Thursday, October 29, 2020

ASPEK AJARAN ISLAM TENTANG DAKWAH

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Selain memberikan perhatian yang besar terhadap pendidikan, Islam juga memberikan perhatian terhadap dakwah. Setelah menerima ayat 1-5 surat al-‘Alaq yang berbicara tentang pendidikan sebagaiman telah diuraikan sebelumnya, Nabi Muhammad SAW juga diperintahkan untuk melakukan dakwah yakni mengajak masyarakat untuk mengikuti ajaran yang dibawanya yang bersumber pada al-Qur’an dan al-Sunah.[1]

Al-Qur’an merupakan sebuah Kitab Dakwah. Yang memiliki ruh pembangkit. Yang berfungsi sebagai penguat. Yang berperan sebagai penjaga, penerang, dan penjelas. Dan yang merupakan tempat kembali satu-satunya bagi para penyeru dakwah dalam mengambil rujukan, dalam melakukan kegiatan dakwah, dan dalam menyusun suatu konsep gerakan dakwah selanjutnya.[2]

 

B.      Rumusan Masalah

1.     Apa pengertian dakwah?

2.     Apa prinsip-prinsip dakwah?

3.     Bagaimana metode dakwah?

4.     Apa saja media dakwah?

5.     Apa tujuan dakwah?

6.     Apa hakikat dakwah?

7.     Apa efek dakwah?

8.     Apa saja padanan lain dari dakwah?

C.     Tujuan Makalah

Tujuan dibuatnya makalah ini, agar pembaca mengetahui apa itu dakwah, prinsip-prinsip dakwah, metode dakwah, media dakwah, hakikat dakwah dan yang berhubungan dengan dakwah.

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.     Pengertian Dakwah

Kata dakwah menurut bahasa (etimologi) berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata da’a – yad’uw – da’watun. Kata tersebut mempunyai makna menyeru, memanggil, mengajak dan melayani. Selain itu, juga bermakna mengundang, menuntun dan menghasung. Sementara dalam bentuk perintah atau fi’il amr yaitu ud’u yang berarti ajaklah atau serulah.[3]

Dakwah mengandung pengertian sebagai suatu kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan (bil-lisan), tulisan (bil-kitabah), tingkah laku (bil-hal) dan sebagainya yang dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha memengaruhi orang lain, baik secara individual maupun secara kelompok agar timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap, penghayatan, serta pengalaman terhadap ajaran agama sebagai message (pesan) yang disampaikan kepadanya tanpa adanya unsur paksaan.[4]

Dakwah islamiyah adalah menyampaikan seruan Islam, mengajak dan memanggil umat manusia, agar menerima dan mempercayai keyakinan dan pandangan hidup Islam.[5]

 

Pengertian dakwah menurut para ahli adalah sebagi berikut.

1.     ‘Abd al-Karim Zaidan (1976: 5), dakwah adalah mengajak kepada agama Allah, yaitu Islam.

2.     A. Hasjmy (1974: 28), dakwah Islamiyah adalah mengajak orang lain untuk meyakini dan mengamalkan akidah dan syariah Islam yang lebih dahulu telah diyakini dan diamalkan oleh pendakwah sendiri.

3.     Muhammad abu al-Fath al-Bayuni (1993: 17), dakwah adalah menyampaikan dan mengajarkan agam Islam kepada seluruh manusia dan mempraktikannya dalam kehidupan nyata.

4.     Nasaruddin Razak (1976: 2), dakwah adalah suatu usaha memanggil manusia ke jalan Ilahi menjadi muslim.[6]

 

B.      Prinsip-Prinsip Dakwah

Islam sejak awal memiliki komitmen yang kuat untuk melaksanakan dakwah secara tertib, damai, tidak menimbulkan gejolak dan harmonis dengan agama lain, sebagaimana hal yang demikiann telah dipraktikkan dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dan para generasi berikutnya. Dakwah Islam yang berlangsung di berbagai negara pada umumnya berjalan damai dan memperoleh hasil yang baik.

