MANAJEMEN MUATAN LOKAL DAN PENGEMBANGAN DIRI
Sebagai negara yang terdiri dari kepulauan
yang menyebar dari ujung Sabang hingga Merauke dan terpisahkan oleh lautan,
maka Indonesia dikenal dengan multikulturnya dari segala aspek seperi adat
istiadat, bahasa, kesenian hingga keteampilan daerah. Berdasarkan kenyataan
tersebut, maka perlu diadakannya tindakan untuk melestarikan berbagai macam
kebudayaan yang ada agar dapat mempertahankan ciri khas bangsa dan nilai-nilai
luhur yang terkandung di dalamnya. Hal ini akan dapat secara efektif
dilaksanakan melalui upaya pendidikan bagi peserta didik sebagai generasi muda
bangsa Indonesia
Upaya pendidikan tersebut dapat
dilangsungkan melalui adanya program yang dilaksanakan di sekolah, mengingat
sekolah merupakan wahana pendidikan formal yang dilalui oleh setiap warga
negara. Program pendidikan tersebut hendaknya disesuaikan dengan potensi
daerah, minat, kebutuhan peserta didik, dan kebutuhan daerah sehingga peserta
didik dapat mengenal lingkungan tempat tinggalnya agar selanjutnya dapat
mengembangkan kemampuan yang dimiliki untuk memanfaatkan dan melestarikan
sumber daya yang ada di sekitarnya. Realisasi dari program ini kemudian
disusunlah mata pelajaran berbasis muatan lokal.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka identifikasi permasalahan yang
akan dibahas adalah sebagai berikut:
1. Pengertian,
tujuan, dan ruang lingkup muatan lokal
2. Langkah-langkah
pengembangan muatan lokal
3. Rambu-rambu
pengembangan muatan lokal
4. Muatan Lokal
KTSP dan Kurtilas
5. Hakikat
Pengembangan Diri
Berdasarkan
identifikasi masalah tersebut, maka permasalahan yang akan dibahas pada makalah
ini akan dibatasi pada:
1. Apa pengertian,
tujuan, dan ruang lingkup muatan lokal?
2. Bagaimana
langkah-langkah pengembangan muatan lokal?
3. Apa saja
rambu-rambu pengembangan muatan lokal?
4. Bagaimana
muatan lokal dalam KTSP dann Kurtilas?
5. Bagaimana
hakikat pengembangan diri?
Penyusunan makalah
ini berdasarkan pada urutan sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan berisi tentang latar belakang
masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, dan sistemasika penulisan.
BAB II Pembahasan berisi tentang manajemen muatan
lokal dan pengembangan diri yang pembahasannya terdiri dari lima subjudul, yaitu
:
1.
Pengertian, tujuan, dan ruang lingkup
muatan lokal
2.
Langkah-langkah pengembangan muatan
local
3.
Rambu-rambu pengembangan muatan local
4.
Muatan local KTSP dan Kurtilas
5.
Hakikat pengembangan diri
BAB III Penutup berisi tentang kesimpulan dan saran dari
makalah ini
A.
Pengertian,
Tujuan, dan Ruang Lingkup Muatan Lokal
Secara umum, pengertian muatan
lokal adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran yang disusun oleh satuan pendidikan sesuai dengan keragaman potensi
daerah, karakteristik daerah, keunggulan daerah, kebutuhan daerah, dan
lingkungan masing-masing serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. [1]
Sementara, pengertian muatan lokal
secara khusus adalah program pendidikan dalam bentuk mata pelajaran yang isi
dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial,
dan lingkungan budaya serta kebutuhan daerah yang wajib dipelajari oleh peserta
didik di daerah itu.[2]
Sehingga dapat disimpulkan bahwa,
pengertian muatan lokal adalah seperangkat rencana pendidikan dalam bentuk mata pelajaran
yang mengatur mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran yang dirancang oleh satuan
pendidikan dengan media sosial serta media lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan yang
dibutuhkan oleh suatu daerah.
Berdasarkan pengertian muatan
lokal di atas, ada beberapa hal penting yang perlu dijelaskan lebih
lanjut,yaitu sebagai berikut:
1. Muatan lokal merupakan satuan
program pendidikan dalam bentuk mata pelajaran. Implikasinya adalah muatan
lokal harus disusun secara sistematis, logis, dan terencana dengan baik yang
terdiri atas berbagai komponen yang saling mendukung satu sama lain. Komponen
yang dimaksud antara lain tujuan, materi, metode, media, sumber belajar, dan sistem penilaian.
