Tuesday, July 14, 2020

MANAJEMEN MUATAN LOKAL DAN PENGEMBANGAN DIRI

MANAJEMEN MUATAN LOKAL DAN PENGEMBANGAN DIRI

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Sebagai negara yang terdiri dari kepulauan yang menyebar dari ujung Sabang hingga Merauke dan terpisahkan oleh lautan, maka Indonesia dikenal dengan multikulturnya dari segala aspek seperi adat istiadat, bahasa, kesenian hingga keteampilan daerah. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka perlu diadakannya tindakan untuk melestarikan berbagai macam kebudayaan yang ada agar dapat mempertahankan ciri khas bangsa dan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Hal ini akan dapat secara efektif dilaksanakan melalui upaya pendidikan bagi peserta didik sebagai generasi muda bangsa Indonesia

Upaya pendidikan tersebut dapat dilangsungkan melalui adanya program yang dilaksanakan di sekolah, mengingat sekolah merupakan wahana pendidikan formal yang dilalui oleh setiap warga negara. Program pendidikan tersebut hendaknya disesuaikan dengan potensi daerah, minat, kebutuhan peserta didik, dan kebutuhan daerah sehingga peserta didik dapat mengenal lingkungan tempat tinggalnya agar selanjutnya dapat mengembangkan kemampuan yang dimiliki untuk memanfaatkan dan melestarikan sumber daya yang ada di sekitarnya. Realisasi dari program ini kemudian disusunlah mata pelajaran berbasis muatan lokal.

B.     Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka identifikasi permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut:

1.      Pengertian, tujuan, dan ruang lingkup muatan lokal

2.      Langkah-langkah pengembangan muatan lokal

3.      Rambu-rambu pengembangan muatan lokal

4.      Muatan Lokal KTSP dan Kurtilas

5.      Hakikat Pengembangan Diri

C.    Pembatasan Masalah

     Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka permasalahan yang akan dibahas pada makalah ini akan dibatasi pada:

1.      Apa pengertian, tujuan, dan ruang lingkup muatan lokal?

2.      Bagaimana langkah-langkah pengembangan muatan lokal?

3.      Apa saja rambu-rambu pengembangan muatan lokal?

4.      Bagaimana muatan lokal dalam KTSP dann Kurtilas?

5.      Bagaimana hakikat pengembangan diri?

D.    Sistematika Penulisan

     Penyusunan makalah ini berdasarkan pada urutan sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, dan sistemasika penulisan.

BAB II Pembahasan berisi tentang manajemen muatan lokal dan pengembangan diri yang pembahasannya terdiri dari lima subjudul, yaitu :

1.      Pengertian, tujuan, dan ruang lingkup muatan lokal

2.      Langkah-langkah pengembangan muatan local

3.      Rambu-rambu pengembangan muatan local

4.      Muatan local KTSP dan Kurtilas

5.      Hakikat pengembangan diri

BAB III Penutup berisi tentang kesimpulan dan saran dari makalah ini

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian, Tujuan, dan Ruang Lingkup Muatan Lokal

1.      Pengertian Muatan Lokal

Secara umum, pengertian muatan lokal adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran yang disusun oleh satuan pendidikan sesuai dengan keragaman potensi daerah, karakteristik daerah, keunggulan daerah, kebutuhan daerah, dan lingkungan masing-masing serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. [1]

Sementara, pengertian muatan lokal secara khusus adalah program pendidikan dalam bentuk mata pelajaran yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya serta kebutuhan daerah yang wajib dipelajari oleh peserta didik di daerah itu.[2]

Sehingga dapat disimpulkan bahwa, pengertian muatan lokal adalah seperangkat rencana pendidikan dalam bentuk mata pelajaran yang mengatur mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran yang dirancang oleh satuan pendidikan dengan media sosial serta media lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan yang dibutuhkan oleh suatu daerah.

Berdasarkan pengertian muatan lokal di atas, ada beberapa hal penting yang perlu dijelaskan lebih lanjut,yaitu sebagai berikut:

1.      Muatan lokal merupakan satuan program pendidikan dalam bentuk mata pelajaran. Implikasinya adalah muatan lokal harus disusun secara sistematis, logis, dan terencana dengan baik yang terdiri atas berbagai komponen yang saling mendukung satu sama lain. Komponen yang dimaksud antara lain tujuan, materi, metode, media, sumber belajar, dan sistem penilaian.

