agar hasil yang diperoleh atau kinerja dari para pekerja atau karyawan dapat mencapai hasil yang ditujukan oleh perusahaan.

Saat ini perusahaan menghadapi banyak tantangan dari lingkungan. Perubahan-perubahan terjadi begitu cepat dan kadang-kadang tidak dapat diduga. Perubahan-perubahan ini antara lain dalam bidang ekonomi, teknologi, pasar dan persaingan. Perubahan ini mengharuskan perusahaan untuk mengubah semua kebiasaan yang sudah dilakukan selama ini untuk menghadapi tingkat persaingan yang tinggi dan untuk mencapai sasaran yang diinginkan. Untuk itu diperlukan suatu pendekatan baru dalam mengevaluasi kinerja karyawan yang dikenal dengan Manajemen Kinerja (Performance Management).

Melaksanakan manajemen kinerja akan memberikan manfaat bagi organisasi, tim, dan individu. Manajemen kinerja mendukung tujuan menyeluruh organisasi dengan mengaitkan pekerjaan dari setiap pekerja dan manajer pada keseluruhan unit kerjanya.

 

1.2. Rumusan Masalah

a.    Apa pengertian penilaian kinerja?

b.    Apa saja kriteria pekerjaan dan standar kinerja?

c.    Apa fungsi atau kegunaan penilaian kinerja?

d.   siapa pelaku penilaian dan apa yang dimaksud dengan penilaian multi sumber?   

1.3. Tujuan Penulisan Makalah

a.       Agar mampu memahami pengertian penilaian kinerja

b.      Agar mampu memahami kriteria pekerjaan dan standar kinerja

c.       Agar mampu memahami fungsi atau kegunaan penilaian kinerja

d.      Agar mengetahui siapa pelaku penilaian dan apa yang dimaksud dengan penilaian multi sumber.

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1. Pengertian Penilaian Kerja

Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan ketrampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Kinerja karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya perusahaan untuk mencapai tujuannya.

Salah satu cara yang dapat digunakan untuk melihat perkembangan perusahaan adalah dengan cara melihat hasil penilaian kinerja. Sasaran yang menjadi objek penilaian kerja adalah kecakapan, kemampuan karyawan dalam melaksanakan suatu pekerjaan atau tugas yang dievaluasi dengan menggunakan tolak ukur tertentu secara objektif dan dilakukan secara berkala. Dari hasil penilaian dapat dilihat kinerja perusahaan yang dicerminkan oleh kinerja karyawan dengan hasil kerja konkret yang dapat diamati dan dapat diukur.

Penilaian kerja mengacu suatu sistem formal dan terstruktur yang digunakan untuk mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku, dan hasil, termasuk tingkat ketidak hadiran. Dalam praktiknya istilah penilaian kerja (performance appraisal) dan evaluasi kinerja kerja (performance evaluation) dapat digunakan secara bergantian atau bersamaan karena pada dasarnya mempunyai maksud yang sama.  Penilaian pekerja digunakan perusahaan untuk menilai kinerja karyawannya atau mengevaluasi hasil pekerjaan karyawan.

Apabila penilaian kinerja dilakukan dengan benar, para karyawan, para penyedia, departemen SDM dan akhirnya perusahaan akan diuntungkan dengan adanya kepastian bahwa upaya-upaya individu memberikan kontribusi kepada fokus strategi perusahaan.  Selainitu, penilaian kinerja diartikan pula sebagai sebuah mekanisme yang baik untuk mengendalikan karyawan.

Dari beberapa pengertian diatas terdapat perbedaan yang mendasar tentang penilaian kinerja. Ada pengertian yang mengatakan memposisikan karyawan pada sub ordinat dan dikendalikan, sebaliknya ada pemahaman bahwa karyawan dianggap sebagai factor produksi yang harus dimanfaatkan secara produktif. Sedangkan pada pengertian bahwa karyawan di posisikan sebagai asset utama perusahaan, karyawan harus dipelihara dengan baik dan diberikan kesepakatan berkembang.