2. Muatan lokal berisi materi atau
bahan pelajaran yang bersifat lokal. Tujuannya adalah pengembangan materi atau
bahan pelajaran tersebut harus sesuai dan terkait dengan kondisi, potensi,
karakteristik, keunggulan dan kebutuhan daerah tersebut yang dimasukkan ke
dalam bentuk mata pelajaran yang memiliki alokasi waktunya sendiri.
3. Pengembangan materi muatan lokal
ditentukan oleh satuan pendidikan dan tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan.
4. Muatan lokal berorientasi pada
kompetensi. Tujuannya adalah pengembangan muatan lokal harus mengacu pada
standar isi, standar proses, dan standar penilaian yang telah ditetapkan oleh
pemerintah.
5. Setiap peserta didik wajib
mempelajari muatan lokal di daerahnya masing-masing secara berkesinambungna
dalam bentuk kegiatan kurikuler.
Secara
umum, tujuan muatan lokal adalah untuk mempersiapkan peserta didik agar
memiliki wawasan yang baik dan luas terhadap kondisi lingkungan, keterampilan
fungsional, sikap dan nilai-nilai, bersedia melestarikan dan mengembangkan
sumber daya alam dalam rangka meningkatkan kualitas sosial dan budaya daerah yang
sesuai dengan pembangunan daerah tersebut dan pembangunan nasional.
Secara
khusus, tujuan muatan lokal adalah :
a)
peserta didik dapat belajar lebih mudah tentang lingkungan dan kebudayaan
di daerahnya serta bahan-bahan yang bersifat aplikatif dan terintegrasi dengan
kehidupan nyata.
b)
peserta didik dapat memanfaatkan sumber-sumber belajar setempat untuk kepentingan
pembelajaran di sekolah.
c)
peserta didik diharapkan lebih mengenal dan lebih akrab terhadap lingkungan
social dan budaya yang terdapat di daerah masing-masing.
d)
peserta didik dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan
nilai-nilai yang menunjang pembangunan di daerahnya
e)
peserta didik dapat mengembangkan materi muatan lokal yang dapat
meningkatkan dan menghasilan nilai ekonomi yang tinggi di daerahnya untuk hidup
mandiri, menolong orang tuanya, dan menolong dirinya sendiri.
f)
peserta didik dapat menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang
dipelajarinya untuk memecahkan masalah yang ditemukan di sekitarnya.
g)
peserta didik menjadi termotivasi untuk ikut melestarikan budaya dan
lingkungannya serta terhindar dari keterasingan terhadap lingkungannya sendiri.[3]
Selanjutnya,
Pusat Kurikulum Balitbang Kemdiknas (2006) mengemukakan ruang lingkup muatan
lokal adalah sebagai berikut:
1. Lingkup Keadaan dan Kebutuhan
Daerah
Keadaan
daerah adalah segala sesuatu yang berada di daerah yang berkaitan dengan
lingkungan alam, lingkungan ekonomi-sosial, dan lingkungan sosial-budaya.
Kebutuhan daerah adalah suatu kebutuhan yang dibutuhkan oleh suatu daerah baik
dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan ataupun khususnya untuk
kelansungan hidup masyarakat di daerah yang bersangkutan. Kebutuhan tersebut
misalnya kebutuhan untuk (a) melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah,
(b) meningkatkan kemampuan dan keterampilan di bidang tertentu sesuai dengna
keadaan perekonomian daerah, (c) meningkatkan penguasaan bahasa asing untuk
keperluan sehari-hari, dan menunjangkan pemberdayaan individu dalam melakukan
belajar lebih lanjut (belajar sepanjang hayat), dan (d) meningkatkan kemampuan
berwirausaha.
2. Lingkup Isi/Jenis Muatan Lokal
Lingkup
isi/jenis muatan lokal dapat berupa: Bahasa daerah, Bahasa asing (Inggris,
Mandarin, Arab, dll.), kesenian daerah, keterampilan dan kerajinan daerah, adat
istiadat, dan pengetahuan tentang berbagai ciri khas lingkungna alam sekitar,
serta hal-hal yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan.[4]
B.