2.      Muatan lokal berisi materi atau bahan pelajaran yang bersifat lokal. Tujuannya adalah pengembangan materi atau bahan pelajaran tersebut harus sesuai dan terkait dengan kondisi, potensi, karakteristik, keunggulan dan kebutuhan daerah tersebut yang dimasukkan ke dalam bentuk mata pelajaran yang memiliki alokasi waktunya sendiri.

3.      Pengembangan materi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan dan tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan.

4.      Muatan lokal berorientasi pada kompetensi. Tujuannya adalah pengembangan muatan lokal harus mengacu pada standar isi, standar proses, dan standar penilaian yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

5.      Setiap peserta didik wajib mempelajari muatan lokal di daerahnya masing-masing secara berkesinambungna dalam bentuk kegiatan kurikuler.

2.      Tujuan Muatan Lokal

Secara umum, tujuan muatan lokal adalah untuk mempersiapkan peserta didik agar memiliki wawasan yang baik dan luas terhadap kondisi lingkungan, keterampilan fungsional, sikap dan nilai-nilai, bersedia melestarikan dan mengembangkan sumber daya alam dalam rangka meningkatkan kualitas sosial dan budaya daerah yang sesuai dengan pembangunan daerah tersebut dan pembangunan nasional.

Secara khusus, tujuan muatan lokal adalah :

a)      peserta didik dapat belajar lebih mudah tentang lingkungan dan kebudayaan di daerahnya serta bahan-bahan yang bersifat aplikatif dan terintegrasi dengan kehidupan nyata.

b)      peserta didik dapat memanfaatkan sumber-sumber belajar setempat untuk kepentingan pembelajaran di sekolah.

c)      peserta didik diharapkan lebih mengenal dan lebih akrab terhadap lingkungan social dan budaya yang terdapat di daerah masing-masing.

d)     peserta didik dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang menunjang pembangunan di daerahnya

e)      peserta didik dapat mengembangkan materi muatan lokal yang dapat meningkatkan dan menghasilan nilai ekonomi yang tinggi di daerahnya untuk hidup mandiri, menolong orang tuanya, dan menolong dirinya sendiri.

f)       peserta didik dapat menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajarinya untuk memecahkan masalah yang ditemukan di sekitarnya.

g)      peserta didik menjadi termotivasi untuk ikut melestarikan budaya dan lingkungannya serta terhindar dari keterasingan terhadap lingkungannya sendiri.[3]

3.      Ruang Lingkup Muatan Lokal

Selanjutnya, Pusat Kurikulum Balitbang Kemdiknas (2006) mengemukakan ruang lingkup muatan lokal adalah sebagai berikut:

1.      Lingkup Keadaan dan Kebutuhan Daerah

Keadaan daerah adalah segala sesuatu yang berada di daerah yang berkaitan dengan lingkungan alam, lingkungan ekonomi-sosial, dan lingkungan sosial-budaya. Kebutuhan daerah adalah suatu kebutuhan yang dibutuhkan oleh suatu daerah baik dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan ataupun khususnya untuk kelansungan hidup masyarakat di daerah yang bersangkutan. Kebutuhan tersebut misalnya kebutuhan untuk (a) melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah, (b) meningkatkan kemampuan dan keterampilan di bidang tertentu sesuai dengna keadaan perekonomian daerah, (c) meningkatkan penguasaan bahasa asing untuk keperluan sehari-hari, dan menunjangkan pemberdayaan individu dalam melakukan belajar lebih lanjut (belajar sepanjang hayat), dan (d) meningkatkan kemampuan berwirausaha.

2.      Lingkup Isi/Jenis Muatan Lokal

Lingkup isi/jenis muatan lokal dapat berupa: Bahasa daerah, Bahasa asing (Inggris, Mandarin, Arab, dll.), kesenian daerah, keterampilan dan kerajinan daerah, adat istiadat, dan pengetahuan tentang berbagai ciri khas lingkungna alam sekitar, serta hal-hal yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan.[4]

B.     Langkah-Langkah Pengembangan Muatan Lokal

Pengembangan kurikulum muatan lokal di setiap daerah dan wilayah pada dasarnya dilakukan oleh Kepala Dinas Pendidikan di tiap provinsi, dan Kepala Dinas Pendidikan tiap kota dan kabupaten, dengan melalui beberapa prosedur atau langkah-langkah yang harus dilakukan.