    Keberhasilan dakwah Islam yang demikian itu, karena berpegang teguh kepada prinsip-prinsip sebagai berikut.

1.     Prinsip Sukarela Tanpa Paksaan

Dalam melakukan dakwah tidak boleh melakukan paksaan, penekanan, ancaman, dan lain sebagainya, melainkan mempersilakan orang lain untuk menganut ajaran agama dengan kemauannya sendiri, dan dengan sukarela atas keinsafan dan pilihannya sendiri.

2.     Prinsip Bijaksana, Lemah Lembut dan Beradab

Pada dasarnya, manusia selain sebagai makhluk yang dapat dipengaruhi, juga makhluk yang lebih suka diperlakukan dengan cara yang bijaksana, lemah, lembut, dan beradab.

3.     Prinsip Sesuai Dengan Tingkatan Masyarakat

Fakta menunjukkan, bahwa kondisi masyarakat, baik dari segi sosial, ekonomi, pendidikan, dan lainnya bertingkat-tingkat. Keadaan yang masyarakat yang demikian itu, mengharuskan adanya perlakuan atau pelayanan dalam bidang dakwah yang disesuaikan dengan tingkatannya itu. Keadaan ini pada gilirannya memerlukan metode, pendekatan, dan strategi yang berbeda-beda. Dengan ketidaksesuian tersebut, akan mengecewakan sasaran dakwah yang pada gilirannya tujuan dakwah tidak akan tercapai sebagaiman yang di harapkan.

4.     Prinsip Memberikan Memudahkan

Secara psikologis, seseorang lebih tertarik kepada sesuatu yang dapat dilakukan dengan mudah dan tanpa beban.berbagai kemajuan di bidang teknologi, informasi dan komunikasi, seharusnya dapat dimanfaatkan untuk memberikan kemudahan dalam melakukan kegiatan dakwah.

5.     Prinsip Menggembirakan

Berdakwah yang dilakukan oleh seseorang dengan melibatkan para pendengar atau sasaran, mengharuskan seorang da’i memiliki kemampuan untuk mengetahui suasana batin seseorang , sehingga sasaran dakwah tersebut merasa senang mengikuti dakawah tersebut.

6.     Prinsip Saling Menghargai dan Toleransi

Dalam melakukan dakwahsering kali teradi gesekan dengan penganut agama lain yang dapat menimbulkan keadaan yang sensitif. Agar keadaan ini tidak terjadi, maka dalam melakukan kegiatan dakwah harus disertai dengan sikap menghargai dan toleransi.[7]

7.      Memberi Ketauladanan Sebelum Berdakwah (al-qawa’id li da’wah)

Seperti dalam firman Allah SWT:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ                      كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ           

             “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”. (QS. as-Shaf: 2-3)

8.     Mengikat Hati Sebelum Menjelaskan (al-ta’liif qabl al-ta’riif)

9.     Membesarkan Hati Sebelum Memberi Ancaman (al-targhiib qabl al-tarhiib)

 

Seperti dalam firman Allah SWT:

              وَالَّذِينَ كَفَرُوا فَتَعْسًا لَهُمْ وَأَضَلَّ أَعْمَالَهُمْ    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ

“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscahya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu, dan orang-orang yang kafir, maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah menyesatkan amal-amal mereka”. (QS. Muhammad: 7-8)

10. Muridnya Guru, bukan Muridnya Buku (tilmiidz imaam laa tilmidz kitaab)[8]

Seperti dalam firman Allah SWT:

وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ ۖ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ                                    

“Kami tiada mengutus rasul-rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang beriman, jika kamu tiada mengetahui”. (QS. Al-Anbiya’: 7)

 

C.      Metode Dakwah

Metode dakwah artinya cara-cara yang dipergunakan oleh seorang da’i untuk menyampaikan materi dakwah, yaitu al-Islam atau serentetan kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu.