Langkah-Langkah
Pengembangan Muatan Lokal
Pengembangan kurikulum muatan lokal di
setiap daerah dan wilayah pada dasarnya dilakukan oleh Kepala Dinas Pendidikan
di tiap provinsi, dan Kepala Dinas Pendidikan tiap kota dan kabupaten, dengan
melalui beberapa prosedur atau langkah-langkah yang harus dilakukan.
1.
Pengembangan
Kurikulum Muatan Lokal di Tingkat Provinsi:
Langkah yang harus dilakukan dalam
pengembangan kurikulum muatan lokal tingkat provinsi ialah sebagai berikut:
a.
Mengkaji
kelengkapan matapelajaran muatan lokal yang diusulkan oleh setiap
kota/kabupaten dan kecamatan.
b.
Menetukan
mata pelajaran muatan lokal yang layak untuk dilaksanakan di wilayah yang
bersangkutan, berdasarkan usulan dari tiap-tiap kabupaten/kota dan kecamatan.
c.
Memberlakukan
kurikulum muatan lokal sesuai dengan butir (b) melalui surat keputusan Kepala
Dinas Pendidikan Provinsi. Dalam keputusan tersebut diberikan keluwesan kepada
masing-masing sekolah untuk memilih mata pelajaran muatan lokal yang telah
ditetapkan, sesuai dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan masing-masing. Di
samping itu, pada provinsi tertentu ada mata pelajaran muatan lokal yang wajib
dilaksanakn oleh setiap sekolah. Hal tersebut terutama berkaitan dengan Bahasa
asing di daerah wisata (misalnya di Bali, bisa diwajibkan muatan lokal Bahasa
Inggris).
2.
Pengambangan
Kurukulum Muatan Lokal Tingkat Kabupaten/Kota.
Berikut langkah-langkah pengembangan kurikulum muatan lokal
di tingkat Kabupaten/Kota.
a.
Mengkaji
kelayakan usulan mata pelajaran muatan lokal dari setiap kecamatan.
b.
Menetukan
mata pelajaran muatan lokal yang layak untuk dilaksanakan di Kabupaten/Kota,
berdasarkan usulan dari setiap kecamatan, dengan berbagai pertimbangan dari tim
pengambang kurikulum (TPK) muatan lokal tingkat Kabupaten/Kota, untuk diusulkan
ke Dinas Pendidikan Provinsi.
c.
Memilih
dan mengembangkan mata pelajaran muatan lokal yang ditetapkan Kepala Dinas
Pendidikan Provinsi untuk SMA, dan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten
untuk SD dan SMP.
Pengembangan kurikulum
muatan lokal ini, sekolah juga diberikan kebebasan untuk memilih dan
mengembangkan mata pelajaran muatan lokal yang dirasa dibutuhkan dalam
pembangunan dan peningkatan kualitas daerah, selain daripada melaksanakan
kurikulum muatan lokal yang sifatnya wajib, yaitu hasil rumusan atau keputusan
Dinas Pendidikan Setempat.
3.
Pengembangan
Kurikulum Muatan Lokal di Tingkat Kecamatan.
Berikut langkah-langkahnya:
a.
Mengusulkan
jenis-jenis muatan lokal kepada Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
berdasarkan kondisi dan kebutuhan lingkungan.
b.
Memilih
mata pelajaran muatan lokal yang
ditetapkan oleh Kepala Dinad Pendidikan Kabupaten/Kota, dan Kepala Dinas
Pendidikan Kecamatan untuk dilaksanakan di Sekolah masing-masing.
4.
Pengembangan
Kurikulum Muatan Lokal Tingkat Sekolah.
Sekolah tidak dapat memilih mata pelajaran muatan lokal yang
ditetapkan oleh Dinas Pendidikan, tetapi Sekolah dapat mengembangkan mata
pelajaran muatan lokal sesuai dengan keadaan dan kebutuhan dan kemampuan
masing-masing, dengan persetujuan Dinas Pendidikan.
Untuk itu kepala sekolah dapat melakukan beberapa hal yaitu:
a.
Mengusulkan
jenis muatan lokal kepada Kepala Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten melalui Kepala
Dinas Pendidikan Kecamatan.
b.
Menentukan
Pelajaran muatan lokal dengan persetujuan Dinas Pendidikan Kecamatan dan
Kabupaten/Kota.
c.
Bersama-sama
dengan Dinas Pendidikan Kecamatan, menetukan mata pelajaran muatan lokal dengan
persetujuan kabupaten/kota.
5.
Pengembangan
Silabus dan RPP.