1.      Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal di Tingkat Provinsi:

Langkah yang harus dilakukan dalam pengembangan kurikulum muatan lokal tingkat provinsi ialah sebagai berikut:

a.       Mengkaji kelengkapan matapelajaran muatan lokal yang diusulkan oleh setiap kota/kabupaten dan kecamatan.

b.      Menetukan mata pelajaran muatan lokal yang layak untuk dilaksanakan di wilayah yang bersangkutan, berdasarkan usulan dari tiap-tiap kabupaten/kota dan kecamatan.

c.       Memberlakukan kurikulum muatan lokal sesuai dengan butir (b) melalui surat keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi. Dalam keputusan tersebut diberikan keluwesan kepada masing-masing sekolah untuk memilih mata pelajaran muatan lokal yang telah ditetapkan, sesuai dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan masing-masing. Di samping itu, pada provinsi tertentu ada mata pelajaran muatan lokal yang wajib dilaksanakn oleh setiap sekolah. Hal tersebut terutama berkaitan dengan Bahasa asing di daerah wisata (misalnya di Bali, bisa diwajibkan muatan lokal Bahasa Inggris).

2.      Pengambangan Kurukulum Muatan Lokal Tingkat Kabupaten/Kota.

Berikut langkah-langkah pengembangan kurikulum muatan lokal di tingkat Kabupaten/Kota.

a.       Mengkaji kelayakan usulan mata pelajaran muatan lokal dari setiap kecamatan.

b.      Menetukan mata pelajaran muatan lokal yang layak untuk dilaksanakan di Kabupaten/Kota, berdasarkan usulan dari setiap kecamatan, dengan berbagai pertimbangan dari tim pengambang kurikulum (TPK) muatan lokal tingkat Kabupaten/Kota, untuk diusulkan ke Dinas Pendidikan Provinsi.

c.       Memilih dan mengembangkan mata pelajaran muatan lokal yang ditetapkan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi untuk SMA, dan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten untuk SD dan SMP.

Pengembangan kurikulum muatan lokal ini, sekolah juga diberikan kebebasan untuk memilih dan mengembangkan mata pelajaran muatan lokal yang dirasa dibutuhkan dalam pembangunan dan peningkatan kualitas daerah, selain daripada melaksanakan kurikulum muatan lokal yang sifatnya wajib, yaitu hasil rumusan atau keputusan Dinas Pendidikan Setempat.

3.      Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal di Tingkat Kecamatan.

Berikut langkah-langkahnya:

a.       Mengusulkan jenis-jenis muatan lokal kepada Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota berdasarkan kondisi dan kebutuhan lingkungan.

b.      Memilih mata pelajaran  muatan lokal yang ditetapkan oleh Kepala Dinad Pendidikan Kabupaten/Kota, dan Kepala Dinas Pendidikan Kecamatan untuk dilaksanakan di Sekolah masing-masing.

4.      Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal Tingkat Sekolah.

Sekolah tidak dapat memilih mata pelajaran muatan lokal yang ditetapkan oleh Dinas Pendidikan, tetapi Sekolah dapat mengembangkan mata pelajaran muatan lokal sesuai dengan keadaan dan kebutuhan dan kemampuan masing-masing, dengan persetujuan Dinas Pendidikan.

Untuk itu kepala sekolah dapat melakukan beberapa hal yaitu:

a.       Mengusulkan jenis muatan lokal kepada Kepala Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten melalui Kepala Dinas Pendidikan Kecamatan.

b.      Menentukan Pelajaran muatan lokal dengan persetujuan Dinas Pendidikan Kecamatan dan Kabupaten/Kota.

c.       Bersama-sama dengan Dinas Pendidikan Kecamatan, menetukan mata pelajaran muatan lokal dengan persetujuan kabupaten/kota.