Sumber metode dakwah yang terdapat di dalam al-Quran menunjukkan ragam yang banyak, seperti “hikmah, nasihat yang benar dan mujadalah atau diskusi atau berbantah dengan cara yang paling baik” (QS. al-Nahl: 125), dengan kekuatan anggota tubuh (tangan), dengan mulut (lidah), dan bila tidak mampu, maka dengan hati (HR. Muslim). Dari sumber metode itu tumbuh metode-metode yang merupakan operasionalisasinya yaitu dakwah dengan lisan, tulisan, seni dan bil-hal. Dakwah dengan lisan berupa ceramah, seminar, diskusi, khutbah, brain-storming dan lain-lain. Dakwah dengan tulisan berupa buku, majalah, surat kabar, spanduk dan lainnya. Dakwah bil-hal berupa perilaku yang sopan sesuai dengan ajaran Islam, memelihara lingkungan, mencari nafkah dengan tekun, ulet, sabar, semangat, menolong sesama manusia, misalnya mendirikan rumah sakit, mendirikan dan memelihara yatim piatu, mendirikan lembaga pendidikan, mendirikan pusat-pusat pencaharian nafkah. Seni meliputi lukis, seni tari, seni suara atau musik dan sebagainya.[9]

D.     Media Dakwah

Secara etimologi media berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata “medius”. Perkataan media merupakan jamak dari kata median, yang berarti alat perantara atau saluran (channel). Dalam ilmu komunikasi, media dipahami sebagai alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator (dai) kepada komunikan (mad’uw) atau khalayak.

Media dipahami selama ini adalah media yang merupakan hasil ciptaan manusia, seperti mesin cetak, radio, telepon, televisi, dan komputer. Sehingga banyak para sarjana yang melupakan bahwa manusia merupakan saluran komunikasi yang paling asasi dan utama bagi komunikasi manusia. Pakar psikologi George Miller menyebutkan bahwa “kita harus menganggap manusia sebagai saluran komunikasi”.

    Media dakwah dipilih dan digunakan untuk tujuan menyampaikan pesan dakwah kepada mitra dakwah. Kegiatan dakwah di negara-negara sedang berkembang seperti halnya Indonesia biasanya menggunakan dua sistem saluran komunikasi dominan, yaitu sistem media massa modern dan sistem komunikas tradisional. Kedua saluran komunikasi tersebut digunakan sesuai dengan keadaan masyarakat atau mad’uw.[10]

 

E.      Tujuan Dakwah

a)     Tujuan dakwah adalah mencapai masyarakat yang adil dan makmur serta mendapat ridha Allah.[11]

b)    Tujuan dakwah kepada setiap pribadi yaitu terbinanya pribadi muslim yang sejati, yakni figur insan kamil yang dapat menerjemahkan ajaran Islam dalam segala aspek kehidupannya.

c)     Tujuan dakwah untuk setiap keluarga muslim adalah dapat terbinanya kehidupan yang Islami dalam rumah tangga, yakni keluarga yang senantiasa mencerminkan nilai-nilai Islam baik sesama anggota keluarga dengan tetangga.

d)    Tujuan yang diharapkan masyarakat adalah terbinanya kehidupan yang rukun dan damai, taat dalam melaksanakan ajaran agama dan memiliki kepedulian sosial yang tinggi.

e)     Tujuan kegiatan dakwah adalah terwujudnya umat terbaik khairu ummah (QS. Ali Imran: 110) yang basisinya didukung oleh Muslim yang berkualitas individu yang baik (khairul bariyyah) yang oleh Allah dijanjikan akan memperoleh ridha dan surga.[12]

 

 

F.       Hakikat Dakwah Islam

Pada dasarnya hakikat dakwah terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu:

1.   Sebagai aktualisasi fungsi kerisalahan,

2.   Sebagai upaya manifestasi dari rahmatan lil ‘alamin.

 

a)     Fungsi Kerisalahan

Hakikat dakwah sebagai fungsi kerisalahan, berarti upaya penerusan “tradisi profetis” kerasulan Muhammad sebagai pembawa risalah Islam kepada seluruh umat manusia.