Pengambangan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) mata pelajaran muatan lokal lainnya, dilakukan dengan mengacu pada
Standar Isi yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP). Cara
mengambangkan silabus dan RPP muatan lokal hampir sama dengan mata pelajaran
lain.[5]
C.
Rambu-Rambu
Pengembangan Muatan Lokal
Rambu-rambu yang harus diperhatikan dalam
pelaksanaan muatan lokal diantaranya :
1.
Sekolah yang mampu
mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar beserta silabusnya dapat
melaksanakan mata pelajaran muatan lokal. Apabila sekolah belum mampu mengembangkan Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar beserta silabusnya, sekolah dapat melaksanakan
muatan local atau dapat meminta bantuan kepada sekolah yang terdekat yang masih
satu daerah. Bila beberapa sekolah dalam satu daerah belum mampu
mengembangkannya, maka sekolah dapat meminta bantuan TPK (Tim Pengembang
Kurikulum) daerah, atau meminta bantuan dari LPMP (Lembaga Penjamin Mutu
Pendidikan) di propinsinya.
2.
Bahan kajian hendaknya
sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik yang mencakup perkembangan pengetahuan
dan cara berpikir, emosional, dan sosial peserta didik. Pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar diatur sedemikian rupa agar tidak memberatkan peserta didik
dan tidak mengganggu penguasaan pada kurikulum nasional. Oleh karena itu, dalam
pelaksanaan muatan lokal dihindarkan adanya pekerjaan rumah (PR).
3.
Program pengajaran hendaknya dikembangkan dengan melihat
kedekan dengan peserta didik yang meliputi dekat secara fisik dan secara
psikis. Dekat secara fisik maksudnya terdapat dalam lingkungan tempat tinggal
dan sekolah peserta didik, sedangkan dekat secara psikis maksudnya bahwa bahan
kajian tersebut mudah dipahami oleh kemampuan berpikir dan mencernakan
informasi sesuai dengan usianya. Untuk itu, bahan pembelajaran hendaknya
disusun berdasarkan prinsip belajar, yaitu : a) beritik tolak dari hal-hal
konkret dan abstrak; b) dikembangkan dari yang diketahui ke yang belum
diketahui; c) dari pengalaman lama ke pengalaman baru; d) dari yang
mudah/sederhana ke yang lebih sukar/rumit. Selain itu, bahan kajian/pelajaran
hendaknya bermakna bagi peserta didik, yaitu bermanfaat karena dapat membantu
peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
4.
Bahan/materi pembelajaran hendaknya memberikan keluwesan
bagi guru dalam memilih metode mengajar dan sumber belajar seperti buku dan
narasumber. Dalam kaitan dengan sumber belajar, guru diharapkan dapat
mengembangkan sumber belajar yang sesuai dengan memanfaatkan potensi di
lingkungan sekolah, misalnya dengan memanfaatkan tanah/kebun sekolah, meminta
bantuan dari instansi terkait atau dunia usaha/industri (lapangan kerja) atau
tokoh-tokoh masyarakat. Selain itu, guru hendaknya dapat memilih dan
menggunakan strategi yang melibatkan peserta didik aktif dalam proses belajar
mengajar, baik secara mental, fisik, maupun sosial.
5.
Bahan/materi pembelajaran muatan lokal yang diajarkan
harus bersifat utuh dalam arti mengacu kepada suatu tujuan pengajaran yang
jelas dan memberi makna kepada peserta didik. Meskipun demikian, bahan
pembelajaran muatan lokal tertentu tidak harus secara terus-menerus diajarkan
mulai dari kelas I s.d VI atau dari kelas VII s.d IX dan X s.d XII. Bahan
kajian muatan lokal juga dapat disusun dan diajarkan hanya dalam jangka waktu
satu semester, dua semester atau satu tahun ajaran.
6.
Alokasi waktu untuk bahan kajian/pelajaran muatan lokal
perlu memperhatikan jumlah minggu efektif untuk mata pelajaran muatan lokal
pada setiap semester.[6]
D.