5.      Pengembangan Silabus dan RPP.

Pengambangan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) mata pelajaran muatan lokal lainnya, dilakukan dengan mengacu pada Standar Isi yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP). Cara mengambangkan silabus dan RPP muatan lokal hampir sama dengan mata pelajaran lain.[5]

C.    Rambu-Rambu Pengembangan Muatan Lokal

Rambu-rambu yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan muatan lokal diantaranya :

1.      Sekolah yang mampu mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar beserta silabusnya dapat melaksanakan mata pelajaran muatan lokal. Apabila sekolah belum mampu mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar beserta silabusnya, sekolah dapat melaksanakan muatan local atau dapat meminta bantuan kepada sekolah yang terdekat yang masih satu daerah. Bila beberapa sekolah dalam satu daerah belum mampu mengembangkannya, maka sekolah dapat meminta bantuan TPK (Tim Pengembang Kurikulum) daerah, atau meminta bantuan dari LPMP (Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan) di propinsinya.

2.      Bahan kajian hendaknya sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik yang mencakup perkembangan pengetahuan dan cara berpikir, emosional, dan sosial peserta didik. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diatur sedemikian rupa agar tidak memberatkan peserta didik dan tidak mengganggu penguasaan pada kurikulum nasional. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan muatan lokal dihindarkan adanya pekerjaan rumah (PR).

3.      Program pengajaran hendaknya dikembangkan dengan melihat kedekan dengan peserta didik yang meliputi dekat secara fisik dan secara psikis. Dekat secara fisik maksudnya terdapat dalam lingkungan tempat tinggal dan sekolah peserta didik, sedangkan dekat secara psikis maksudnya bahwa bahan kajian tersebut mudah dipahami oleh kemampuan berpikir dan mencernakan informasi sesuai dengan usianya. Untuk itu, bahan pembelajaran hendaknya disusun berdasarkan prinsip belajar, yaitu : a) beritik tolak dari hal-hal konkret dan abstrak; b) dikembangkan dari yang diketahui ke yang belum diketahui; c) dari pengalaman lama ke pengalaman baru; d) dari yang mudah/sederhana ke yang lebih sukar/rumit. Selain itu, bahan kajian/pelajaran hendaknya bermakna bagi peserta didik, yaitu bermanfaat karena dapat membantu peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.

4.      Bahan/materi pembelajaran hendaknya memberikan keluwesan bagi guru dalam memilih metode mengajar dan sumber belajar seperti buku dan narasumber. Dalam kaitan dengan sumber belajar, guru diharapkan dapat mengembangkan sumber belajar yang sesuai dengan memanfaatkan potensi di lingkungan sekolah, misalnya dengan memanfaatkan tanah/kebun sekolah, meminta bantuan dari instansi terkait atau dunia usaha/industri (lapangan kerja) atau tokoh-tokoh masyarakat. Selain itu, guru hendaknya dapat memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan peserta didik aktif dalam proses belajar mengajar, baik secara mental, fisik, maupun sosial.

5.      Bahan/materi pembelajaran muatan lokal yang diajarkan harus bersifat utuh dalam arti mengacu kepada suatu tujuan pengajaran yang jelas dan memberi makna kepada peserta didik. Meskipun demikian, bahan pembelajaran muatan lokal tertentu tidak harus secara terus-menerus diajarkan mulai dari kelas I s.d VI atau dari kelas VII s.d IX dan X s.d XII. Bahan kajian muatan lokal juga dapat disusun dan diajarkan hanya dalam jangka waktu satu semester, dua semester atau satu tahun ajaran.

6.      Alokasi waktu untuk bahan kajian/pelajaran muatan lokal perlu memperhatikan jumlah minggu efektif untuk mata pelajaran muatan lokal pada setiap semester.[6]

D.    Muatan Lokal KTSP dan Kurikulum 2013

1.      Muatan Lokal Dalam KTSP

Dalam upaya menerapkan muatan lokal di sekolah, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pihak terkait agar muatan lokal tersebut dapat sesuai dengan visi yang hendak dicapai dan dapat terwujudnya keunggulan yang kompetitif. Hal yang perlu diperhatikan dalam menyeleksi muatan lokal yang hendak diterapkan adalah sebagai berikut:

a)      Menganalisis kelayakan dan relevansi penerapan mulok di sekolah/madrasah

b)      Jika dianggap layak, mulok tersebut selanjutnya dikembangkan ke dalam bentuk Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) Mulok

c)      Jika belum sesuai, sekolah/madrasah dapat mengembangkan lagi mulok yang baru yang lebih sesuai atau melaksanakan mulok bersama dengan sekolah/madrasah lain atau menyelenggarakan mulok yang ditawarkan kementerian Diknas/Depag[7]