Sebagai karyawan tentunya menginginkan adanya umpan balik mengenai prestasi mereka sebagai suatu tuntunan untuk prilaku di kemudian hari. Tuntunan ini terutama diinginkan oleh para karyawan baru yang sedang berusaha memahami tugas dan melaksanakan kewajiban di lingkungan kerja mereka. Sementara itu para supervisor atau manajer memerlukan penilaian prestasi kerja untuk menentukan apa yang harus dilakukan. Kinerja karyawan mereka dibandingkan dengan standar-standar yang telah ditentukan sehingga dengan demikian mereka dapat menuntut hasil-hasil yang diinginkan serta mengambil tindakan-tindakan korektif terhadap kinerja yang kurang.

Instrument penilaian kinerja dapat digunakan untuk mereview kinerja, peringkat kinerja, penilaian kinerja, penilaian karyawan, dan sekaligus evaluasi karyawan sehingga dapat diketahui mana karyawan yang mampu melaksan akan pekerjaan secara baik, efisien, efektif, dan produktif sesuai dengan tujuan perusahaan.

Sementara itu, departemen SDM dapat menggunakan informasi yang diperoleh dari penilaian kinerja karyawan. Pola yang dapat dilihat dari hasil-hasil penilaian kinerja memberikan umpan balik tentang keberhasilan rekruitmen, seleksi karyawan, penempatan karyawan pelatihan dan lain-lain yang berkaitan dengan SDM. Penilaian-penilaian informal sehari-hari yang dilakukan para supervisor atau manajer atas karyawan-karyawan mereka biasa belum cukup, sehingga mereka memerlukan penilaian-penilaian yang formal dan sistematis untuk dapat membantu para manajer atau departemen SDM mengambil keputusan untuk penggajian, upah, penempatan, dan keputusan lainnya.[3]

 

2.2. Kriteria Pekerjaan dan Standar Kinerja

A. Kriteria Pekerjaan

Menurut Muchtar Luthfi dari Universitas Riau,  seseorang disebut memiliki profesi bila ia memenuhi delapan criteria dan selanjutnya ditambah dua criteria lainnya oleh Finn sebagai berikut :

1.      Profesi harus mengandung keahlian

Artinya, suatu profesi itu mesti ditandai oleh suatu keahlian yang khusus untuk profesi itu. Keahlian itu tidak dimiliki oleh profesi lain. Keahlian itu diperoleh dengan cara mempelajarinya secara khusus. Dan perlu digaris bawahi profesi bukan diwarisi.

2.      Profesi dipilih karena panggilan hidup dan dijalani sepenuh waktu

Artinya, profesi dipilih karena dirasakan sebagai kewajiban, sepenuh waktu yang artinya dijalani dalam jangka yang panjang bahkan seumur hidup bukan part time, melainkan full time. Bukan dilakukan sebagai pekerjaan sambilan atau pekerjaan sementara yang akan ditinggalkan bila ditemukan pekerjaan lain yang dirasakan lebih menguntungkan.

3.      Profesi memiliki teori-teori yang baku secara universal

Artinya, profesi itu dijalani menurut aturan yang jelas, dikenal umum, teorinya terbuka. Secara universal pegangannya itu diakui

4.      Profesi adalah untuk masyarakat, bukan untuk diri sendiri

Maksudnya ialah profesi itu merupakan alat dalam mengabdikan diri kepada masyarakat,  bukan untuk kepentingan diri sendiri seperti untuk mengumpulkan uang atau mengejar kedudukan.

5.      Profesi harus dilengkapi dengan kecakapan diagnostic dan kompetensi aplikasi

Kompetensi dan kecakapan itu diperlukan untuk meyakinkan peran profesi itu terhadap kliennya. Kecakapan diagnostic sudah jelas kelihatan pada profesi kedokteran, akan tetapi, kadang kala ada profesi yang kurang jelas kecakapan diagnostiknya.  Ini tentu disebabkan oleh belum berkembangnya teori dalam profesi itu. Kompetensi aplikatif adalah kewenangan menggunakan teori-teori yang ada dalam keahliannya. Penggunaan itu harus didahului oleh diagnosis. Seseorang yang tidak mampu mendiagnosis tentu tidak berwenang melakukan apa-apa terhadap kliennya.