Muatan
Lokal KTSP dan Kurikulum 2013
Dalam upaya menerapkan muatan lokal di
sekolah, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pihak terkait agar
muatan lokal tersebut dapat sesuai dengan visi yang hendak dicapai dan dapat
terwujudnya keunggulan yang kompetitif. Hal yang perlu diperhatikan dalam
menyeleksi muatan lokal yang hendak diterapkan adalah sebagai berikut:
a) Menganalisis
kelayakan dan relevansi penerapan mulok di sekolah/madrasah
b) Jika dianggap
layak, mulok tersebut selanjutnya dikembangkan ke dalam bentuk Standar
Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) Mulok
c) Jika belum
sesuai, sekolah/madrasah dapat mengembangkan lagi mulok yang baru yang lebih
sesuai atau melaksanakan mulok bersama dengan sekolah/madrasah lain atau
menyelenggarakan mulok yang ditawarkan kementerian Diknas/Depag[7]
Melihat pentingnya peran Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar bagi penerapan
mulok, maka ada beberapa hal yang perlu dicermati dalam pengembangan SK dan KD
itu sendiri, antara lain:
a) Mengidentifikasi
keadaan dan kebutuhan daerah
Identifikasi keadaan daerah dapat
dilakukan dengan meninjau potensi daerah dimana sekolah tersebut berada dari
aspek sosial, ekonomi, budaya, dan kekayaan alam. Sedangkan untuk mengetahui
kebutuhan daerah dapat dilihat dari rencana pembangunan daerah bersangkutan,
pengembangan ketenagakerjaan, serta aspirasi masyarakat terhadap pelestarian
alam dan pengembangan daerah tersebut.
b) Menentukan
fungsi dan susunan atau komposisi muatan lokal
Muatan lokal memiliki beberapa
fungsi antara lain: melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah;
meningkatkan keterampilan di bidang pekerjaan tertentu; meningkatkan kemampuan
berwiraswasta; meningkatkan penguasaan Bahasa inggris untuk keperluan
sehari-hari.
c) Menentukan
bahan kajian muatan lokal
Dengan adanya penentuan ini dapat
dijadikan pedoman dalam mengangkat berbagai kemungkinan muatan lokal yang
disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan sekolah
d) Menentukan mata
pelajaran muatan lokal
Berdasarkan bahan kajian muatan
lokal yang telah ditetapkan sebelumnya, maka selanjutnya dapat ditetapkan
kegiatan pembelajaran yang memberikan bekal pengetahuan, dan perilaku kepada
siswa mengenai keadaan lingkungan dan kebutuhan masyarakat setempat
e) Mengembangkan
SK dan KD beserta silabus
Standar kompetensi menentukan
kompetensi yang didasarkan pada materi sebagai basis pengetahuan. Kompetensi
dasar merupakan kompetensi yang harus dikuasai siswa. Sedangkan pengembangan
silabus dapat didasarkan pada langkah-langkah penyusunan silabus mata
pelajaran.[8]
Muhaimin dalam Abdullah Idi mengemukakan
bahwa pembahasan mengenai beragam muatan lokal dalam penyusunan KTSP hendaklah
mencerminkan tentang beberapa hal sebagai berikut:
a) Penyampaian
visi, misi dan susunan atau komposisi mulok
b) Beragam mulok
mencerminkan pengembangan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas, potensi
daerah dan sekolah/madrasah
c) Menggambarkan
rasional mengenai pentingnya mulok tersebut bagi daya saing sekolah/madrasah
d) Menjelaskan
bahwa sumber daya yang ada di sekolah/madrasah memenuhi syarat untuk
melaksanakan mulok tersebut
e) Ada kejelasan
tentang rumusan SKL, SK dan KD dari beragam mulok yang dikembangkan
f) Memperlihatkan
silabus mulok yang dilaksanakan
g) Ada kejelasan
model pelaksanaan dan penilaiannya[9]
Selanjutnya
ruang lingkup muatan lokal dalam KTSP yakni meliputi:
a) Muatan lokal
dapat berupa: bahasa daerah, bahasa asing (Arab, Inggris, Mandarin, dan
Jepang), kesenian daerah, keterampilan dan kerajinan daerah, adat istiadat
(krama dan budi pekerti), serta pengetahuan tentang karakteristik sekitar dan
hal-hal yang diperlukan oleh daerah bersangkutan
b) Muatan lokal
wajib diberikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, baik pada pendidikan
umum, pendidikan kejuruan maupun pendidikan khusus
c) Beberapa
kemungkinan lingkup wilayah berlakunya kurikulum muatan lokal, adalah sebagai
berikut: pada seluruh kabupaten/kota dalam satu provinsi, khususnya SMA/MA dan
SMK; hanya pada satu kabupaten/kota tertentu dalam satu provinsi yang memiliki
karakteristik sama; pada seluruh kecamatan dalam satu kabupaten/kota yang
memiliki karakteristik sama[10]
2.