b)    Manifestasi Rahmatan lil ‘Alamin

Hakikat dakwah sebagai manifestasi rahmatan lil ‘alamin, berarti upaya menjadikan Islam sebagai sumber konsep bagi manusia di dunia ini di dalam meneliti kehidupannya. Artinya, bahwa konsep-konsep Islam tidak sekedar ditunjukkan bagi umat Islam semata, melainkan juga untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.[13]

 

G.     Efek Dakwah

Dalam ilmu komunikasi, efek (atsar) juga dipahami sebagai akibat atau dampak dari suatu pesan pada penerima. Efek komunikasi antarpesona dalam bentuk percakapan atau dialog yang bersifat tatap muka (face to face communication) dapat langsung diketahui atau dipredikisi. Sedangkan efek (atsar) komunikasi massa terutama yang melalui media massa, sukar diketahui karena efek yang terjadi pada khalayak akan merupakan resultante dari semua kekuatan pengaruh yang bekerja pada diri khalayak.

    Efek (atsar) sangat penting sekali artinya dalam proses komunikasi, terutama bagi dakwah yang berisi ajakan atau panggilan untuk berbuat baik, melakukan kebajikan dan mencegah kemunkaran (al-khayr, amr maruf, dan nahy munkar) berdasarkan ajaran Islam. Atsar akan merupakan suatu ukuran tentang keberhasilan atau kegagalan suatu proses komunikasi atau proses dakwah. Jika efek itu menunjukkan suatu gejala yang sesuai tujuan komunikasi terutama dakwah, maka hal itu berarti efektif. Dengan demikian suatu dakwah yang efektif akan menimbulkan efek (atsar) yang positif atau efek sesuai dengan tujuan dakwah, yaitu manusia selalu setia atau kembali fitrah dan kehanifaannya atau beriman, berilmu dan beramal saleh.[14]

 

H.     Dakwah dan Pertolongan Allah SWT.

Tidak ada perkataan dan pekerjaan yang paling baik di mata Allah Swt. kecuali dakwah. Dakwah adalah mata rantai hidayah Allah Swt. kepada umat manusia.[15] Karenanya Allah menjamin akan memberi pertolongan dalam bentuk kemenangan maupun pahala yang besar di akhirat kelak.[16]

 

I.         Padanan Lain dari Dakwah

a.      Tabligh

Tabligh adalah dakwah dalam bentuk penyampaian ajaran Islam, baik secara lisan maupun tulisan, untuk mengenalkan dan memberitahukan kepada orang lain, terutama berkaitan dengan dasar-dasar ajaran Islam. Tabligh membentuk pengenalan dasar ajaran Islam yang dilakukan oleh individu maupun kelompok, sehingga diletakan sebagai tahapan awal dari dakwah. Orang yang melakukan tabligh disebut muballigh.

b.     Tabsyir atau Targhib

Kata tabsyir secara bahasa berasal dari basyara yang bermakna memperhatikan atau merasa senang. Pelaku tabsyir disebut mubasyir. Dalam konteks dakwah, tabsyir bermakna penyampaian pesan dakwah yang berisi berita menggembirakan bagi orang-orang yang mau mengikuti dakwah yang disampaikan, seperti berita tentang pahala, surga, keridhaan Allah dan Rasul-Nya, janji kemenangan dan sebagainya.

     Kata targhib berasal dari kata ar-raghbah yang bermakna menginginkan sesuatu. Targhib dalam konteks dakwah adalah penyampaian segala sesuatu yang menarik hati, minat dan perhatian onjek dakwah, sehingga dia mau menerima isi dakwah dan berkomitmen untuk melaksanakannya.

c.      Tandzir atau Tarhib

Kata tandzir atau indzar menurut Ibn al-Manzhur bermakna menakut-nakuti (khawwafahu) atau memperingatkan dan menyuruh hati-hati (hadzdzarahu). Orang yang berbuat tandzir disebut mundzir atau nadzir. Dalam konteks dakwah tandzir adalah berdakwah dengan menyampaikan peringatan dan anacaman kepada objek dakwah yang melanggar ajaran Islam dengan menerangkan dosa perbuatan tersebut dan kerugiannya di dunia serta siksaannya di akhirat.