6.      Pemegang profesi memiliki otonomi dalam melakukan tugas profesinya

Otonomi ini hanya dapat dan boleh diuji atau dinilai oleh rekan-rekan seprofesinya. Tegasnya, tidak boleh semua orang berbicara dalam semua bidang yang bukan keahliannya.

7.      Profesi mempunyai kode etik, disebut kode etik profesi

Gunanya ialah untuk dijadikan pedoman dalam melakukan tugas profesi. Kode etik itu akan bermanfaat bila tidak diakui oleh pemegang profesi dan masyarakat.

8.      Profesi harus mempunyai klien yang jelas, yaitu orang yang membutuhkan layanan

Klien disini maksudnya ialah pemakai jasa profesi atau disebut pelanggan. Contoh pemakai profesi kedokteran adalah orang sakit atau orang yang tidak ingin sakit. Klien guru adalah murid, klien tukang las adalah pemilik barang yang perlu dilas. Demikian selanjutnya.

9.      Profesi memerlukan organisasi profesi yang kuat

Gunanya adalah untuk keperluan meningkatkan mutu dan memperkuat profesi itu sendiri.

10.  Profesi harus mengenali dengan jelas hubungannya dengan profesi lain

Pengenalan ini terutama diperlukan karena adakalanya suatu garapan melibatkan lebih dari satu profesi dan bahkan sebenarnya tidak ada aspek kehidupan yang hanya ditangani oleh satu profesi saja. Misalnya, profesi pengobatan bersangkutan erat dengan masalah-masalah kemasyarakatan, ekonomi, agama bahkan politik.[4]

B. Standar Kinerja

Minimal sebuah standar kinerja, harus berisi dua jenis informasi dasar tentang apa yang harus dilakukan dan seberapa baik harus melakukannya. Standar kinerja merupakan identifikasi tugas pekerjaan, kewajiban, dan elemen kritis yang menggambarkan apa yang harus dilakukan. Standar kinerja terfokus pada seberapa baik tugas dilaksanakan.

Agar berdayaguna, setiap standar/criteria harus dinyatakan secara cukup jelas sehingga manajer dan bawahan atau kelompok kerja mengetahui apa yang diharapkan dan apakah telah tercapai atau tidak. Standar haruslah dinyatakan secara tertulis dalam upaya menggambarkan kinerja yang sungguh-sungguh memuaskan untuk tugas yang kritis maupun yang tidak kritis.

Hal ini dikarenakan bahwa tugas pekerjaan dan standar kinerja saling berkaitan, adalah praktik yang lazim mengembangkannya pada waktu yang bersamaan. Apapun metode analisis pekerjaan yang digunakan haruslah memperhitungkan aspek kuantitatif kinerja. Lebih lanjut, setiap standar harus menunjuk pada aspek spesifik pekerjaan.

Tampaknya lebih mudah mengukur kinerja terhadap standar yang dapat digambarkan dalam istilah kuantitatif. Sungguh pun demikian, pekerjaan manajerial memiliki sebuah komponen tambahan. Yaitu, disamping hasil yang merefleksikan kinerja manajer itu sendiri, hasil yang lainnya mencerminkan kinerja unit organisasional yang menjadi tanggung jawab manajer bersangkutan.

1.      Setelah diketahui secara rinci uraian sistematis tentang tanggung jawab dan operasi setiap pekerjaan dalam organisasi rincian pekerjaan, selanjutnya perlu ditetapkan standar kinerja.