Muatan
Lokal dalam Kurikulum 2013
Pada
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menyebutkan bahwa muatan lokal merupakan bahan kajian atau mata pelajaran pada
satuan pendidikan yang berisi muatan dan proses pembelajaran tentang potensi
dan keunikan lokal yang dimaksudkan untuk membentuk pemahaman peserta didik
terhadap keunggulan dan kearifan di daerah tempat tinggalnya. Muatan lokal ini
dirumuskan dalam bentuk dokumen yang terdiri dari kompetensi dasar, silabus,
dan buku teks pelajaran.
Muatan
lokal dapat berupa seni budaya, prakarya, pendidikan jasmani, olehraga, dan
kesehatan, bahasa serta teknologi. Muatan lokal kurtilas ini bertujuan
membekali peserta didik dengan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang
diperlukan untuk :
a)
Mengenal dan mencintai lingkungan alam, sosial, budaya, dan spiritual di
daerahnya.
b)
Melestarikan dan mengembangkan keunggulan dan kearifan daerah yang berguna
bagi diri dan lingkungannya dalam rangka menunjang pembangunan nasional.[11]
Adapun
prinsip pengembangan muatan lokal kurtilas yaitu :
a)
Kesesuaian dengan perkembangan peserta didik.
b)
Keutuahn kompetensi.
c)
Fleksibilitas jenis, bentuk, dan pengaturan waktu penyelenggaraan.
d)
Kebermanfaatan untuk kepentingan nasional dan menghadapi tantangan global.
Dalam pengembangan muatan lokal kurtilas
perlu diperhatikan beberapa tahapan pengembangannya, yaitu :
a)
Menganalisis konteks lingkungan alam, sosial, dan budaya.
b)
Mengidentifikasi muatan lokal.
c)
Merumuskan kompetensi dasar untuk setiap jenis muatan lokal.
d)
Menentukan tingkat satuan pendidikan yang sesuai untuk setiap kompetensi
dasar.
e)
Mengintegrasikan kompetensi dasar ke dalam muatan pembelajaran yang relevan.
f)
Menetapkan muatan lokal sebagai bagian dari muatan pembelajaran atau
menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri.
g)
Menyusun silabus.
h)
Menyusun buku teks pelajaran.
Pada
pelaksanaannya, muatan lokal diselenggarakan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan
sumber daya pendidikan yang tersedia. Pelaksanaan muatan lokal pada satuan
pendidikan pun didukung dengan kebijakan pemerintah, baik itu pemerintah
provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan satuan pendidikan sesuai dengan
kewenangannya. Adapun tahapan pelaksanaan muatan lokal yang dilkaukan oleh
satuan pendidikan dan pemerintah setempat yaitu :
a)
Satuan pendidikan dapat mengajukan usulan muatan lokal berdasarkan hasil
analisis konteks.
b)
Pemerintah kabupaten/kota menganalisis dan mengidentifikasi usulan satuan
pendidikan dan menentukan satuan pendidikan yang sesuai setiap kompetensi
dasar.
c)
Pemerintah kabupaten/kota menetapkan muatan lokal sebagai muatan
pembelajaran atau menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri.
d)
Pemerintah kabupaten/kota mengusulkan hasil penetapan muatan lokal kepada
pemerintah provinsi.
e)
Pemerintah provinsi menetapkan muatan lokal yang diusulkan pemerintah
kabupaten/kota.
f)
Pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota merumuskan kompetensi
dasar, penyusunan silabus, dan penyusunan buku teks pelajaran muatan lokal.
g)
Jika satuan pendidikan tidak mengajukan usulan, maka pemerintah daerah
dapat menetapkan muatan lokal sesuai dengan kebutuhan.[12]
Istilah
pengembangan diri di sini disepadankan dengan istilah pengembangan kepribadian
yang sudah lazim digunakan dan banyak dikenal. Meski sebetulnya istilah dari (self)
tidak sepenuhnya identik dengan kepibadian (personality). Istilah diri
dalam bahasa psikologi disebut sebagai aku, ego atau self yang merupakan
salah satu aspek sekaligus inti dari kepribadian. Di dalam istilah tersebut
meliputi segala kepercayaan, sikap, perasaan, dan cita-cita, baik yang disadari
ataupun tidak. Aku dalam artian ini terbagi menjadi dua, yaitu, aku yang
disadari oleh individu bisa disebut self picture (gambaran diri),
sedangkan aku yang tidak disadari disebut unconscious aspect of the self (aku
tak sadar) (Sukmadinata, 2005). Menurut Freud (Calvin S. Hall & Gardner
Lindzey, 1993) ego atau diri merupakan eksekutif kepribadian untuk mengontrol
tindakan (perilaku) mengikuti prinsip kenyataan atau rasional, untuk membedakan
antara hal-hal yang terdapat dalam batin seseorang dengan hal-hal yang terdapat
di dunia luar. Kepercayaan, sikap, perasaan, dan cita-cita seorang akan diriya
secara tepat dan realistis memungkinkan untuk memiliki kepribadian sehat.