Kata tarhib berasal dari ar-rahbah yang bermakna ketakutan yang panjang dan berkelanjutan. Dalam konteks dakwah tarhib adalah suatu penyampaian pesan berdakwah dengan cara menakut-nakuti objek dakwah akan adanya ancaman Allah dan Rasul-Nya.

d.     Nasihat

Kata nasihat berasal dari bahasa Arab, yaitu nashihah yang terambil dari kata nasaha yang berarti murni serta bersih dari segala kotoran (khalasha). Nasihat merupakan suatu ucapan yang disampaikan kepada orang lain untuk memberikan saran, arahan, atau memperbaiki kesalahan atau kekeliruan orang lain.

e.      Taushiyyah

Kata taushiyyah atau wahiyyah berasal dari kata washsha atau awsha yang bermakna berpesan atau mengamanatkan sesuatu.

f.       Ta’lim

Kata ta’lim (taklim) secara etimologi merupakan bentuk mashdar dari kata ‘allama yang berarti pendidikan atau pengajaran. Dalam konteks dakwah ta’lim merupakan aktivitas pengajaran mengenai suatu ilmu pengetahuan kepada objek dakwah.

g.     Tarbiyyah

Dalam konteks dakwah, tarbiyyah merupakan proses pengasuhan yang berlangsung secara terus-menerus untuk membimbing, mengarahkan, dan menginternalisasikan ajaran Islam.

h.     Hisbah

Hisbah merupakan bentuk isim  dari kata ihtisab yang bermakna mencari pahala (thalab al-ajru). Dalam konteks dakwah, hisbah adalah suatu aktivitas dakwah untuk memerintahkan kebajikan atau perbuatan ma’ruf  dan mencegah yang munkar dengan pendekatan kekuatan dan kekuasaan.[17]

BAB III

PENUTUP

A.   Kesimpulan

Berdasarkan data diatas, dapat kami simpulkan bahwa:

a)     Kata dakwah menurut bahasa (etimologi) berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata da’a – yad’uw – da’watun. Kata tersebut mempunyai makna menyeru, memanggil, mengajak dan melayani. Dakwah islamiyah adalah menyampaikan seruan Islam, mengajak dan memanggil umat manusia, agar menerima dan mempercayai keyakinan dan pandangan hidup Islam.

b)    Prinsip Dakwah yaitu sukarela tanpa paksaan, bijaksana, lemah lembut, beradab, prinsip sesuai dengan tingkatan masyarakat, memberikan memudahkan, prinsip mengembirakan, prinsip saling menghargai dan toleransi, memberi ketauladanan sebelum berdakwah, mengikat hati sebelum menjelaskan, membesarkan hati sebelum memberi ancaman, muridnya guru, bukan muridnya buku.

c)     Metode Dakwah yaitu dakwah dengan lisan, tulisan, seni dan bil-hal.

d)    Media Dakwah media yang merupakan hasil ciptaan manusia, seperti mesin cetak, radio, telepon, televisi, dan komputer dan yang paling utama adalah media manusia.

e)     Tujuan dakwah yaitu untukmencapai masyarakat yang adil dan makmur serta mendapat ridha Allah.

f)      Hakikat dakwah islam terbagi menjadi dua yaitu sebagi aktualisasi fungsi kerisalahan dan sebagai upaya manifestasi dari rahmatan lil ‘alamin.

g)    Efek dakwah dakwah yang efektif akan menimbulkan efek (atsar) yang positif atau efek sesuai dengan tujuan dakwah, yaitu manusia selalu setia atau kembali fitrah dan kehanifaannya atau beriman, berilmu dan beramal saleh.

h)    Dakwah dan pertolongan Allah  dan Tidak ada perkataan dan pekerjaan yang paling baik di mata Allah Swt. kecuali dakwah.

i)       Padanan lain dari dakwah diantaranya yaitu tabligh, tabsyir atau targhib, tandzir atau tarhib, nasihat, taushiyyah, ta’lim, tarbiyyah, dan hisbah.