Melihat pentingnya peran Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar bagi penerapan mulok, maka ada beberapa hal yang perlu dicermati dalam pengembangan SK dan KD itu sendiri, antara lain:

a)      Mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan daerah

Identifikasi keadaan daerah dapat dilakukan dengan meninjau potensi daerah dimana sekolah tersebut berada dari aspek sosial, ekonomi, budaya, dan kekayaan alam. Sedangkan untuk mengetahui kebutuhan daerah dapat dilihat dari rencana pembangunan daerah bersangkutan, pengembangan ketenagakerjaan, serta aspirasi masyarakat terhadap pelestarian alam dan pengembangan daerah tersebut.

b)      Menentukan fungsi dan susunan atau komposisi muatan lokal

Muatan lokal memiliki beberapa fungsi antara lain: melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah; meningkatkan keterampilan di bidang pekerjaan tertentu; meningkatkan kemampuan berwiraswasta; meningkatkan penguasaan Bahasa inggris untuk keperluan sehari-hari.

c)      Menentukan bahan kajian muatan lokal

Dengan adanya penentuan ini dapat dijadikan pedoman dalam mengangkat berbagai kemungkinan muatan lokal yang disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan sekolah

d)     Menentukan mata pelajaran muatan lokal

Berdasarkan bahan kajian muatan lokal yang telah ditetapkan sebelumnya, maka selanjutnya dapat ditetapkan kegiatan pembelajaran yang memberikan bekal pengetahuan, dan perilaku kepada siswa mengenai keadaan lingkungan dan kebutuhan masyarakat setempat

e)      Mengembangkan SK dan KD beserta silabus

Standar kompetensi menentukan kompetensi yang didasarkan pada materi sebagai basis pengetahuan. Kompetensi dasar merupakan kompetensi yang harus dikuasai siswa. Sedangkan pengembangan silabus dapat didasarkan pada langkah-langkah penyusunan silabus mata pelajaran.[8]

Muhaimin dalam Abdullah Idi mengemukakan bahwa pembahasan mengenai beragam muatan lokal dalam penyusunan KTSP hendaklah mencerminkan tentang beberapa hal sebagai berikut:

a)      Penyampaian visi, misi dan susunan atau komposisi mulok

b)      Beragam mulok mencerminkan pengembangan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas, potensi daerah dan sekolah/madrasah

c)      Menggambarkan rasional mengenai pentingnya mulok tersebut bagi daya saing sekolah/madrasah

d)     Menjelaskan bahwa sumber daya yang ada di sekolah/madrasah memenuhi syarat untuk melaksanakan mulok tersebut

e)      Ada kejelasan tentang rumusan SKL, SK dan KD dari beragam mulok yang dikembangkan

f)       Memperlihatkan silabus mulok yang dilaksanakan

g)      Ada kejelasan model pelaksanaan dan penilaiannya[9]

Selanjutnya ruang lingkup muatan lokal dalam KTSP yakni meliputi:

a)      Muatan lokal dapat berupa: bahasa daerah, bahasa asing (Arab, Inggris, Mandarin, dan Jepang), kesenian daerah, keterampilan dan kerajinan daerah, adat istiadat (krama dan budi pekerti), serta pengetahuan tentang karakteristik sekitar dan hal-hal yang diperlukan oleh daerah bersangkutan

b)      Muatan lokal wajib diberikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, baik pada pendidikan umum, pendidikan kejuruan maupun pendidikan khusus

c)      Beberapa kemungkinan lingkup wilayah berlakunya kurikulum muatan lokal, adalah sebagai berikut: pada seluruh kabupaten/kota dalam satu provinsi, khususnya SMA/MA dan SMK; hanya pada satu kabupaten/kota tertentu dalam satu provinsi yang memiliki karakteristik sama; pada seluruh kecamatan dalam satu kabupaten/kota yang memiliki karakteristik sama[10]

2.      Muatan Lokal dalam Kurikulum 2013

      Pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menyebutkan bahwa muatan lokal merupakan bahan kajian atau mata pelajaran pada satuan pendidikan yang berisi muatan dan proses pembelajaran tentang potensi dan keunikan lokal yang dimaksudkan untuk membentuk pemahaman peserta didik terhadap keunggulan dan kearifan di daerah tempat tinggalnya. Muatan lokal ini dirumuskan dalam bentuk dokumen yang terdiri dari kompetensi dasar, silabus, dan buku teks pelajaran.