Selain itu, orang yang memiliki kepercayaan akan dirinya yang berlebihan (over
confidence) sering memiiki sikap dan pemikiran yang over estimate
terhadap sesuatu.
Sikap
dan perasaan pasti dimiliki oleh setiap pribadi. Sikap akan diwujudkan dalam
bentuk penerimaan atau penolakan akan dirinya, sedangkan perasaan dinyatakan
dalam bentuk rasa senang atau tidak senang akan keadaan dirinya. Sikap terhadap
dirinya berkaitan dengan pembentukan harga diri (penilaian diri), yang menurut
Maslow merupakan salah satu jenis kebutuhan manusia yang amat penting. Sikap
dari mencintai diri sendiri secara berlebihan disebut narcisisme. Sebalinya,
orang yang membenci dirinya secara berlebihan disebut masochisme.
Setiap
orang pasti memiliki cita-cita, namun cita-cita yang berlebihan atau hanya
angan-angan saja dapat menimbulkan kegagalan atau frustasi yang diwujudkan
dalam bentuk perilaku salah-suai. Tetapi apabila sesorang tidak mempunyai cita-cita
maka tidak ada kemajuan atau perubahan dalam dirinya. John F. Pietrofesa (1971)
mengemukakan tiga komponen tentang diri, yaitu: (1) aku idela (ego ideal)
; (2) aku yang dilihat dirinya (self as see by self); dan (3) aku yang
dilihat orang lain (self as seen by others). Ketiga aku ini menunjukan
kepada kepribadian yang sehat.
Dengan
memerhatikan dasar toretik tersebut, kita bisa melihat hasil yang diharapkan
dari kegitan pengembangan diri di sekolah, atau terbentuknya keyakinan, sikap,
perasaan, dan cita-cita peserta didik yang terealistis sehingga peserta didik
yang dapat memiliki kepribadian yng sehat.
[13]
Dalam
pengimplementasian kegiatan pengembangan diri di sekolah bukan merupakan mata
pelajaran yang hanya bisa dibimbing oleh guru saja, melainkan bisa dibina oleh
konselor, atau tenaga kependidikan lainnya yang dilaksanakan dalam bentuk
kegiatan ekstrakurikuler. Tujuan dari kegiatan pengembangan diri ini adalah untuk
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengekspresikan dan
mengembangkan diri sesuai dengan minat, bakat, kebutuhan dan kemampuan sekolah.
Dengan adanya kegiatan pengembangan diri ini diharapkan siswa dapat mengenali
dan mengelola potensi yang ada pada diri maupun lingkungannya.
Kegiatan pengembangan diri ini juga ada pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah, baik pendidikan umum, kejuruan, maupun khusus.
Dalam struktur kurikulum pendidikan kejuruan, kegiatan pengembangan diri tidak
hanya sebatas pada pengenalan dan pengembangan potensi diri, tetapi juga
ditujukan pada pengembangan kreativitas dan bimbingan karier agar para
lulusannya siap bersaing di dunia kerja maupun membangun usahanya sendiri.
Dalam (mulyasa, 2008) disebutkan bahwa
terdapat beberapa hal penting yang berkaitan dengan pengembangan diri,
diantaranya:
1.
Kegiatan
pengembangan diri dapat dilakukan oleh guru, konselor, konselor, atau tenaga
kependidikan lain yang memiliki kemampuan dalam membantu pengembangan diri
peserta didik.
2.
Kegiatan
pengembangan diri bisa dilakukan oleh Guru BK (Bimbingan dan Konseling), itupun
bagi sekolah yang terdapat Guru BK, bagi yang belum ada Guru BK, maka bisa
mengandalkan peran Wali Kelas, Guru Agama maupun Guru yang lain bahkan Kepala
Sekolah.