2.      Dalam rumus, maka prestasi dapat diukur dengan cara berikut:    

3.      Kenyataan, karena kesulitan penelitian dan penentuan standard waktu dan penentuan standard kinerja, maka biasanya menggunakan dasar pengalaman, penilaian dan rata-rata yang telah dicapai sebelumnya oleh karyawan yang dianggap terampil bekerja.[5]

 

2.3. KegunaanPenilaian Kerja

`Penilaian kerja dapat menjadi dasar membedakan pekerjaan yang efektif dan tidak efektif. Secara spesifik kegunaan sistem penilaian kerja yaitu:

a)      Meningkatkan prestasi kerja.

Dengan adanya penilaian, baik pimpinan maupun karyawan memperoleh umpan balik dan mereka dapat memperbaiki pekerjaan atau prestasinya.

 

b)      Memberi kesempatan kerja yang adil.

Penilaian akurat dapat menjamin karyawan memperoleh kesempatan menempati sisi pekerjaan sesuai kemampuannya.

 

c)      Kebutuhan pelatihan dan pengembangan.

Melalui penilaian kinerja, terdeteksi karyawan yang kemampuannya rendah sehingga memungkinkan adanya program pelatihan untuk meninkatkan kemampuan mereka.

 

d)     Penyesuaian kompensasi.

Melalui penilaian, pimpinan dapat mengambil keputusan dalam menentukan perbaikan pemberian kompensasi dan sebagainya.

 

e)      Keputusan promosi dan demosi.

Hasil penilaian kinerja dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk mempromosika atau mendemosikan karyawan.

 

f)       Mendiagnosis kesalahan desain pekerjaan.

Kinerja yang buruk mungkin merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain pekerjaan.

 

g)      Menilai proses rekrutmen dan seleksi.

Kinerja karyawan baru yang rendah dapat mencerminkan adanya penyimpangan proses rekruitmen dan seleksi.[6]

 

2.4. Pelaku Penilaian dan Penilaian Multisumber

Penilaian kinerja dapat dilakukan oleh siapapun yang mengetahui dengan baik kinerja dari karyawan secara individual. Kemungkinannya adalah sebagai berikut:

A. Penilaian Supervisor Kepada Bawahannya.

Penilaian tradisional atas karyawan oleh supervisor didasarkan pada asumsi bahwa supervisor langsung adalah orang yang paling memenuhi syarat untuk mengevaluasi kinerja karyawan secara realistis dan adil. Untuk mencapai tujuan ini beberapa supervisor menyimpan catatan kinerja mengenai pencapaian karyawan mereka. Catatan ini menyediakan conto spesifik untuk digunakan ketika menilai kinerja.

B. Penilaian Oleh Diri Sendiri

Dua faktor utama yang mempengaruhi validitas penilaian oleh diri sendiri  (self-appraisal) adalah : (1) Karakteristik tertentu dari orang yang melakukan evaluasi diri, dan (2) kondisi tempat penilaian dilakukan. Penilaian oleh diri sendiri akan bermanfaat jika dikontraskan dengan penilaian atasan dalam menyediakan umpan balik bagi pegawai.[7]

C. Penilaian Bawahan

Bawahan cenderung memberikan perspektif yang berbeda dengan perspektif penyelia maupun pegawai itu sendiri. Ini tidak berarti bahwa penilaian bawahan itu akurat dalam kenyataannya, karena kecenderungannya untuk terkontaminasi oleh pola persahabatan atau keinginan untuk mengalah dari atau menyamai atasannya, penilaian oleh bawahan biasanya kurang tepat digunakan dalam keputusan yang berhubungan dengan administrasi pegawai.

D. Rekan Kerja

Karena rekan kerja memiliki kontak yang terus menerus dan kesempatan untuk mengamati perilaku satu sama lainm kita bisa berharap bahwa penilaian mereka paling valid dalam praktiknya, penilaian oleh rekan kerja ini jarang digunkan, karena berbagai alasan.[8]

E. Penilai Dari Luar

Penilaian juga dapat dilakukan oleh orang-orang dari luar yang diundang untuk melakukan tinjauan kinerja, dan yang paling utama disini adalah klien, dimana klien tersebut nantinya akan menjadi sumber nyata untuk penilaian dari luar.