      Muatan lokal dapat berupa seni budaya, prakarya, pendidikan jasmani, olehraga, dan kesehatan, bahasa serta teknologi. Muatan lokal kurtilas ini bertujuan membekali peserta didik dengan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan untuk :

a)      Mengenal dan mencintai lingkungan alam, sosial, budaya, dan spiritual di daerahnya.

b)      Melestarikan dan mengembangkan keunggulan dan kearifan daerah yang berguna bagi diri dan lingkungannya dalam rangka menunjang pembangunan nasional.[11]

Adapun prinsip pengembangan muatan lokal kurtilas yaitu :

a)      Kesesuaian dengan perkembangan peserta didik.

b)      Keutuahn kompetensi.

c)      Fleksibilitas jenis, bentuk, dan pengaturan waktu penyelenggaraan.

d)     Kebermanfaatan untuk kepentingan nasional dan menghadapi tantangan global.

     Dalam pengembangan muatan lokal kurtilas perlu diperhatikan beberapa tahapan pengembangannya, yaitu :

a)      Menganalisis konteks lingkungan alam, sosial, dan budaya.

b)      Mengidentifikasi muatan lokal.

c)      Merumuskan kompetensi dasar untuk setiap jenis muatan lokal.

d)     Menentukan tingkat satuan pendidikan yang sesuai untuk setiap kompetensi dasar.

e)      Mengintegrasikan kompetensi dasar ke dalam muatan pembelajaran yang relevan.

f)       Menetapkan muatan lokal sebagai bagian dari muatan pembelajaran atau menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri.

g)      Menyusun silabus.

h)      Menyusun buku teks pelajaran.

Pada pelaksanaannya, muatan lokal diselenggarakan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan sumber daya pendidikan yang tersedia. Pelaksanaan muatan lokal pada satuan pendidikan pun didukung dengan kebijakan pemerintah, baik itu pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan satuan pendidikan sesuai dengan kewenangannya. Adapun tahapan pelaksanaan muatan lokal yang dilkaukan oleh satuan pendidikan dan pemerintah setempat yaitu :

a)      Satuan pendidikan dapat mengajukan usulan muatan lokal berdasarkan hasil analisis konteks.

b)      Pemerintah kabupaten/kota menganalisis dan mengidentifikasi usulan satuan pendidikan dan menentukan satuan pendidikan yang sesuai setiap kompetensi dasar.

c)      Pemerintah kabupaten/kota menetapkan muatan lokal sebagai muatan pembelajaran atau menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri.

d)     Pemerintah kabupaten/kota mengusulkan hasil penetapan muatan lokal kepada pemerintah provinsi.

e)      Pemerintah provinsi menetapkan muatan lokal yang diusulkan pemerintah kabupaten/kota.

f)       Pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota merumuskan kompetensi dasar, penyusunan silabus, dan penyusunan buku teks pelajaran muatan lokal.

g)      Jika satuan pendidikan tidak mengajukan usulan, maka pemerintah daerah dapat menetapkan muatan lokal sesuai dengan kebutuhan.[12]