3.
Kegiatan
pengembangan diri ini bisa dilakukan dalam bentuk Bimbingan Konseling atau
Ekstrakurikuler.
4.
Kegiatan
pengembangan diri di SMK/MAK lebih ditekankan pada peningkatan kreativitas dan
bimbingan karier.
5.
Kegiatan
pengembangan diri dapat dilakukan di kelas selama 2 (dua) jam pembelajaran
setiap minggunya, atau 34 jam pembelajaran dalam satu semester.
6.
Kegiatan
pengembangan diri dapat bekerjasama dengan masyarakat, dunia usaha, dunia
industri, dan lembaga swadaya masyarakat yang ada di lingkungan sekolah,
seperti magang di pabrik, kantor desa, bengkel dan lainnya.[14]
Metode yang
diterapkan dalam kegiatan pengembangan diri dapat berupa kegiatan diskusi,
tanya jawab, berlakon, problem solving, dan
metode lain yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi. Adapun pelaksanaannya
dapat dilakukan dimanapun baik di dalam kelas, di luar kelas atau di mana pun yang
memungkinkan proses kegiatan pengembangan diri.
Selain dari
metode yang disebutkan di atas, pengembangan diri dapat dikombinasikan dengan
muatan lokal, dengan cara memilih topik unggulan daerah ya
Muatan lokal merupakan bentuk desentralisasi kegiatan
pembelajaran kepada setiap daerah atau satuan pendidikan. Muatan lokal dapat
menyesuaikan dengan keragaman potensi daerah, karakteristik daerah, keunggulan daerah,
kebutuhan daerah, dan lingkungan masing-masing serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Pada penerapan muatan lokal di setiap daerah ini bertujuan
agar peserta didik mampu mengetahui dan memahami kebudayaan dan kearifan yang
ada di daerah tempat tinggalnya.
Dalam
penerapan muatan lokal pada satuan pendidikan terdapat beberapa tahapan yang
perlu dilakukan. Selain itu, perlu juga adanya dukungan dari pemerintah daerah
dan menyesuaikan dengan kapasitas sumber daya pendidikan yang ada. Dengan
adanya dukungan dari beberapa pihak terlibat, akan mempermudah berjalannya
muatan lokal pada satuan pendidikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat yang terkhusus untuk seluruh mahasiswa terlebih lagi untuk mahasiswa
manajemen pendidikan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta semester 3. Dalam
mempelajari materi manajemen kurikulum pada inti materi manajemen muatan lokal
dan pengembangan diri. Umumnya untuk seluruh lembaga pendidikan atau sekolah
yang menerapkan muatan lokal.
Arifin, Zainal. 2011 Konsep
dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Ibnu
Badar, Trianto & Hadi Suseno. 2017. Desain Pengembangan Kurikulum 2013
di Madrasah. Depok: Kencana.
Idi,
Abdullah. 2016. Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Rajawali Press.
Mulyasa, E. 2008. Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (Sebuah Panduan Praktis). Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Rusman. 2009. Manajemen
Kurikulum.
Jakarta: Rajawali Press.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2013 tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013.
[1] Zainal Arifin, “Konsep
dan Model Pengembangan Kurikulum”, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011),
hal. 205.
[2] Ibid., Zainal
Arifin., hal. 205.
[3] Ibid., Zainal Arifin, hal 208.
[4] Ibid., Zainal Arifin, hal 209-210.
[5] E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Sebuah Panduan
Praktis), (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), Cet.-5, hal. 277-279.
[6] Zainal Arifin, Op.cit, Hal
216-217
[7] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, (Jakarta,
Rajawali Press) hal. 220
[8] Rusman, Manajemen Kurikulum, (Jakarta, Rajawali Press) hal.
407-409
[9] Op.cit., Abdullah Idi, hal.220-221
[10] Op.Cit., Mulyasa, hal. 278
[11] Trianto Ibnu Badar &
Hadi Suseno, Desain Pengembangan Kurikulum 2013 di Madrasah, (Depok:
Kencana, 2017), Hal.323.
[12] Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2013 tentang Muatan
Lokal Kurikulum 2013.
[13] Rusman, Manajemen Kurikulum, (Jakarta: Rajawali Press) hal. 413-415
[14] Mulyasa, Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (Sebuah Panduan Praktis), Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2008, Cet. 5, hal. 284-285.