F. Penilaian Dari Multisumber/Umpan Balik 360

Dalam umpan balaik multisumber, manajer tidak lagi menjadi sumber tunggal dari informasi penilaian kinerja, akan tetapi berbagai rekan kerja dan pelanggan akan memberikan umpan balik mengenai karyawan kepada manajer, jadi memungkinkan manajer untuk mendapatkan masukan dari berbagai sumber. Tetapi manajer tetap menjadi titik pusat untuk menerima umpan balik dari awal dan untuk terlibat dalam tindak lanjut yang diperlukan, bahkan dalam sistem yang multisumber, jadi persepsi manajer tentang kinerja karyawan masih sangat berpengaruh dalam jalannya proses tersebut. Tujuan dari umpan balik 360 ini adalah tidak untuk mengumpulkan reabilitas dengan mengumpulkan pandangan yang sama, tetapi lebih untuk menangkap berbagai evaluasi atas peran yang perbeda dari karyawan secara individual. Meskipun para peserta biasanya memandang umpan balik multisumber adalah sesuatu yang berguna, mereka mengidentifikasi tindak lanjut pada aktivitas pengembangan berdasarkan pada umpan balik tersebut sebagai faktor paling penting dalam perkembangan masa depan seseorang.[9]

BAB III

PENUTUP

 

3.1. Kesimpulan

Penilaian kinerja merupakan proses yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang. Dalam dunia kompetitif yang mengglobal, perusahaan-perusahaan membutuhkan kinerja tinggi. Pada waktu yang sama, para karyawan membutuhkan umpan balik tentang kinerja mereka sebagai petunjuk untuk mempersiapkan perilaku masa depan. Disamping itu Penilaian seharusnya menciptakan gambaran akurat dari kinerja perorangan. Penilaian tidak dilakukan hanya untuk mengetahui kinerja buruk. Hasil-hasil yang baik dan dapat diterima harus diidentifikasi sehingga dapat dipakai sebagai dasar penilaian hasil lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Tisnawati, Erinie , Pengantar Manajemen, (Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2008)

Dharma, Agus, Manajemen Supervisi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada 2003)

Rifai, H. Veithzal, M.B.A. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan.(Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, 2009).

Saripedia.com, Kriteria Profesi, (https:/ /saripedia.wordpress.com/tag/kriteria-profesi/) diaksespadatanggal 28/10/16 pukul 9:58 WIB.

Sedarmayanti, Manajemen Sumber Daya Manusia Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negara Sipil, (Bandung : PT Refika Aditama 2011).

Robert L. Mathis & John H. Jackson Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta; penerbit salemba empat,2009)

Marwansyah Manajemen Sumber Daya Manusia (Bandung; CV. Alfabeta, 2016)

 

 



[1] Erinie Tisnawati , Pengantar Manajemen, Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2008, Hlm.1

[2] Agus Dharma, Manajemen Supervisi,Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003, Hlm.1

[3] H. Veithzal Rifai, M.B.A. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan.(Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada). hlm. 548

[4]Saripedia.com, Kriteria Profesi, (https:/ /saripedia.wordpress.com/tag/kriteria-profesi/) diaksespadatanggal 28/10/16 pukul 9:58 WIB.

[5]Sedarmayanti, Manajemen Sumber Daya Manusia Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negara Sipil, (Bandung : PT Refika Aditama 2011), hlm 268.

[6]Sedarmayanti, “Manajemen Sumber Daya Manusia: Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil”, (Bandung: PT Refika Aditama,2007), hlm.264-265.

[7] Robert L. Mathis & John H. Jackson Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta; penerbit salemba empat,2009) Hlm. 390

[8] Marwansyah Manajemen Sumber Daya Manusia (Bandung; CV. Alfabeta, 2016)  Hlm. 237-238

[9] Op.Cit. Hlm. 392-393