E.     Hakikat Pengembangan Diri

Istilah pengembangan diri di sini disepadankan dengan istilah pengembangan kepribadian yang sudah lazim digunakan dan banyak dikenal. Meski sebetulnya istilah dari (self) tidak sepenuhnya identik dengan kepibadian (personality). Istilah diri dalam bahasa psikologi disebut sebagai aku, ego atau self yang merupakan salah satu aspek sekaligus inti dari kepribadian. Di dalam istilah tersebut meliputi segala kepercayaan, sikap, perasaan, dan cita-cita, baik yang disadari ataupun tidak. Aku dalam artian ini terbagi menjadi dua, yaitu, aku yang disadari oleh individu bisa disebut self picture (gambaran diri), sedangkan aku yang tidak disadari disebut unconscious aspect of the self (aku tak sadar) (Sukmadinata, 2005). Menurut Freud (Calvin S. Hall & Gardner Lindzey, 1993) ego atau diri merupakan eksekutif kepribadian untuk mengontrol tindakan (perilaku) mengikuti prinsip kenyataan atau rasional, untuk membedakan antara hal-hal yang terdapat dalam batin seseorang dengan hal-hal yang terdapat di dunia luar. Kepercayaan, sikap, perasaan, dan cita-cita seorang akan diriya secara tepat dan realistis memungkinkan untuk memiliki kepribadian sehat. Selain itu, orang yang memiliki kepercayaan akan dirinya yang berlebihan (over confidence) sering memiiki sikap dan pemikiran yang over estimate terhadap sesuatu.

Sikap dan perasaan pasti dimiliki oleh setiap pribadi. Sikap akan diwujudkan dalam bentuk penerimaan atau penolakan akan dirinya, sedangkan perasaan dinyatakan dalam bentuk rasa senang atau tidak senang akan keadaan dirinya. Sikap terhadap dirinya berkaitan dengan pembentukan harga diri (penilaian diri), yang menurut Maslow merupakan salah satu jenis kebutuhan manusia yang amat penting. Sikap dari mencintai diri sendiri secara berlebihan disebut narcisisme. Sebalinya, orang yang membenci dirinya secara berlebihan disebut masochisme. 

Setiap orang pasti memiliki cita-cita, namun cita-cita yang berlebihan atau hanya angan-angan saja dapat menimbulkan kegagalan atau frustasi yang diwujudkan dalam bentuk perilaku salah-suai. Tetapi apabila sesorang tidak mempunyai cita-cita maka tidak ada kemajuan atau perubahan dalam dirinya. John F. Pietrofesa (1971) mengemukakan tiga komponen tentang diri, yaitu: (1) aku idela (ego ideal) ; (2) aku yang dilihat dirinya (self as see by self); dan (3) aku yang dilihat orang lain (self as seen by others). Ketiga aku ini menunjukan kepada kepribadian yang sehat.

Dengan memerhatikan dasar toretik tersebut, kita bisa melihat hasil yang diharapkan dari kegitan pengembangan diri di sekolah, atau terbentuknya keyakinan, sikap, perasaan, dan cita-cita peserta didik yang terealistis sehingga peserta didik yang dapat memiliki kepribadian yng sehat.  [13]

Dalam pengimplementasian kegiatan pengembangan diri di sekolah bukan merupakan mata pelajaran yang hanya bisa dibimbing oleh guru saja, melainkan bisa dibina oleh konselor, atau tenaga kependidikan lainnya yang dilaksanakan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Tujuan dari kegiatan pengembangan diri ini adalah untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengekspresikan dan mengembangkan diri sesuai dengan minat, bakat, kebutuhan dan kemampuan sekolah. Dengan adanya kegiatan pengembangan diri ini diharapkan siswa dapat mengenali dan mengelola potensi yang ada pada diri maupun lingkungannya.

   Kegiatan pengembangan diri ini juga ada pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, baik pendidikan umum, kejuruan, maupun khusus. Dalam struktur kurikulum pendidikan kejuruan, kegiatan pengembangan diri tidak hanya sebatas pada pengenalan dan pengembangan potensi diri, tetapi juga ditujukan pada pengembangan kreativitas dan bimbingan karier agar para lulusannya siap bersaing di dunia kerja maupun membangun usahanya sendiri.

   Dalam (mulyasa, 2008) disebutkan bahwa terdapat beberapa hal penting yang berkaitan dengan pengembangan diri, diantaranya:

1.    Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan oleh guru, konselor, konselor, atau tenaga kependidikan lain yang memiliki kemampuan dalam membantu pengembangan diri peserta didik.

2.    Kegiatan pengembangan diri bisa dilakukan oleh Guru BK (Bimbingan dan Konseling), itupun bagi sekolah yang terdapat Guru BK, bagi yang belum ada Guru BK, maka bisa mengandalkan peran Wali Kelas, Guru Agama maupun Guru yang lain bahkan Kepala Sekolah.