 

B.    Saran

     Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan dalam kesimpulan diatas.

DAFTAR PUSTAKA

 

Abdullah. Ilmu Dakwah: Kajian Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dan Aplikasi Dakwah. Depok: Raja Grafindo Persada. 2018.

 

Amin, Samsul Munir. Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Islam. Jakarta: Amzah. 2008.

 

Anshary, Isa. Mujahid Da’wah. Bandung: CV Diponegoro. 1991.

 

Arifin, Anwar. Dakwah Kontemporer Sebuah Studi Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2011.

 

Aziz, Moh Ali. Ilmu Dakwah. Prenadamedia Group.

 

Bachtiar, Wardi. Metodologi Penilitian Ilmu Dakwah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.  1997.

 

Hendra Umar. Membongkar Mitos-Mitos Dakwah. Yogyakarta: Pro-U Media. 2017.

 

Luthfi, Atabik. Tafsir Da’awi Tadabbur Ayat-Ayat Dakwah Untuk Para Dai. Jakarta: Al-I’tishom Cahaya Umat. 2011.

 

Nata, Abuddin. Studi Islam Komprehensif. Jakarta: Prenadamedia Group. 2011.

 

Qutb, Sayyid. Fiqih Dakwah. Pustaka Amani.

 

 

Wahid, Sukhri. Manajemen Gerakan Dakwah Dimasa Krisis, Belajar Dari Sejarah Perang Khadaq. Jakarta: Al-I’tishom Cahaya Umat. 2010.

 

 

 

 



[1] Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., Studi Islam Komprehensif. (Jakarta: Prenadamedia Group, 2011) hlm. 225

[2] Dr. Sayyid Qutb. Fiqih Dakwah. Pustaka Amani. hlm. 1

[3] Prof. Dr. H. Abdullah, M.Si., Ilmu Dakwah: Kajian Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dan Aplikasi Dakwah, (Depok: Raja Grafindo Persada, 2018. hlm.3-4

[4] Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., op. cit. hlm. 227-228

[5] K. H. M. Isa Anshary, Mujahid Da’wah, (Bandung: CV Diponegoro, 1991), hlm. 17

[6] Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M. Ag., Ilmu Dakwah, Prenadamedia Group. hlm. 12-13

[7] Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., op. cit. hlm. 231-235

[8] Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M. Ag., op.cit. hlm. 175-189

[9] Dr. Wardi Bachtiar, Metodologi Penilitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 34-35

[10] Prof. Dr. H. Abdullah, M.Si., op. cit. hlm. 46-147

[11] Dr. Wardi Bachtiar, op. cit. hlm. 37

[12] Prof. Dr. H. Abdullah, M.Si., op. cit. hlm. 166

[13] Drs. Samsul Munir Amin, M.A., Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Islam, (Jakarta: Amzah, 2008), hlm. 46-49

[14] Prof. Dr. Anwar Arifin, Dakwah Kontemporer Sebuah Studi Komunikasi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), hlm. 178

[15] Drg. Sukhri Wahid, Manajemen Gerakan Dakwah Dimasa Krisis, Belajar Dari Sejarah Perang Khadaq,(Jakarta: Al-I’tishom Cahaya Umat, 2010), hlm. 116

[16] Dr. H. Atabik Luthfi, M.A., Tafsir Da’awi Tadabbur Ayat-Ayat Dakwah Untuk Para Dai, Jakarta: Al-I’tishom Cahaya Umat, 2011), hlm. 120

[17] Hendra Umar, Membongkar Mitos-Mitos Dakwah, (Yogyakarta: Pro-U Media, 2017), hlm. 40-79