3.    Kegiatan pengembangan diri ini bisa dilakukan dalam bentuk Bimbingan Konseling atau Ekstrakurikuler.

4.    Kegiatan pengembangan diri di SMK/MAK lebih ditekankan pada peningkatan kreativitas dan bimbingan karier.

5.    Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan di kelas selama 2 (dua) jam pembelajaran setiap minggunya, atau 34 jam pembelajaran dalam satu semester.

6.    Kegiatan pengembangan diri dapat bekerjasama dengan masyarakat, dunia usaha, dunia industri, dan lembaga swadaya masyarakat yang ada di lingkungan sekolah, seperti magang di pabrik, kantor desa, bengkel dan lainnya.[14]

Metode yang diterapkan dalam kegiatan pengembangan diri dapat berupa kegiatan diskusi, tanya jawab, berlakon, problem solving, dan metode lain yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi. Adapun pelaksanaannya dapat dilakukan dimanapun baik di dalam kelas, di luar kelas atau di mana pun yang memungkinkan proses kegiatan pengembangan diri.

Selain dari metode yang disebutkan di atas, pengembangan diri dapat dikombinasikan dengan muatan lokal, dengan cara memilih topik unggulan daerah ya

BAB III

 PENUTUP

A.    Kesimpulan

            Muatan lokal merupakan bentuk desentralisasi kegiatan pembelajaran kepada setiap daerah atau satuan pendidikan. Muatan lokal dapat menyesuaikan dengan keragaman potensi daerah, karakteristik daerah, keunggulan daerah, kebutuhan daerah, dan lingkungan masing-masing serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pada penerapan muatan lokal di setiap daerah ini bertujuan agar peserta didik mampu mengetahui dan memahami kebudayaan dan kearifan yang ada di daerah tempat tinggalnya.

            Dalam penerapan muatan lokal pada satuan pendidikan terdapat beberapa tahapan yang perlu dilakukan. Selain itu, perlu juga adanya dukungan dari pemerintah daerah dan menyesuaikan dengan kapasitas sumber daya pendidikan yang ada. Dengan adanya dukungan dari beberapa pihak terlibat, akan mempermudah berjalannya muatan lokal pada satuan pendidikan.

B.     Saran

            Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang terkhusus untuk seluruh mahasiswa terlebih lagi untuk mahasiswa manajemen pendidikan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta semester 3. Dalam mempelajari materi manajemen kurikulum pada inti materi manajemen muatan lokal dan pengembangan diri. Umumnya untuk seluruh lembaga pendidikan atau sekolah yang menerapkan muatan lokal.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

            Arifin, Zainal. 2011 Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

            Ibnu Badar, Trianto & Hadi Suseno. 2017. Desain Pengembangan Kurikulum 2013 di Madrasah. Depok: Kencana.

            Idi, Abdullah. 2016. Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Rajawali Press.

            Mulyasa, E. 2008. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Sebuah Panduan Praktis). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

            Rusman. 2009. Manajemen Kurikulum. Jakarta: Rajawali Press.

            Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2013 tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013.

 



[1] Zainal Arifin, “Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum”, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), hal.  205.

[2] Ibid., Zainal Arifin., hal. 205.

[3] Ibid., Zainal Arifin, hal 208.

[4] Ibid., Zainal Arifin, hal 209-210.

[5] E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Sebuah Panduan Praktis), (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), Cet.-5, hal. 277-279.

[6] Zainal Arifin, Op.cit, Hal 216-217

[7] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, (Jakarta, Rajawali Press) hal. 220

[8] Rusman, Manajemen Kurikulum, (Jakarta, Rajawali Press) hal. 407-409

[9] Op.cit., Abdullah Idi, hal.220-221

[10] Op.Cit., Mulyasa, hal. 278

[11] Trianto Ibnu Badar & Hadi Suseno, Desain Pengembangan Kurikulum 2013 di Madrasah, (Depok: Kencana, 2017), Hal.323.

[12] Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2013 tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013.

[13] Rusman, Manajemen Kurikulum, (Jakarta: Rajawali Press) hal. 413-415

[14] Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Sebuah Panduan Praktis), Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008, Cet. 5, hal. 284-285.